Tekanan Pasar Obligasi Semakin Bertambah
Pasardana.id - Membesarnya defisit anggaran pemerintah di tahun ini akan menyebabkan permintaan kenaikan imbal hasil surat utang negara (SUN). Pasalnya pemerintah sebagai pihak yang membutuhkan utang baru dari emisi SUN akan dipaksa investor memberi harga murah.
"Tentu apabila anggaran kita defisit kita akan mengeluarkan utang lebih banyak lagi. Sehingga tentu utang-utang akan membanjiri pasar obligasi," jelas Nicodemus Maximilianus, Kepala Pendapatan Tetap PT Indomitra Securities, kepada Pasardana.id, Senin (6/6/2016).
Semakin banyak surat utang, otomatis harganya akan menjadi lebih murah, sehingga yield atau imbal hasil akan tinggi. Ini belum ditambah dengan adanya pengaruh dari bank sentral AS, The Fed yang akan menaikkan suku bunga dan efek lembaga rating S&P yang belum juga menaikkan peringkat Indonesia menjadi investment grade.
"Ini akan semakin memberikan tekanan kepada pasar obligasi," paparnya.
Terhadap pertumbuhan GDP Indonesia, lanjut Nicodemus, membengkaknya defisit tentu akan berpengaruh yaitu akan mengurangi potensi kenaikannya. Selain itu pasti dalam APBN ada beberapa pos anggaran yang akan dipotong.
"Tentu hal ini akan mengurangi kinerja dari masing-masing kementerian dan lembaga. Dengan banyaknya rencana kerja Pemerintah tentu hal ini akan menggangu jalannya rencana pembangunan. Kalau dipotong sana-sini otomatis Pemerintah akan membutuhkan utang baru dari emisi SUN.
Sebagai informasi, awal Juni 2016 ini, pemerintah menyatakan menaikkan batas defisit anggaran dari 2,15% menjadi 2,48% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah akhirnya menambah utang Rp 40,2 triliun dari yang sebelumnya sebesar Rp 273,2 triliun. Hal itu dikemukakan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam rapat kerja dengan badan anggaran di Gedung DPR, Jakarta,
Kamis (2/6/2016) lalu.
Total penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) pada 2016 menjadi Rp 384,9 triliun atau naik 17,7% (Rp 57,7 triliun). Pinjaman dalam negeri tercatat menjadi Rp 3,4 triliun atau naik 3,9% dari APBN 2016. Defisit anggaran dikarenakan pendapatan negara yang turun 4,8% atau Rp 88 triliun dari Rp 1.822,5 triliun menjadi Rp 1.734,5 triliun. Penurunan pendapatan disebabkan oleh rendahnya penerimaan negara bukan pajak.

