ANALIS MARKET (31/5/2021) : Pasar Obligasi Berpotensi Menguat Terbatas

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi masih mengalami penguatan, tapi terlihat rapuh.

Ditengah situasi dan kondisi akan pemulihan ekonomi yang akan terjadi, pelaku pasar dan investor akan menanti data inflasi yang akan keluar pada awal bulan seperti biasa.

Dan kali ini, data inflasi diperkirakan akan mengalami kenaikkan, yang dimana itu artinya ada 2 sisi yang harus kita perhatikan.

Sisi pertama adalah bahwa kenaikkan inflasi sebagai sebuah gambaran yang baik, karena tentu saja pemulihan ekonomi mulai terjadi. Membaiknya daya beli, memberikan sebuah gambaran bahwa masyarakat mulai tidak lagi menunda konsumsinya, yang mendorong aktivitas perekonomian mulai kembali bangkit.

Sisi yang kedua, tentu kenaikkan inflasi ini bersifat hanya sementara, namun bagi negara berkembang seperti Indonesia, inflasi dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dan saat ini, inflasi di Amerika juga sedang mencari perhatian pemirsa, pasalnya nih gegara inflasi mengalami kenaikkan, maka ada pembicaraan lebih awal terkait dengan diskusi The Fed mengenai pengurangan pembelian obligasi.

Ini justru akan menjadi salah satu perhatian, apakah The Fed akan membahas hal tersebut atau tidak. Dan seperti yang sudah kita bahas beberapa waktu yang lalu, bahwa Powell masih enggan untuk membahas pengurangan pembelian obligasi tersebut.

Nah ini akan menjadi sebuah tekanan pemirsa, sejauh mana pasar obligasi kita mampu bertahan untuk terus melanjutkan penguatan meskipun secara perlahan tapi masih bisa untuk bangkit kembali.

Secara jangka pendek pasar obligasi masih memberikan ruang untuk mengalami penguatan, namun untuk jangka menengah dan panjang, masih dibutuhkan waktu yang cukup untuk membentuk fundamental yang kuat untuk mengalami kenaikkan.

Lebih lanjut, analis Pilarmas menilai, diperdagangan Senin (31/5) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka menguat dengan potensi menguat terbatas.

“Kami merekomendasikan wait and see,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Senin (31/5/2021).

Adapun cerita di pagi hari ini akan kita awali dari;

1.RENCANA ITU SUNGGUH NYATA!

Setelah sebelumnya kita sempat membahas pemirsa mengenai rencana Biden untuk mencari pendapatan dengan menaikkan pajak, kali ini Biden sudah menyampaikan secara garis besar rencana yang ingin di buat menjadi nyata. Kenaikkan pajak yang di rencanakan oleh Biden diperkirakan akan memberikan pendapatan sebesar $3.6 triliun dalam kurun waktu 10 tahun mendatang. Kementrian Keuangan Amerika mengatakan pada hari Jumat kemarin, bahwa dengan pendapatan sebesar itu dari pajak yang diperkirakan nilainya hampir $4 triliun, Yellen berharap bahwa pemerintah dapat menggunakan uang itu untuk memperbaiki perekonomian Amerika. Semua rencana kenaikkan pajak yang akan dijalankan akan tertuang di dalam Greenbook, sebuah laporan dimana didalamnya ada rencana pendapatan dari pajak sebesar $6 triliun hingga tahun 2022 mendatang. Greenbook ini merupakan salah satu tolok ukur bagi pemerintah Amerika untuk dapat menyakinkan berbagai pihak, ketika rencana Biden untuk mewujudkan banyak hal tersebut ternyata bukanlah omong kosong, karena ada pendapatan yang akan digunakan untuk mewujudkan hal tersebut. White House diperkirakan akan menggunakan dana sebesar $ 4 triliun tersebut untuk menjalankan rencana American Jobs Plan dan American Families Plan yang akan di bayar penuh dalam kurun waktu 15 tahun. Memang sehebat apa sih itu Greenbook yang dimaksud? The Greenbook yang belum pernah dirilis sejak pemerintahan Presiden Barrack Obama merupakan sebuah gambaran besar terkait dengan pajak dan pendapatan yang didukung penuh oleh pemerintah. Document tersebut mencakup seluruh laporan proposal Biden, termasuk didalamnya pajak perusahaan untuk pendapatan global, kenaikkan pajak atas capital gain, dan keringanan pajak bunga untuk fund manager. Hal tersebut semua dituang dengan baik didalam rencana pengeluaran jangka panjang Joe Biden. Tarif pajak penghasilan akan turun dari target sebelumnya yang sebesar 37% menjadi 39.6% mulai tahun 2022 mendatang. Pasangan yang telah menikah yang memiliki penghasilan $509.300, atau single yang memiliki penghasilan $452.700 atau sebuah kepala keluarga yang menghasilkan $481.000 akan terpengaruh oleh kenaikkan pajak tersebut. The Greenbook akan memasukkan proposal kredit pajak yang dianggap penting oleh anggota parlement Demokrat. Pemerintah juga akan terus melakukan perpanjangan kredit pajak untuk anak anak yang diperluas hingga 2025 mendatang serta pemanfaatan terhadap energi hijau dan kendaraan listrik. Berbagai document pendukung tersebut tengah dipersiapkan oleh Demokrat dan tentu saja akan menjadi titik awal bagi Demokrat untuk mengubah rancangan tersebut menjadi undang undang. House Ways and Means Chairman, Richard Neal dan Senate Finance Committee Chair Ron Wyden telah bersiap untuk memilih, mana saja yang akan di masukkan ke dalam Undang Undang pada akhir tahun ini. Didalam proposal tersebut, Biden mengatakan bahwa di dalam proposal ada pajak untuk bisnis tambahan sebesar 10 tahun ke depan dari perubahan yang telah dilakukan, khususnya menaikkan pajak minimum yang harus dibayarkan oleh perusahan perusahaan Amerika yang memiliki pendapatan global, sehingga hal tersebut dapat mengurangi cara perusahaan untuk mengalihkan keuntungannya. Well, ini akan menjadi sesuatu yang menarik pemirsa, ketika suatu rencana memiliki kemampuan untuk mewujudkannya, tentu ini akan menjadi salah satu mimpi besar yang akan terwujud kedepannya. Yuk kita nantikan, apakah rencana tersebut bisa menjadi sebuah Undang Undang atau tidak untuk membuat Amerika menjadi semakin yang terdepan apabila rencana tersebut berhasil. Dan ketika Amerika menjadi yang terdepan, tentu saja, Indonesia akan berada di belakangnya sebagai mitra dagang yang saat ini berada dalam posisi strategis karena mendapatkan GST dari Amerika.

2.INFLASI, ADA APA DENGANMU?

Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, masalah inflasi ini, cepat atau lambat tentu harus kita bahas. Ketika perekonomian pulih, tentu saja inflasi akan menjadi salah satu yang harus diperhatikan, namun apabila perekonomian tidak pulih, inflasi sendiri juga tidak akan mungkin mengalami kenaikkan. Tentu kita berharap bahwa pemulihan ekonomi akan jauh lebih penting, meskipun ada dampak inflasi mengalami kenaikkan dan kami melihat hal tersebut hanyalah sementara. Wakil Ketua Fed, Randal Quarles dan Richard Clarida mengatakan bahwa pembuat kebijakan dapat memulai diskusi terkait dengan pengurangan pembelian nilai obligasi. Clarida mengatakan bahwa Consumer Prices telah mengalami kenaikkan dari yang ditargetkan oleh The Fed yang dimana ternyata mengalami kenaikkan 3.6% dari tahun sebelumnya, sebuah lompatan besar sejak 2008. Meskipun tentu saja, beberapa pejabat The Fed lainnya mengatakan bahwa tidak ada rencana apapun untuk melakukan pengurangan tersebut sekarang. Karena memang, sebagai dampak dari pemulihan ekonomi, kami melihat bahwa kenaikkan inflasi ini hanyalah sementara, namun secara fundamental tentu saja masih dapat dikatakan rapuh. Butuh ekonomi yang solid untuk bisa mengatakan bahwa pemulihan ekonomi itu telah terjadi. Meningkatnya konsumsi oleh masyarakat, membuat harga mengalami kenaikkan, sehingga tentu saja hal tersebut membuat inflasi akan mengalami kenaikkan dalam waktu dekat. Mantan Gubernur The Fed mengatakan bahwa inflasi akan berada di kisaran 2.5% pada tahun ini atau bisa saja lebih tinggi, namun sebagian besar hanya bersifat sementara. Dirinya mengatakan bahwa saat ini dibutuhkan management resiko yang baik untuk menghindari ekspektasi inflasi yang berubah. Sejauh ini kekhawatiran masih mendominasi, namun kami melihat seperti apapun data yang digunakan, belum ada data yang bisa memberikan secara gamlang dalam bentuk history bagaimana ini akan berakhir. Karena situasi dan kondisi ini merupakan yang pertama terjadi di seluruh dunia, sehingga dibutuhkan pendekatan yang berbeda untuk bisa mengetahui dengan pasti bagaimana ukuran yang tepat untuk mengukur situasi dan kondisi saat ini. Karena apabila The Fed mengurangi kebijakan lebih awal, begitupun dengan kebijakan fiscal, kami khawatir bahwa pemulihan justru dapat kembali terganggu. Pembelian obligasi yang selama ini dilakukan oleh The Fed merupakan salah satu tools yang paling flexible yang dimiliki oleh The Fed, karena ukurannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Sejauh ini pertanyaannya sederhana, apa yang akan dilakukan oleh The Fed dengan tingkat resiko sejauh mana yang dapat di toleransi terkait dengan proyeksi dan perkembangan ekonomi. Karena The Fed tidak boleh salah memprediksi pemulihan ekonomi yang sedang terjadi saat ini. Pengurangan pembelian obligasi yang belum saatnya dapat memperburuk situasi dan kondisi keuangan dan pemulihan, oleh sebab itu antara inflasi, ketenagakerjaan, dan proses pemulihan harus dicermati dengan betul kapan titik equilibrium dapat terjadi.