Bappenas : Bonus Demografi Dapat Menjadi Bencana Demografi Jika SDM Tidak Memiliki Kualitas Baik
Pasardana.id - Banyak kalangan menilai, saat ini Indonesia sedang mengalami bonus demografi, yaitu suatu kondisi berupa peningkatan berkelanjutan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang akan mencapai puncak pada sekitar tahun 2030.
Dalam periode tersebut, Indonesia menjadi salah satu negara dengan angkatan kerja terbanyak di Asia.
Menyikapi kondisi tersebut, menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, Indonesia perlu mempertimbangkan kebijakan guna mengoptimalkan perubahan struktur penduduk tersebut.
Pasalnya, peningkatan jumlah penduduk usia produktif merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi akibat adanya konsumsi yang tinggi, peningkatan investasi, produktivitas, dan penurunan angka ketergantungan.
“Namun, bonus demografi dapat menjadi bencana demografi jika sumber daya manusia tidak memiliki kualitas baik yang ditandai dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah," kata Bambang, dalam Seminar Nasional Demografi bertema "Pemanfaatan Demografi Indonesia di Sektor Kepariwisataan, Kebaharian, dan Ekonomi Kreatif" di Jakarta, Selasa (29/8/2017).
Saat ini, jelas Bambang, pemanfaatan pertumbuhan jumlah penduduk usia produktif masih belum optimal. Salah satunya terlihat dari Angka Partisipasi Kerja 2015 yang tercatat masih sekitar 66 persen dengan kenaikan yang relatif lambat.
“Rendahnya angka tersebut menunjukkan masih tingginya jumlah pengangguran yang berdampak pada rendahnya tingkat produktivitas," ujar Bambang.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, saat ini Indonesia memiliki 131 juta angkatan kerja, yang terdiri dari 124 juta tercatat memiliki pekerjaan, sementara 7 juta orang yang berstatus menganggur.
Menurut Bambang, untuk mengatasi hal tersebut, berbagai masalah yang tengah dihadapi saat ini harus segera diselesaikan. Diantaranya, rendahnya kualitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM), ketidaksesuaian (mismatch) keahlian pekerja dengan kebutuhan industri, masih banyak tenaga kerja yang belum tersertifikasi, serta belum kuatnya minat pemuda Indonesia untuk berwirausaha.
Guna mengatasi berbagai tantangan tersebut, Bambang mengaku, tengah melakukan koordinasi lintas sektor dengan berbagai kementerian, lembaga, hingga industri untuk menyiapkan potensi kelompok usia muda dalam menjawab tantangan demografi tersebut.
Misalnya, dengan mengoptimalisasi fungsi dan peran Balai Latihan Kerja (BLK) dan lembaga pendidikan kejuruan di seluruh Indonesia.
Begitu juga dengan pengembangan lembaga pendidikan dan pelatihan serta penyusunan standar kompetensi keahlian. Upaya tersebut tengah didorong untuk meningkatkan kualitas dan daya saing tenaga kerja muda di Indonesia.
“Ada empat strategi utama yang menjadi perhatian pemerintah agar pembangunan ketenagakerjaan efektif dapat mendukung terwujudnya peningkatan produktivitas, yaitu; sertifikasi kompetensi, pengembangan program kemitraan, peningkatan tata kelola penyelenggaraan, program pendidikan dan pelatihan, serta perluasan skala ekonomi sektor atau sub sektor dengan produktivitas tinggi," tandasnya.

