ANALIS MARKET (04/8/2025): Ada Potensi Peningkatan Volatilitas Harga SBN Berdenominasi Rupiah
Pasardana.id – Riset harian fixed income BNI Sekuritas menyebutkan, harga Surat Utang Negara (SUN) ditutup melemah pada sesi perdagangan terakhir di pekan lalu.
Berdasarkan data dari PHEI, yield SUN Benchmark 5-tahun (FR0104) naik sebesar 3 bps menjadi 6,17%, dan yield SUN Benchmark 10-tahun (FR0103) tidak berubah di level 6,56%.
Data Bloomberg menunjukkan yield curve SUN 10-tahun (GIDN10YR) naik sebesar 1 bp ke level 6,58%.
Volume transaksi SBN secara outright traded tercatat sebesar Rp27,0 triliun kemarin, lebih rendah dari volume transaksi di hari sebelumnya yang tercatat sebesar Rp33,6 triliun.
FR0096 dan FR0103 menjadi dua seri teraktif di pasar sekunder, dengan volume transaksi masing - masing sebesar Rp4,5 triliun dan Rp3,8 triliun.
Sementara itu, volume transaksi obligasi korporasi secara outright tercatat sebesar Rp2,8 triliun.
Laporan Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan jual neto oleh investor asing sebesar Rp16,24 triliun berdasarkan data transaksi untuk periode 28-31 Juli 2025.
Flow tersebut berasal dari jual neto sebesar Rp12,60 triliun di pasar SRBI, Rp2,27 triliun di pasar saham, dan Rp1,37 triliun di pasar SBN.
Berdasarkan data setelmen per 31 Juli 2025, selama tahun 2025 nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp59,07 triliun di pasar SBN, serta jual neto sebesar Rp77,39 triliun di pasar SRBI dan Rp58,69 triliun di pasar saham.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juli 2025 mengalami inflasi sebesar 0,30% (mtm), dengan tingkat inflasi tahunan tercatat sebesar 2,37% (yoy).
Laju inflasi inti tercatat sebesar 0,13% (mtm), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 0,07% (mtm).
Secara tahunan, inflasi inti mencapai 2,32% (yoy), sedikit menurun dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,37% (yoy).
Data Bloomberg menunjukkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS melemah sebesar 0,35%, bergerak dari level Rp16.456/US$ di hari Kamis menjadi Rp16.513/US$ di hari Jumat.
Dari eksternal, US Bureau of Labor Statistics (BLS) melaporkan bahwa nonfarm payrolls di AS meningkat sebesar 73 ribu pada Juli 2025, jauh di bawah ekspektasi sebesar 110 ribu oleh para ekonom yang disurvei Reuters.
Angka bulan Juni direvisi turun tajam dari semula 147 ribu menjadi hanya 14 ribu, sementara data bulan Mei juga dipangkas sebesar 125 ribu.
Secara keseluruhan, revisi tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketenagakerjaan pada Mei dan Juni tercatat 258 ribu lebih rendah dari laporan sebelumnya—mengindikasikan bahwa kondisi pasar tenaga kerja mungkin mulai mendingin lebih cepat dari yang diperkirakan.
Sementara itu, unemployment rate AS meningkat dari 4,1% pada bulan Juni menjadi 4,2% per akhir Juli.
Per posisi Jumat, terjadi peningkatan demand terhadap instrumen US Treasuy (UST).
Yield curve UST 5-tahun turun sebesar 19bp dari hari sebelumnya menjadi 3,77% dan yield curve UST 10-tahun turun sebesar 14bp menjadi 4,23%.
Penurunan tajam yield UST tersebut diiringi dengan peningkatan level Credit Default Swap (CDS) 5-tahun Indonesia sebesar 3bp menjadi 75bp.
Penurunan yield UST yang diiringi dengan peningkatan CDS umumnya menggambarkan flight to safe haven dan berkurangnya risk appetite investor.
Secara week-over-week, yield curve UST 10-tahun mencatatkan penurunan sebesar 17bp.
Sementara itu, CDS 5-tahun Indonesia meningkat sebesar 3bp dan Rupiah melemah terhadap US$ sebesar 1,18%.
Sejalan dengan sentimen yang cenderung negatif, yield curve SUN 10-tahun mencatatkan peningkatan mingguan sebesar 6bp menjadi 6,58%.
“Dengan mempertimbangkan kondisi pasar di atas, BNI Sekuritas melihat potensi peningkatan volatilitas harga untuk instrumen SBN berdenominasi Rupiah. BNI Sekuritas memperkirakan weekly range untuk yield SUN 10-tahun pada periode 4 – 8 Agustus di kisaran 6,48-6,68%. Berdasarkan valuasi yield curve, BNI Sekuritas memperkirakan bahwa obligasi berikut akan menarik bagi para investor: FR0084, FR0042, FR0096, FR0106,” sebut Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas, Amir Dalimunthe dalam riset Senin (04/8).

