Kembangkan Keuangan Syariah Perlu Menggenjot Instrumen atau Produknya
Pasardana.id - Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo sepakat bahwa untuk mengembangkan keuangan syariah perlu menggenjot instrumen atau produknya.
Ia sendiri menilai, salah satu strategi penting dalam upaya mengembangkan keuangan syariah di Tanah Air adalah dengan menggarap sektor riil.
“Untuk mengembangkan keuangan syariah, kita sepakat untuk memperbesar kue ekonomi syariah itu sendiri, ini yang perlu digenjot," ujar Perry di Jakarta, Jumat (28/7).
Dijelaskan, dalam mengembangkan keuangan syariah, tidak boleh terjebak dengan hanya memikirkan skema-skema pembiayaan saja, tapi juga bagaimana pemberdayaan ekonomi menjadi pilar utama untuk mengembangkan pasar keuangan syariah.
“Bagaimana produk ekonominya dikembangkan, apakah berbasis pesantren, saudagar muslim, atau sebagainya, termasuk halal tourism, halal food, halal fashion, harus dikembangkan dan menjadi gerakan massal secara nasional. Kue ekonomi kita perbesar, kalau tidak, sulit kita mengembangkan ekonomi syariah," terang Perry.
Ditambahkan, pada 2015, besarnya volume bisnis halal di global mencapai3,84 triliun dolar AS. Pada 2021, diperkirakan akan naik dua kali lipat atau mencapai 6,38 triliun dolar AS.
“Masalahnya, Indonesia adalah yang paling tinggi untuk menggunakannya, belum jadi player-nya. Halal food kita rangking satu sebanyak 1,17 triliun dolar, tapi playernya belum ada. Halal travel and halal fashion, kita nomor lima tapi belum jadi player," tandas dia.
Sebelumnya, peneliti Ekonomi Islam, Yudi Saputra menilai optimalisasi pengelolaan industri halal di Indonesia bisa memberikan kontribusi terhadap keberlangsungan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) secara signifikan.
Dijelaskan, Indonesia dalam data Global Islamic Economy Report tahun 2016-2017 hanya berada pada posisi 10 sebagai produsen industri halal, serta menempati masing-masing posisi 9 dan 8 dalam sektor keuangan syariah dan obat-obatan serta kosmetika.
Padahal, secara keseluruhan total pengeluaran dunia dalam industri halal mencapai 2,97 triliun dolar AS, di antaranya sebanyak 1,9 triliun dolar AS merupakan sumbangan dari sektor makanan atau setara dengan Rp25.270 triliun.
Perkiraan angka itu belum termasuk nilai aset di sektor jasa keuangan syariah yang diproyeksikan mencapai 3,46 triliun dolar AS, dan sebanyak 2,72 triliun dolar AS di antaranya merupakan aset perbankan syariah.
“Data menyatakan bahwa industri makanan halal memiliki pasar yang sangat besar. Malaysia mampu bertengger pada posisi puncak, tapi Indonesia tidak termasuk dari 10 besar produsen industri makanan halal," kata peneliti dari Wiratama Institute ini.
Ditambahkan, apabila target pendapatan negara pada 2016 ditetapkan sebesar Rp1.822 triliun, maka nilai tersebut berada pada kisaran 7,2 persen dari pasar industri makanan halal dunia.
Dengan demikian, jelas dia, apabila Indonesia bisa menguasai 10 persen pasar industri makanan halal dunia, maka penerimaan negara diperkirakan bisa meningkat signifikan.

