Ini Dia 8 Poin Penting Hadirnya UU PPKSK Dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan

foto : istimewa

Pasardana.id - Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo mengungkapkan, setidaknya ada delapan poin penting dari disahkannya Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.

"(Pertama) Pembuatan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) untuk memperkuat koordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)," kata Gubernur BI, Agus Martowardojo, di Gedung BI, Jalan MH Thmarin, Jakarta Pusat, Senin (30/5/2016).

Kedua, jelas Agus, adanya UU PPKSK akan memperkuat fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan khususnya bank berdampak sistemik atau Domestic Systemically Important Bank (DSIB). Ketiga, adanya penguatan prinsip bail in dalam menyelesaikan masalah bank berdampak sistemik.

"Keempat, penyediaan pinjaman likuiditas jangka pendek didukung agunan berkualitas tinggi bagi bank yang butuh likuiditas. Kelima, penanganan sedini mungkin oleh OJK dan LPS bila ada bank berdampak sistemik yang mengalami masalah solvabilitas," jelas dia.

Selain itu, dalam UU PPKSK, penguatan permasalahan solvabilitas bank oleh LPS yang diperkuat. LPS dimungkinkan menerapkan konsep Bridge Bank (BB) dan Purchase and Assumption (P&A) untuk menangani permasalahan solvabilitas sehingga penggunaan dana LPS dapat diminimalkan.

"Ketujuh, pemberian kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan kondisi krisis yang disarankan oleh KSSK dan pembentukan badan restrukturisasi bank. Serta terakhir (delapan), perlindungan hukum yang memadai sepanjang tidak mencederai kewenangan yang diberikan," tegas Agus.

PPKSK Tidak bisa Berjalan Sendiri

Meskipun demikian, Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono menilai, pelaksanaan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) tidak bisa berjalan sendiri. Aturan ini harus didukung oleh undang-undang lainnya yang berkaitan.

"Makanya selain kita membuat undang-undang PPKSK kita juga harus benahi undang-undang lain. Tapi sebelum benahi undang-undang yang lain kita harus membuat dulu cetak biru (blueprint) mengenai sistem keuangan kita secara keseluruhan," kata Sigit.

Dirinya menambahkan, diperlukan penyesuaian terhadap undang-undang yang telah ada sebelumnya. Hal ini untuk memperjelas tugas masing-masing lembaga yang bertanggung jawab terhadap PPKSK seperti undang-undang OJK, Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Kita juga harus ada penyesuaian. Misal dengan lahirnya Undang-Undang OJK maka Undang-Undang BI harus diamandemen lagi. Dan dengan adanya PPKSK ini, maka Undang-Undang LPS juga harus diperbaiki. Demikian juga Undang-Undang OJK dan undang-undang perbankan," jelas dia.

Penyesuaian aturan, lanjut Sigit, dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih kewenangan. Selain itu, perbaikan aturan yang sudah ada akan memberi review aturan yang belum dicantumkan di UU PPKSK.