Ada Potensi Pertumbuhan Ekonomi Stagnan, BI Diprediksi Tahan Suku Bunga Acuan

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia kemungkinan akan tetap mempertahankan suku bunga acuan 7DRR di level 4,75%, kendati ada keputusan The Fed menaikkan suku bunganya.

Adanya potensi pertumbuhan ekonomi pada Q1-2018 hanya sebesar 5,01% yoy, diprediksi jadi salah satu faktor yang menjadi pertimbangan.

Demikian diungkapkan Lana Soelistianingsih, Kepala Riset/Ekonom Samuel Aset Manajemen, dalam laporan riset yang dirilis Kamis (22/3/2018). 

Lebih rinci Lana menjelaskan, keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan ini, juga dengan mempertimbangkan inflasi yang masih terjaga dan pertumbuhan kredit yang masih lambat.

“Ekonomi Indonesia yang tumbuh relatif stagnan saat ini masih membutuhkan stimulus moneter dan fiskal,” jelas Lana.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution juga menyebut ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi Kuartal I 2018 lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu.

Hal tersebut disebabkan sejumlah sektor yang mengalami perlambatan dan faktor lain yang memicu hal tersebut.

"Mungkin Kuartal I tidak bisa lebih tinggi dari tahun lalu, pertumbuhan Kuartal I tahun ini. Kami enggak berharap begitu, saya cuma bilang, mungkin enggak lebih tinggi dari tahun lalu," kata Darmin belum lama ini.

Adapun sektor yang mengalami perlambatan menurut Darmin adalah pertumbuhan kredit dan ritel. Selain itu, dalam hal sektor pertanian, juga mengalami perlambatan karena puncak panen raya yang diprediksi baru jatuh pada April 2018.

Sementara itu, Institute for Development of Economica and Finance (INDEF) menilai pertumbuhan utang pemerintah Indonesia, sejauh ini, tidak sebanding dengan produktivitas dan akselerasi pertumbuhan ekonomi. Padahal, sejak tiga tahun terakhir utang yang dialokasikan kepada pembangunan infrastruktur terus meningkat.

"Utang yang selama ini kita harapkan mampu mengakselerasi produktivitas dan daya saing nasional dan kemandirian kita ini masih sangat kontradiktif. Utang tiga tahun ini bertambah cukup pesat justru mengarah ke kontraproduktif," ungkap Direktur INDEF Enny Sri Hartati, baru-baru ini.

Ekonom INDEF, Ahmad Heri Firdaus menambahkan, produktivitas utang pemerintah yang kian membengkak tersebut terbukti belum mampu mendorong pertumbuhan investasi sektor produktif secara signifikan. Akibatnya output perekonomian relatif stagnan.

"Dampak utang dalam rangka percepatan agenda pembangunan infrastruktur memang tidak serta merta akan terjadi dalam jangka pendek, tapi setidaknya akan menumbuhkan optimisme perekonomian terutama investasi," tandas Heri.