Redam Inflasi, Menkeu Sebut Pemda Bisa Gunakan Dana Tak Terduga Rp14 Triliun
Pasardana.id - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa pemerintah daerah (pemda) memiliki kemampuan menekan tingkat inflasi dengan menggunakan dana tak terduga yang ada di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022 yang saat ini mencapai Rp 14 triliun.
"Di dalam APBD, ada dana tak terduga sekitar Rp14 triliun, sekarang ini baru digunakan sekitar Rp1,8 triliun. Sekarang ini sudah Agustus, sehingga itu harusnya bisa digunakan daerah secara aktif," ujarnya.
Dalam Rapat Kerja bersama Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Kamis, (25/8), Menkeu Sri Mulyani mengatakan, jumlah dana tak terduga itu diketahui setelah Presiden Joko Widodo memanggil seluruh pimpinan Kepala Daerah mulai dari Bupati, Wali Kota, Gubernur selaku ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di wilayah administrasi masing-masing ke Istana Kepresidenan beberapa waktu lalu.
Selain itu, sejumlah pihak dari kementerian pusat yang masuk ke dalam Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) juga dipanggil agar muncul sinergi mengatasi inflasi yang belakangan mengalami peningkatan.
"Kemarin, baru saja kita rapat di Istana Kepresidenan, Bapak Presiden mengundang seluruh Bupati, Wali Kota, dan Gubernur beserta tim dari pengendalian inflasi pusat, supaya kita bekerja sama," katanya.
Sri Mulyani mengatakan, pemanfaatan dana tak terduga APBD itu, mesti dilakukan secara aktif untuk menekan peningkatan inflasi.
Dana tersebut dapat digunakan untuk melakukan stabilisasi harga atau tarif bahan pangan, hingga mengendalikan biaya distribusi dan transportasi pengangkutnya.
Pemanfaatan dana tak terduga APBD itu, kemudian diatur dalam Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 500/4825/SJ tentang Penggunaan Belanja Tak Terduga dalam rangka Pengendalian Inflasi di Daerah. Surat tersebut diterbitkan pada 19 Agustus 2022.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti mengungkapkan, sejauh ini komponen inflasi yang menjadi sorotan Indonesia adalah volatile food.
Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi volatile food telah mencapai 11,47 persen (yoy) dan memberi andil 1,92 persen (yoy) pada inflasi umum.
Kenaikan inflasi itu disebabkan oleh melonjaknya harga pangan sejalan dengan krisis pangan yang terjadi di tingkat dunia.
Indonesia, sebut Destry, berupaya untuk mengendalikan dan menurunkan tingkat inflasi volatile food ke level 6 persen di tahun ini.
"Kalau inflasi pangan ini tidak bisa diatasi, ini akan berpengaruh pada inflasi inti. Ini kita berusaha untuk tidak terjadi," tegasnya.

