Pesangon Tak Kunjung Dibayar, Ribuan Eks Karyawan Merpati Mengadu ke Jokowi
Pasardana.id - Lebih dari 1.000 mantan karyawan PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) mengadukan nasibnya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait hak-hak uang pesangon dan uang pensiun yang belum dibayarkan selama 6 tahun sejak diberhentikan pada 2016 lalu.
"Kami memohon dengan sangat, perhatian serta pertolongan Bapak Presiden untuk membantu dapat segera dibayarkannya hak pesangon kami yang sejak tahun 2016 belum tuntas diselesaikan oleh PT Merpati sebagai perusahaan milik negara," ucap Ketua Paguyuban Pilot Eks Merpati (PPEM), Capt. Anthony Ajawaila dalam konferensi pers, Rabu (23/6/2021).
Disampaikan Anthony, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memberhentikan operasional PT Merpati Nusantara Airlines pada 2014 lalu. Namun pesongan karyawan belum dilunasi hingga saat ini.
Dia mengatakan terdapat ribuan karyawan eks MNA yang hak-hak normatifnya belum dipenuhi. Hal itu berupa cicilan kedua uang pesangon dari 1.233 pegawai sejumlah Rp 318,17 Miliar serta nilai hak manfaat pensiun berupa solvabilitas (Dapen MNA dalam Likuidasi) dari 1.744 Pensiunan, sebesar Rp 94,88 Miliar.
"Untuk diketahui pada 1 Februari 2014, PT Merpati Nusantara berhenti beroperasi dan menyebabkan adanya penundaan hak-hak normatif 1.233 karyawan," ujar Anthony.
"Kami sudah menempuh berbagai upaya sejak 2016 tetapi hingga kini tidak ada kepastian kapan hak pesangonnya akan dibayarkan. Sedangkan masing-masing eks-pegawai berharap uang pesangon akan dinikmati di masa pensiun, maupun untuk melanjutkan keberlangsungan hidup keluarganya," lanjutnya.
Karena itu, Sambung Anthony, perusahaan pada 22 Februari 2016 mengeluarkan Surat Pengakuan Utang atau SPU dengan memberikan sebagian hak normatif kepada karyawan kurang lebih sebesar 30 persen dengan dijanjikan penyelesaiannya hingga Desember 2018.
Meski begitu, SPU dimaksud berubah menjadi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada 14 November 2018 di Pengadilan Niaga Surabaya dengan syarat Merpati harus beroperasi untuk menyelesaikan hak-hak dan tanggung jawab tersebut.
Sementara, anggota PPEM Capt M Masykoer menuturkan, dalam Surat Terbuka Kepada Presiden, PPEM juga menyampaikan apabila akhirnya harus ditutup atau dilikuidasi oleh negara, maka seluruh ex Karyawan Merpati juga tidak memiliki daya dan kuasa untuk mencegahnya.
Namun, hendaknya MNA sebagai BUMN tidak lalai dalam kewajibannya memenuhi hak-hak ex. pegawainya.
"Janganlah kami diperlakukan seperti kata pepatah ‘Habis manis, Sepah dibuang’. Kami memohon dengan sangat, perhatian serta pertolongan Bapak Presiden untuk membantu dapat segera dibayarkannya hak pesangon, begitupun hak Pensiun kami yang sampai saat ini tidak ada kepastiannya," pungkasnya.
"Kami memohon dengan sangat, perhatian serta pertolongan Bapak Presiden untuk membantu dapat segera dibayarkannya hak pesangon kami yang sejak tahun 2016 belum tuntas diselesaikan oleh PT Merpati sebagai perusahaan milik negara," ucap Ketua Paguyuban Pilot Eks Merpati (PPEM), Capt. Anthony Ajawaila dalam konferensi pers, Rabu (23/6/2021).
Disampaikan Anthony, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memberhentikan operasional PT Merpati Nusantara Airlines pada 2014 lalu. Namun pesongan karyawan belum dilunasi hingga saat ini.
Dia mengatakan terdapat ribuan karyawan eks MNA yang hak-hak normatifnya belum dipenuhi. Hal itu berupa cicilan kedua uang pesangon dari 1.233 pegawai sejumlah Rp 318,17 Miliar serta nilai hak manfaat pensiun berupa solvabilitas (Dapen MNA dalam Likuidasi) dari 1.744 Pensiunan, sebesar Rp 94,88 Miliar.
"Untuk diketahui pada 1 Februari 2014, PT Merpati Nusantara berhenti beroperasi dan menyebabkan adanya penundaan hak-hak normatif 1.233 karyawan," ujar Anthony.
"Kami sudah menempuh berbagai upaya sejak 2016 tetapi hingga kini tidak ada kepastian kapan hak pesangonnya akan dibayarkan. Sedangkan masing-masing eks-pegawai berharap uang pesangon akan dinikmati di masa pensiun, maupun untuk melanjutkan keberlangsungan hidup keluarganya," lanjutnya.
Karena itu, Sambung Anthony, perusahaan pada 22 Februari 2016 mengeluarkan Surat Pengakuan Utang atau SPU dengan memberikan sebagian hak normatif kepada karyawan kurang lebih sebesar 30 persen dengan dijanjikan penyelesaiannya hingga Desember 2018.
Meski begitu, SPU dimaksud berubah menjadi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada 14 November 2018 di Pengadilan Niaga Surabaya dengan syarat Merpati harus beroperasi untuk menyelesaikan hak-hak dan tanggung jawab tersebut.
Sementara, anggota PPEM Capt M Masykoer menuturkan, dalam Surat Terbuka Kepada Presiden, PPEM juga menyampaikan apabila akhirnya harus ditutup atau dilikuidasi oleh negara, maka seluruh ex Karyawan Merpati juga tidak memiliki daya dan kuasa untuk mencegahnya.
Namun, hendaknya MNA sebagai BUMN tidak lalai dalam kewajibannya memenuhi hak-hak ex. pegawainya.
"Janganlah kami diperlakukan seperti kata pepatah ‘Habis manis, Sepah dibuang’. Kami memohon dengan sangat, perhatian serta pertolongan Bapak Presiden untuk membantu dapat segera dibayarkannya hak pesangon, begitupun hak Pensiun kami yang sampai saat ini tidak ada kepastiannya," pungkasnya.

