Televisi Kabel Asing Perlu Dibatasi
Pasardana.id - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta agar RUU Penyiaran harus bisa menjaga eksistensi dan keberlangsungan industri pertelevisian lokal, sehingga dominasi asing melalui televisi kabel dan digital tidak mematikan industri di dalam negeri.
Ketua Komite Tetap Penyelenggara Jaringan Kadin, Sarwoto Atmostarno yang mewakili Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Telematika, Penyiaran & Research menjelaskan, pihaknya meminta agar Pemerintah dan DPR memastikan bahwa RUU Penyiaran yang tengah digodok DPR bisa menjadi visioner.
"Perlu dibuat rencana strategis penyiaran untuk 25 tahun ke depan dan blue print digital yang komprehensif, seperti mengatur studi keekonomian, Analog Switch Off (ASO), subsidi Set Top Box (STB), standarisasi layanan dan teknologi," katanya di Jakarta, Senin (18/12/2017).
Sementara itu, Ketua Komisi Tetap Kadin Bidang Penyiaran TV dan Radio, David Fernando Audy mengungkapkan, RUU Penyiaran harus memberikan kepastian hukum dan menjamin keberlangsungan kegiatan usaha dari pelaku industri eksisting.
Menurutnya, DPR dan Pemerintah harus mempertimbangkan investasi besar dari lembaga penyiaran TV yang sudah bersiaran hingga puluhan tahun dan telah membuka lapangan kerja, serta membuka peluang bagi vendor dan industri pendukung.
Oleh sebab itu, Kadin berharap agar migrasi dari TV analog ke TV digital dilakukan secara bertahap dan bukan secara disruptif sesuai dengan kesiapan masyarakat," ucapnya.
Selain itu, jelas dia, Kadin juga berharap, Pemerintah dan DPR memperhatikan skala ekonomi dengan jumlah TV yang sudah terlalu banyak, yang saat ini berjumlah 16 stasiun televisi dan agar tidak ditambah lagi.
Hal ini penting, agar industri televisi di Indonesia, khususnya dengan kepemilikan local, bisa tetap sehat dan mampu bersaing dengan pemain media asing.
"Sebenarnya bukan hanya TV content asing, tetapi juga media digital online asing yang rata-rata perusahaan besar dan bermodal kuat," tutur David.
Lebih lanjut, David menyebutkan, saat ini industri televisi menyumbang pendapatan pajak PPN dan PPh mencapai Rp3 triliun - Rp4 triliun per tahun.
Jika jumlah ijin televisi lebih banyak lagi, namun pasar iklan bertumbuh sedikit, maka televisi di Indonesia akan menjadi kecil dan kesulitan permodalan untuk membuat konten berkualitas serta kesulitan menjaga standar kualitas penyiaran ketika bersaing dengan media asing.
Untuk itu, tegas David, Kadin meminta DPR dan Pemerintah untuk memastikan penyelenggaraan penyiaran digital dengan teknologi multiplexing. Pasalnya, penyiaran televisi digital (FTA) yang menggunakan sistem Multi Operator Multipleksing telah memiliki ijin multipleksing.
Sementara itu, terkait ASO, menurut David, pihaknya merekomendasikan waktu pelaksanaan ASO secara serentak dan diberlakukan lima tahun setelah cetak biru disahkan.
"Periode simulcast wajib dilakukan pada saat transisi. Hal ini penting untuk persiapan Lembaga Penyiaran (LP) dan maasyarakat dalam menghadapi ASO," ujarnya.
Adapun pemberantasan program siaran (Piracy) oleh televisi kabel harus diprioritaskan melalui penegakan aturan di tingkat Kominfo, Komisi Penyiaran Indonesia, Kepolisian, Kemenkumham dan Kejaksaan.
"Saat ini semakin meningkat TV Kabel yang diidentifikasikan tanpa izin dan menggunakan satelit asing tanpa landing right serta melakukan redistribusi program siaran tanpa hak siar," ucap David.
Menurut David, kondisi tersebut menyebabkan terjadinya ikilim persaingan usaha yang tidak sehat, sehingga industri Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) tidak bertumbuh, bahkan terpuruk.
"Pemerintah sendiri juga dirugikan, karena terjadi penurunan penerimaan pajak maupun PNBP, seperti biaya BHP penyiaran dan BHP frekuensi. Pelanggaran yang dilakukan oleh TV Kabel OTT asing tersebut sudah masuk dalam pelanggaran pidana," tegasnya.

