Meminimalisasi Resiko Berinvestasi pada Reksadana

Oleh Ryan Filbert
@RyanFilbert

 

Bila Anda berkenalan dengan instrument investasi dan tidak pernah mendapatkan informasi lengkap mengenai resiko berinvestasi pada instrument tersebut maka segera hindari peluang investasi tersebut, mengapa? Karena tidak ada investasi yang tidak ada resikonya.

Memiliki tabungan berbentuk deposito pada bank terbaik di dunia adalah tergolong aman namun kita tetap dihadapi pada resiko, apa kira-kira resiko yang dihadapi? 

 

  1. Resiko Bangkrut

Apakah sebuah bank terbesar sekalipun dapat mengalami kebangkrutan? Jelas resiko tersebut ada, dan bila hal itu terjadi kita dapat menderita kerugian. 

Namun mungkin Anda akan berkata, ââÅ¡¬ÃƒÆ’…Jangan khawatir, deposito di Indonesia dijamin oleh Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS)ââÅ¡¬. Ya, namun itupun hanya sampai dengan batasan tertentu dengan bunga tertentu juga. Artinya resiko tetap ada. 

Sama dengan reksadana, resiko pengelola reksadana (manager investasi) bangkrut juga ada. Namun resiko itu dapat diantisipasi bahwa manager investasi tidak pernah memegang dana yang dikelolanya dan tersimpan pada bank kustodian. 

 

  1. Resiko Inflasi

Bila Anda mendepositokan uang pada bank besar dan bonafid pastinya akan memiliki bunga yang jauh lebih rendah dibandingkan pada bank kecil, hal itu terkait dengan resiko juga. 

Dengan menabung pada bank besar namun bunga nya kecil, sebenarnya uang yang kita miliki pada bank itu akan terkena dampak dari kenaikan harga barang-barang yaitu inflasi. 

Bayangkan dengan bunga bank hanya 5% belum terpotong pajak, inflasi yang terjadi bisa saja mencapai 7%, sehingga sebenarnya uang kita juga akan berkurang tanpa kita sadari. 

Investasi pada reksa dana juga tidak menutup rugi akibat inflasi, bilamana reksa dana yang kita miliki ternyata memiliki return dibawah tingkat inflasi, oleh karena itulah kita perlu selektif memilih reksa dana sesuai dengan rencana investasi dan waktu, tidak lupa juga bahwa strategi dalam berinvestasi reksa dana juga dapat meminimalisir kerugian-kerugian yang ada, misalnya dengan cara berinvestasi secara berkala ataupun membeli lebih banyak ketika pasar terkoreksi cukup dalam. 

Lalu apa saja resiko lainnya bila kita ingin berinvestasi pada reksa dana dan bagaimana kita bisa mengurangi resiko yang dihadapi? 

 

  1. Resiko Fluktuasi 

Seperti yang tadi telah kita bahas bahwa dengan memiliki reksadana, dimana nilai dari reksadana dapat mengalami kenaikan dan penurunan, reksadana tidak bisa mendapatkan sebuah keuntungan yang pasti. 

Sekalipun ada reksadana yang disebut dengan reksadana pendapatan tetap, reksadana tersebut hanya namanya saja yang bernama reksadana pendapatan tetap, hal ini sering membuat banyak orang berasumsi bahwa reksadana pendapatan tetap memiliki pendapatan keuntungan yang tetap, nyatanya tidak demikian, reksadana pendapatan tetap dikenal juga dengan reksadana obligasi atau surat hutang, karena mayoritas pengelolaan asetnya pada hutang obligasi dan mendapatkan imbal hasil (kupon) seperti deposito maka dinamakan demikian, namun obligasi sendiri nilainya bisa naik dan turun. 

Sehingga dengan memliki reksadana kita dihadapkan kemungkinan mengalami kerugian, lalu apakah dengan begitu kita mengurungkan niat berinvestasi pada reksadana? 

Tentu tidak jawabannya! Mengapa? Karena reksadana memang berpotensi mengalami kerugian apabila tidak memiliki perencanaan waktu yang baik dan strategi pembelian yang tepat. 

Menggunakan reksadana saham untuk investasi kurang dari 1 tahun adalah sebuah contoh yang membuat potensi kerugian atas fluktuasi menjadi terbuka lebih besar, sedangkan menggunakan reksadana pendapatan tetap untuk investasi jangka panjang lebih dari 5 tahun akan membuat hasil investasi tidak tumbuh dengan optimal sehingga kita akan terkena resiko dari inflasi. 

 

  1. Resiko Efek 

Pada deposito kita mendapati kemungkinan banknya mengalami kebangkrutan, namun pada reksadana kita juga bisa mendapati bahwa aset-aset yang dibeli atau dipilihkan oleh manager investasi misalnya saham, sahamnya mengalami kerugian dan perusahaannya bangkrut yang otomatis membuat sahamnya tidak bernilai. 

Alhasil tentunya akan membuat investasi pada reksadana kita akan ikut menderita kerugian. Lalu apa yang dapat kita perbuat? Bukankah kita telah mempercayakan penuh pemilihan aset pada manager investasi? 

Oleh karena itulah kita perlu mengenal dengan baik manager investasi yang menjadi supir kita, hal itu dapat kita pelajari dengan 3 hal, pertama membaca prospectus yang membahas hal dasar mengenai produk reksadana tersebut, kedua mempelajari dengan detail laporan fund fact sheet yang diberikan secara berkala, dan ketiga bertanya secara langsung kepada MI yang bersangkutan mengenai strategi pemilihan saham. 

Hukum besar resiko maka besar keuntungan akan sangat berlaku dalam setiap hal yang kita lakukan termasuk pada pemilihan efek yang dipilih. Sehingga ada reksadana yang memiliki return tinggi namun menginvestasikan pada aset-aset yang beresiko tinggi juga. 

 

  1. Resiko Likuditas 

Likuiditas dapat diartikan dengan kemudahan untuk menjadikan uang dari investasi kita. Contohnya bila kita memiliki sebuah rumah dan katakanlah kita memerlukan dana yang sangat darurat, apakah dapat kita jual rumah kita hanya dalam jangka waktu pendek? Jawabannya mungkin saja. 

Namun lebih mudah mana bila kita memiliki emas dan membutuhkan uang secara darurat? Jelas emas akan jauh lebih cepat kita jadikan uang. Nah inilah yang dimaksud dengan likuiditas. 

Lalu bagaimana dengan reksadana? Reksadana cukup likuid, dimana bila kita menjual reksadana kita pada hari ini maka kita bisa mendapatkan uang kita di 1 sampai 5 hari bursa. 

 

Kenalilah resiko sebelum Anda sudah memutuskan berinvestasi, karena bisa saja ketika Anda sudah terlanjur berinvestasi Anda tidak siap akan resiko-resiko yang bisa terjadi.

 

*Ryan Filbert merupakan praktisi dan inspirator investasi Indonesia. Ryan memulai petualangan dalam investasi dan keuangan semenjak usia 18 tahun. Aneka instrumen dan produk investasi dijalani dan dipraktikkan, mulai dari deposito, obligasi, reksadana, saham, options, ETF, CFD, forex, bisnis, hingga properti. Semenjak 2012, Ryan mulai menuliskan perjalanan dan pengetahuan praktisnya. Buku-buku yang telah ditulis antara lain: Investasi Saham ala Swing Trader Dunia, Menjadi Kaya dan Terencana dengan Reksadana, Negative Investment: Kiat Menghindari Kejahatan dalam Dunia Investasi, Hidden Profit from The Stock Market, Bandarmology , dan Rich Investor from Growing Investment.
Di tahun 2015 Ryan Filbert menerbitkan 2 judul buku terbarunya berjudul Passive Income Strategy dan Gold Trading Revolution. Ryan Filbert juga sering memberikan edukasi dan seminar baik secara independen maupun bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).