Investasi Pada GOTO Disebut Serupa Skema Ponzi
Pasardana.id - Pernyataan PT Goto Gojek Tokopedia Tbk (IDX: GOTO) dalam prospektus IPO yang mengaku mungkin tidak akan membukukan profitabilitas menjadikan berinvestasi pada saham emiten teknologi ini disebut sebagian kalangan tak ubahnya investasi skema Ponzi.
Seperti yang disampaikan Managing Director Center of Economic, Anthony Budiawan yang mengatakan bahwa model bisnis saham GOTO serupa dengan praktek Ponzi, dimana praktek tersebut dinyatakan sebagai kejahatan investasi yang merugian investor terakhir yaitu publik, daripada investor awalnya.
“Goto menciptakan Indonesian Roulette. Investasi di Goto mirip dengan skema Ponzi. Menurut Security Exchange Commision (SEC) bahwa skema Ponzi ini adalah kejahatan investasi,” kata dia kepada media, Kamis (2/6/2022).
Ia beralasan, GOTO akan membayar investor dengan pendanaan investor baru.
“Investasi Telkomsel di Gojek itu bukan masalah untung dan ruginya, tapi bagaimana secara etika, moral dan legal,” tegas dia.
Ia menjabarkan, dilihat dari laporan keuangan GOTO, tahun 2018 mencatat rugi Rp11,7 triliun, 2019 rugi Rp24 triliun, 2020 masih rugi Rp16 triliun.
"Jadi intinya ini masih rugi," ujarnya.
Sementara pendapatan bersih perseroan masih Rp2,3 triliun, sementara promosi dan pemasaran senilai 14 triliun, dan beban umum dan administrasi melebihi pendapatan.
Lebih lanjut ia menilai, di tahun 2020, kinerja perseroan tampak meningkat. Hal ini dikarenakan di tahun tersebut disebabkan oleh pandemi yang membuat orang-orang banyak menggunakan Gojek dan Tokopedia.
“Karena rugi terus, maka perusahaan tidak dapat memberikan jaminan bahwa perusahaan akan dapat mempertahankan tingkat pertumbuhan dan mencapai profitabilitas,” jelas dia.
Ia merasa aneh, Tokopedia yang sudah berumur 12 tahun dan Gojek yang sudah beroperasi 7 tahun tidak mampu memprediksi profitabilitas.
“Jadi ini sangat beresiko sekali bagi publik untuk berinvestasi, sebab membayar investor dengan pendanaan dari investor baru. Artinya, investor bisa dapet untung dari investor yang beli saham GOTO dan kemudian investor tadi harus bisa menjual dengan harga yang lebih tinggi lagi dan seterusnya dan seterusnya, hingga akhirnya kolaps dan menimbulkan kerugian massal,” papar Anthony.

