Imbal Hasil Treasury AS Tekan IHSG

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam satu bulan belakangan ini mengalami fenomena penurunan hingga menyentuh level 5.900 an.

Hal itu ditenggarai karena sentimen kenaikan imbal hasil treasury Amerika Serikat (AS).

Hal itu disampaikan Mantan Direktur Bursa Efek Jakarta, Hasan Zein melalui media sosialnya, Rabu (21/4/2021).

“Jadi, kenaikan yield Treasury memukul BEI dari dua arah. Net sell asing yang berkepanjangan, dan tekanan terhadap kinerja emiten penggerak indeks,” kata dia.

Ia menjelaskan, imbal hasil  treasuries di AS merupakan persoalan krusial bagi kebijakan moneter dan fiskal Indonesia.

Pasalnya, setiap kenaikan imbal hasil  yang tajam hingga ke level 1,599 persen untuk 10 tahun akan mengerek imbal hasil surat berharga negara dan surat utang swasta, meningkatkan biaya dana dan memicu keluarnya dana asing.

Capital outflows pada gilirannya akan menekan rupiah, menekan kinerja bank-bank papan atas. Bank-bank papan atas (masih) merupakan motor  penggerak IHSG,” jelas dia. 

Sementara itu, BI memberi sinyal tidak akan menaikkan tingkat bunga sampai 2022. Mengikuti sinyal The Fed yang tidak akan menaikkan FFR sampai 2023.

The Fed juga menaikkan target inflasi ke 2,2 persen dan target pengangguran 4,5 persen.

Selain  itu, bank sentral Indonesia juga mempertahankan tingkat bunga acuan, 7DRR pada 3,5 persen dan menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari semula 4,3 persen - 5,3 persen menjadi 4,1 persen - 5,1 persen

Prediksi tersebut, sejalan dengan prediksi IMF dalam rilis World Economic Outlook yang paling akhir. Oleh IMF, prediksi ekonomi global diperkirakan 5,7 persen.

Prediksi ekonomi Amerika Serikat direvisi ke atas menjadi 6,5 persen. Ekonomi Indonesia direvisi ke bawah, 4,3 persen. Di ASEAN, Indonesia berada di bawah Vietnam, Pilipina dan Malaysia. 

Menariknya, Hasan Zein melihat ada sinyal positif dari indikator ekonomi Indonesia. Misalnya, ekspor meningkat cukup tinggi, pengeluaran pemerintah meningkat. Indeks PMI memperlihatkan optimisme para pengusaha terhadap kegiatan ekonomi ke depan. Adapun belanja ritel juga mulai pulih.

“Tapi, entah kenapa konsumsi rumah tangga, yang memberikan kontribusi terbesar terhadap kue ekonomi (PDB) masih jalan di tempat,” kata dia.