Pemerintah Belum Serius Perbaiki LKPP
Pasardana.id - Pemerintah pusat dapat memperbaiki laporan keuangannya (LKPP) dengan membentuk satuan tugas (satgas) yang bisa mengendalikan internal, manajemen proyek, dan akutansi pemerintah. Jadi, laporan keuangan bisa diperoleh dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Salah satu perbaikan terpenting menuju WTP adalah menguatkan sistem pengendalian internal terkait pelaporan keuangan atau Internal Control over Financial Reporting (ICFR)," kata Partner Deloitte, Humbul Kristiawan di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Satgas ini melakukan analisa temuan, analisa akar masalah, menyusun rencana aksi perbaikan, dan menguji efektivitas hasil perbaikan. Namun, akar permasalahan harus ditemukan terlebih dahulu sebelum bisa memformulasikan langkah perbaikan.
"Langkah perbaikan untuk temuan yang akar permasalahannya di lingkungan pengendalian yang tidak efektif berbeda dengan langkah perbaikan untuk temuan yang akar permasalahannya di kegiatan pengendalian," ujarnya.
Sebelumnya, opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) diperoleh pemerintah pusat atas laporan keuangan 2015. Karena, beberapa salah saji material masih ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Salah saji yang dimaksud seperti ketidaksesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kelemahan sistem pengendalian internal, dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Sistem pengendalian yang baik diharapkan angka-angka di laporan keuangan secara wajar," ujarnya.
Sebanyak enam temuan diperoleh BPK dalam LKPP 2015 yakni;
- Ketidakkonsisten penerapan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) terkait pencatatan Penyertaan Modal Negara (PMN) PLN
- Ketidakwajaran harga jual eceran minyak solar bersubsidi yang lebih tinggi dari harga dasar sehingga membebani konsumen sebesar Rp 3,19 triliun.
- Ketidaklengkapan dokumen atas pencatatan piutang bukan pajak sebesar Rp 1,82 triliun, uang pengganti perkara tipikor pada kejaksaan RI sebesar Rp 33,94 miliar dan ketidaksesuaian piutang Kementerian ESDM dengan hasil konfirmasi wajib usaha sebesar Rp 101,34 miliar.
- Ketidaklengkapan dokumentasi atas nilai persediaan di Kementerian Pertahanan sebesar Rp 2,49 triliun dan ketidaklengkapan dokumentasi atas nilai persediaan untuk diserahkan ke masyarakat di Kementerian Pertanian sebesar Rp 2,33 triliun.
- Ketidakakuratan pencatatan dan penyajian Saldo Anggaran Lebih (SAL) dibandingkan dengan fisik sebesar Rp 6,6 triliun.
- Ketidaklengkapan dokumentasi atas koreksi-koreksi pemerintah yang mengurangi nilai ekuitas sebesar Rp 96,53 triliun dan transaksi antar entitas sebesar Rp 53,34 triliun.
Humbul meneruskan, sistem follow up juga harus ditingkatkan pemerintah dari audit pada tahun-tahun sebelumnya. Sebanyak 61 masalah dengan 218 rekomendasi ditemukan dari hasil audit LKPP 2007-2014.
"Pemerintah baru menindaklanjuti 28% dari 61 masalah dan 72% atau 218 rekomendasi masih dalam proses penyelesaian sampai akhir 2015," tandasnya.

