ANALIS MARKET (08/02/2021) : IHSG Berpeluang Bergerak Menguat

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pada perdagangan hari Jumat, 05/02/2021, IHSG ditutup menguat sebesar 44 poin atau sebesar 0.73% menjadi 6.151. Sektor pertambangan, property, perdagangan, perkebunan, industri dasar, keuangan, industri konsumsi, infrastruktur bergerak positif dan menjadi kontributor terbesar pada kenaikan IHSG kemarin. Sementara investor asing mencatatkan penjualan bersih sebesar 187 miliar rupiah.

Adapun cerita di awal pekan ini akan kita awali dari;

1.PERJUANGAN UNTUK $ 1.9 TRILIUN

Memang benar, tidak ada yang mudah apabila kita membicarakan perjuangan stimulus sebesar $ 1.9 triliun yang tengah diperjuangkan oleh Biden dan Yellen. Presiden Biden dan para pendukungnya mengatakan bahwa perekonomian secara keseluruhan membutuhkan bantuan untuk melawan wabah virus corona. Beberapa ekonom yang ahli dibidangnya kemarin mengajukan beberapa pertanyaan terakhir khususnya terkait dengan nilai ukuran sebuah paket. Beberapa dari mereka mengatakan bahwa mereka tidak setuju apabila stimulus terlalu besar, karena adanya potensi yang akan terjadi lebih banyak dalam segala hal. Implikasinya bisa saja ke bidang ekonomi, nilai inflasi yang jauh lebih cepat dan menciptakan bubble bagi pasar saham. Dan tentu saja secara politis, stimulus tersebut dapat mengurangi keinginan Kongres yang dimana secara tindakan fiscal lebih memprioritaskan untuk menangani permasalahan jangka panjang seperti infrastructure dan perubahan iklim. Biden menyampaikan bahwa beberapa orang di dalam Kongres mungkin berfikir bahwa Amerika telah berbuat lebih dari cukup untuk menangani krisis di negara ini. Yang lain mungkin berfikir bahwa segalanya akan menjadi lebih baik, sehingga tidak perlu untuk melakukan sesuatu. Namun Biden melihat bahwa justru saat ini Amerika sedang merasakan rasa sakit yang begitu luar biasa. Saat ini hampir 10 juta orang di Amerika merasakan tidak memiliki pekerjaan, dan hampir 40% dari total tersebut sudah menganggur selama 27 minggu atau bahkan lebih. Saat ini kesenjangan pengeluaran yang terjadi saat ini dan perekonomian yang seharusnya terjadi sebelum pandemic memiliki perbedaan sekitar $655 miliar pada kuartal ke 4 tahun lalu. Stimulus yang diberikan Biden justru 3x lipat lebih besar dari perbedaan tersebut. Stimulus yang dibutuhkan Biden juga mendapatkan dukungan dari Summers, salah seorang Professor dari Universitas Harvard. Namun tidak menjadi objektif karena ternyata Professor tersebut merupakan salah seorang pendukung Demokrat. Summer setuju agar Biden dan para pendukungnya melakukan stimulus dengan nilai yang lebih besar daripada melakukan stimulus dalam jumlah yang lebih kecil, karena resikonya akan jauh lebih besar apabila stimulus tersebut keluar dalam jumlah yang kecil. Namun sisi baiknya, Summers juga mengingatkan bahwa Biden dan pendukungnya harus mengukur setiap resiko yang akan mereka ambil untuk memberikan stimulus tersebut. Ada kemungkinan yang begitu besar menurut kami apabila stimulus tersebut keluar dalam jumlah yang begitu besar, akan mendorong inflasi mengalami kenaikkan yang belum saatnya, dan akan menciptakan inflasi yang semu. Hal ini pun ternyata di iyakan oleh Oma Yellen yang mengatakan bahwa inflasi yang terlalu cepat juga merupakan salah satu nilai resiko yang patut dipertimbangkan, meskipun para pembuat kebijakan memiliki tools untuk mencegah agar hal tersebut jangan sampai terjadi. Dan kami berfikir, dimulailah kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga untuk mengendalikan inflasi, dan munculnya taper tantrum. Permasalahannya menurut kami bukanlah taper tantrumnya, namun situasi dan kondisi yang seharusnya belum terjadi sepenuhnya tapi sudah terjadi, dan penyebabnya tentu saja bahwa data perekonomian masih belum kuat sepenuhnya. Hal ini yang mendorong perekonomian mengalami kenaikkan namun tidak memiliki kaki yang kuat. Yellen menambahkan bahwa sebagai Menteri Keuangan dirinya tentu mengkhawatirkan semua tentang resiko perekonomian. Dan yang paling penting adalah ketika para pekerja kehilangan pekerjaannya dan masyarakat terluka oleh wabah virus corona yang dimana telah memberikan luka terhadap perekonomian, kita sebagai pemerintah justru tidak memberikan usaha yang lebih dari cukup untuk mengatasi pandemic tersebut, baik secara perekonomian maupun secara kesehatan. Bahkan pemerintah masih belum berhasil membuat anak kembali ke sekolah. Saat ini memang perhatian tidak sepenuhnya diberikan kepada angka inflasi, melainkan perhatian dan prioritas nomor 1 adalah stabilitas pasar keuangan, namun karena likuditas yang berlebihan inilah yang mendorong pasar saham dan beberapa efek lainnya mengalami kenaikkan, sehingga memberikan rasa khawatir yang lebih besar bahwa akan terjadi sesuatu yang justru berpotensi membuat pasar merasakan kehancuran berikutnya. Namun Powell mengatakan bahwa kekhawatiran tersebut mengenai resiko stabilitas keuangan masih dalam posisi moderat. Tapi bagi kami dan beberapa pelaku pasar dan investor lainnya setuju bahwa kenaikkan harga saham yang begitu luar biasa, tidak hanya di Amerika tapi juga di Indonesia memberikan rasa khawatir seperti kabut putih yang menyelimuti. Perasaannya seperti kenangan mantan pemirsa, duilee :D. Salah satu investor terkenal, Jeremy Grantham mengatakan bahwa ketika antusiasme terlalu tinggi, bubble akan selalu ada tanpa terkecuali dalam beberapa bulan ke depan, bukan beberapa tahun mendatang. Beberapa proyeksi mengatakan, apabila Biden benar benar akan melakukan stimulus tersebut, maka tingkat pertumbuhan ekonomi akan mengalami kenaikkan menjadi 7% - 8% dan nilai pengangguran akan mengalami penurunan dari sebelumnya 6.3% menjadi 4%. Sementara itu, utang pemerintah akan mengalami kenaikkan menjadi hampir 100% dibandingkan dengan GDP pada akhir tahun lalu, meskipun utang tersebut diberikan dengan tingkat suku bunga yang rendah. Biden para hari Jumat kemarin tengah memberikan aba aba bahwa dirinya siap untuk melanjutkan rencananya sekalipun tanpa dukungan partai Republik. Para pemimpin Demokrat di Kongres sedang menggunakan jalur rekonsiliasi sehingga dapat mengesahkan Rancangan Undang Undang tanpa harus mendapatkan dukungan dari Partai Republik, dan Komite tersebut akan mulai menyusun Rancangan Undang Undang tersebut. Sekretaris Keuangan Yellen mengatakan bahwa Amerika dapat kembali kepada tingkat pekerjaan penuh pada tahun 2022 jika memberikan paket stimulus yang lebih kuat, namun memiliki resiko rebound yang akan jauh lebih lambat dalam pekerjaan dan perekonomian. Yellen sendiri mengatakan bahwa masyarakat yang berpenghasilan rendah dan minoritas dapat menyebabkan pemulihan perekonomian menjadi lebih lambat. Tanpa dukungan yang memadai, Yellen mengatakan bahwa pemulihan membutuhkan waktu hingga 2025 mendatang bagi pasar tenaga kerja untuk bisa pulih. Meskipun banyak orang yang khawatir terkait dengan stimulus tersebut dan bahayanya, Yellen mengatakan bahwa resiko tersebut tidak sebanding dengan luka yang dirasakan bagi perekonomian untuk bisa keluar dari wabah virus corona. Well, tampaknya tidak semudah yang dibayangkan, namun patut untuk diperjuangkan untuk stimulus senilai $ 1.9 triliun.

2.YA SUDAHLAH...

Rilis data GDP kuartal IV 2020 seiringan dengan proyeksi yang kami sampaikan pada Morning Research hari Jum’at (05/2), dimana perlambatan GDP 2020 berada pada -2.0% hingga -1.5%. Perlambatan pada perekonomian di kuartal IV sebesar -0.42% berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi di sepanjang tahun 2020 yang terkontraksi sebesar -2.07% dan -2.19% YoY. Penurunan aktivitas dan produktivitas selama tahun 2020 menjadi tekanan pada kinerja emiten yang juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Indonesia kembali mengalami kontraksi setelah lebih dari 24 tahun sejak perlambatan ekonomi terbesar pada tahun 1997 – 1998. Berdasarkan data dari BPS, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan yang mengalami penurunan sebesar -15.04%. Sementara itu dari sisi pengeluaran hampir semua komponen terkontraksi. Komponen Ekspor Barang dan Jasa menjadi komponen dengan kontraksi terdalam sebesar -7,70%. Adapun, Impor Barang dan Jasa yang merupakan faktor pengurang terkontraksi sebesar -14,71%. Alhasil penurunan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2020 sebesar -2.07%. Penurunan ini juga dialami oleh Singapura -5.8%, Filipina -9.5%, Amerika -3.5% dan Eropa -6.4%. Pelaku pasar cukup mengapresiasi kinerja fundamental Indonesia yang dinilai cukup kuat dibandingkan negara lain. Penguatan IHSG setelah rilis data tersebut menjadi gambaran dimana pelaku pasar dapat mentoleransi dan lebih melihat prospek pemulihan dari ekonomi di tahun 2021. Namun pelaku pasar juga akan mempertimbangkan dampak dari pengetatan aktivitas pada kuartal I 2021 ini, dimana hal tersebut dapat menjadi tekanan pada pemulihan ekonomi di kuartal I 2021. Jika mengacau pada data historis, kuartal I 2020 masih memiliki pertumbuhan sebesar 2.97%, sehingga kami melihat untuk pertumbuhan mendekati 0% di kuartal I 2021 sudah cukup baik. Terlebih saat ini sektor manufaktur diharapkan mampu bertahan pada fase ekspansi, sehingga hal tersebut diharapkan menjadi trigger terhadap membaiknya fundamental dari dalam negeri. Pelaku pasar dan investor pun tampaknya mulai menerima situasi dan kondisi tahun 2020 silam, dan akan mulai kembali focus kepada langkah langkah pemerintah tahun 2021, untuk mendorong fase pemulihan agar dapat terjadi lebih cepat lagi.

“Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak menguat dan ditradingkan pada level 6.069 – 6.269,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Senin (08/02/2021).