Boediono : Ada Lima Pelajaran Penting Bagi Bank Sentral Atasi Krisis
Pasardana.id ââÅ¡¬“ Dalam dua dekade terakhir, Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang cukup berat, yakni krisis finansial Asia 1997-1998 dan krisis keuangan global 2008.
Mantan Wakil Presiden Boediono mengungkapkan, di dua masa itu, bank sentral memiliki pekerjaan terhormat dan menjadi lini terdepan.
"Kalau melihat ke belakang, saya tergoda untuk mengatakan bahwa pekerjaan sebagai bank sentral sangat berat, bahkan lebih berat dari jabatan wakil presiden," kata Boediono, saat memberikan pidato dalam seminar internasional bersama di Nusa Dua, Bali, Senin (1/8/2016).
Lebih lanjut, Boediono yang pernah berkarir sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia pada 1997 menyebut, ada lima pelajaran penting bagi bank sentral yang bisa diambil dari penanganan dua krisis tersebut.
Pelajaran pertama adalah datangnya krisis yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak bisa diprediksi sebelumnya, sehingga perlu pengetahuan memadai mengenai penanganan krisis.
"Meskipun keduanya terjadi secara tiba-tiba, namun kita tidak memiliki antisipasi dalam menghadapi krisis 1998. Konsekuensinya, Indonesia terkena dampak paling parah dan membutuhkan waktu lama untuk pulih," katanya.
Pelajaran kedua, jelas dia, mengenai pentingnya respon yang tepat sebelum menghadapi krisis agar tidak memberikan pesan yang salah.
"Pada 1998, banyak data maupun informasi salah yang beredar, sehingga kebijakan yang diambil tidak tepat sasaran, meski kemudian kebijakan itu dikoreksi. Pada 2008, respon tepat dilakukan sejak awal, sehingga dampaknya minimal dan ekonomi cepat pulih," ujar Boediono.
Pelajaran ketiga, lanjut dia, ketika terjadi krisis jangan terlalu mengharapkan koordinasi antar instansi akan berjalan mulus.
"Terdapat kecenderungan mereka akan saling melempar tanggung jawab dan ketika mengambil keputusan terkesan meminimalkan risiko politik, karena takut menjadi target bila kebijakan itu salah," ujar Boediono.
Pelajaran keempat, pengalaman dalam mengambil kebijakan sangat penting terutama ketika terjadi krisis, tapi sangat sedikit pemimpin yang berpengalaman dalam menghadapi kondisi serupa.
"Ketika krisis pertama, tidak ada yang pernah mengalami pengalaman krisis sebelumnya, sehingga kebijakan diambil berdasarkan pengalaman internasional dari lembaga multilateral. Pada krisis kedua, kami mulai belajar dari krisis sebelumnya," kata Boediono.
Pelajaran kelima, tutur dia, pentingnya dukungan iklim politik yang kuat untuk implementasi kebijakan ekonomi yang lebih efektif.
"Pada krisis kedua, politik dalam kondisi yang lebih baik dari 1998, sehingga dalam kurun waktu sembilan bulan ekonomi dalam kondisi on track," tandasnya. (Sumber : Antara)

