Dorong Investasi Sektor Hulu Migas, PP Nomor 79 tahun 2010 di Revisi
Pasardana.id - Guna mendorong investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas), akhirnya pemerintah merevisi PP Nomor 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Perpajakan bagi Industri Hulu Minyak dan Gas Bumi, sehingga akan mendorong investasi dan eksplorasi di sektor ini.
"Berdasarkan kalkulasi, maka nilai keekonomian proyek akan meningkat melalui internal rate of return yang naik dari 11,59 persen menjadi 15,16 persen dengan dukungan pemberian fasilitas perpajakan maupun non-perpajakan terutama pada masa eksplorasi," jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani di acara konferensi pers yang berlangsung di Jakarta, Jumat (23/9/2016).
Dijelaskan, berlakunya UU Migas dan PP 79/2010 waktu itu, insentif assume and discharge telah berubah menjadi mekanisme cost recovery, di mana pajak tidak langsung seperti PPN, PBB, Bea Masuk, dan Pajak Daerah serta Retribusi Daerah yang dibayarkan oleh kontraktor sebagai biaya operasi yang dapat dikembalikan atau cost recoverable.
"Hal itu menjadi kurang menarik bagi investor," kata Sri Mulyani.
Permasalahan lainnya, lanjut dia, adalah tidak ada insentif assume and discharge sehingga kontraktor dihadapkan dengan pajak-pajak yang dibayar pada kegiatan eksploitasi antara lain PPN dan PBB.
Dengan tingkat keberhasilan penemuan migas yang rendah yakni kurang dari 40%, sangat memberatkan kontraktor yang harus menanggung biaya pajak selama tahap eksplorasi apabila gagal menemukan menemukan cadangan migas yang memiliki nilai keekonomian.
"Selain itu, keekonomian proyek semakin menurun karena proyek pengembangan migas makin sulit. Karena pencairan penemuan migas lebih kepada pencarian di laut dalam yang butuh teknologi besar serta pengembangan sumur-sumur yang secara keekonomian tidak menarik, namun harus dikembangkan," terangnya.
Adapun revisi PP 79/2010 tersebut, disesuaikan dengan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Perpajakan, dimana keduanya harus berjalan harmonis.
Selain itu, revisi tersebut juga menjelaskan bahwa kontraktor harus memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan UU atau dapat memilih mengikuti ketentuan yang berlaku atau sesuai dengan kontrak yang berlaku.
"Di dalam UU Perpajakan, kontraktor diberikan fasilitas perpajakan agar menarik insentif bagi investasi untuk menciptakan tingkat rate of return yang secara ekonomis menarik. Insentif fiskal dan nonfiskal bersama, berdasar rezim UU Perpajakan dan rezim UU Migas, mampu menciptakan lingkungan yang kompetitif," jelas Sri.
Ditambahkan, revisi tersebut juga memuat hal baru, yaitu pemerintah dan kontraktor akan secara adil membagi keuntungan maupun beban sehingga lebih mencermikan keadilan manajemen risiko maupun manfaat.

