ANALIS MARKET (23/12/2021) : IHSG Berpeluang Bergerak Melemah Terbatas
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pada perdagangan hari Rabu, 22/12/2021 kemarin, IHSG melemah 24 poin atau 0,38% menjadi 6.529. Sektor Transportation & logistic, properties&real estate, healthcare, industrials, infrastructures, financials, consumer non cyclicals, dan energy bergerak negatif dan mendominasi penurunan IHSG kali ini. Investor asing di seluruh pasar membukukan penjualan bersih 374 miliar rupiah.
“Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak melemah terbatas dan ditradingkan pada 6.484 – 6.579. Ada potensi penguatan, namun tidak akan banyak. Tetap berhati hati dan cermati setiap sentiment yang ada,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Kamis (23/12/2021).
Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;
1.THAILAND, APA KABAR?
Wah, karena kemarin kita membahas tentang Thailand, yuk kita mampir untuk melihat bagaimana sih kabar Thailand ditengah pertemuan Bank Sentral Thailand yang di helat kemarin. Bank Sentral Thailand pada akhirnya mempertahankan tingkat suku bunga acuannya untuk tidak berubah lho pada pertemuan Bank Sentral Thailand yang ke 13 berturut turut. Mereka menilai bahwa belum saatnya untuk menaikkan tingkat suku bunga karena adanya risiko Omicron yang akan memberikan pengaruh terhadap pemulihan ekonomi yang masih rapuh. Bank Sentral Thailand bersatu dengan suara bulat untuk dapat memutuskan tidak akan mengubah tingkat suku bunga dan tetap berada di level 0.5%. Namun Bank Sentral tampaknya juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Thailand pada tahun 2022 dari sebelumnya 3.9% menjadi 3.4%. Namun ekspektasi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 juga meningkat lho, dari sebelumnya 0.7% menjadi 0.9%. Komite Kebijakan Moneter menilai bahwa wabah Omicron ini akan mempengaruhi perekonomian pada awal 2022 mendatang dan kemungkinan dampaknya bisa lebih parah dan berkepanjangan dari yang diperkirakan sebelumnya karena Omicron berpotensi memberikan dampak seperti variant sebelumnya, dan memperketat pembatasan mobilitas masyarakat nantinya. Perdana Menteri Prayuth Chan-Ocha kemarin telah menghentikan program untuk masuk bebas karantina ke Thailand karena Thailand khawatir wisatawan dapat menyebarkan Omicron lebih cepat lagi. Program vaksinasi di Thailand akan dipercepat dalam beberapa bulan terakhir, dengan saat ini kondisinya adalah 70% dari populasi sudah menerima setidaknya 1 dosis vaksin, dan 62% sudah mendapatkan vaksin secara penuh. Infeksi penularan di Thailand kembali mengalami penurunan kemarin pemirsa, di sekitar 2.532 kasus baru, jauh dibandingkan dengan kala itu yang mencapai 20.000 pada bulan August lalu. Dari sisi Omicron, Thailand sudah mendapatkan 104 kasus baru sejak diketahui bawa Omicron sudah masuk ke Thailand pada awal bulan December. Aktivitas perekonomian sendiri di Thailand mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan dengan lebih kuat pada kuartal terakhir pada tahun ini, dimana pemerintah melonggarkan pembatasan yang mendorong ekonomi pulih lebih cepat. Namun Omicron ini menurut kami berpotensi untuk mendorong pemulihan akan sedikit melambat pada kuartal pertama tahun depan. Sejauh ini, kami melihat situasi dan kondisi yang ada, tampaknya masih sulit bagi Bank Sentral Thailand untuk mulai menaikkan tingkat suku bunga. Bukannya apa, apabila dilakukan dengan ketidaksiapan perekonomian Thailand, hal ini justru akan menjadi boomerang bagi perekonomian Thailand kedepannya. Oleh sebab itu, kami melihat kenaikkan tingkat suku bunga mungkin baru akan terlihat pada Q4 2022 atau Q1 2023 mendatang. Komite juga mencatat lho, bahwa inflasi utama telah meningkat karena sisi penawaran, terutama pada harga energi, namun akan mulai kembali menurun pada paruh kedua pada tahun 2022 mendatang. Namun demikian Komite masih menilai, pemulihan ekonomi masih lambat dalam hal tingkat akselerasinya, karena data ketenagakerjaan dan pendapatan tenaga kerja masih melemah. Bank Sentral Thailand memberikan kepada kita sebuah gambaran dimana tujuan Bank Sentral Thailand yang utama adalah menjaga stabilitas harga, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan menjaga stabilitas keuangan. Dari pernyataan yang disampaikan, Bank Sentral Thailand selalu menekankan terkait dengan dukungan pemulihan ekonomi yang kami senang, bahwa Bank Sentral Thailand tidak menutup mata untuk tidak mempercepat kenaikkan tingkat suku bunga sekalipun perekonomian Thailand belum siap. Pertanyaannya adalah, apakah ketika The Fed menaikkan tingkat suku bunga pada tahun 2022 mendatang, Thailand akan cukup kuat untuk menjaga stabilitas perekonomiannya tanpa harus menaikkan tingkat suku bunga? Sesuatu yang menarik untuk kita nantikan pemirsa. Tidak hanya itu saja lho, Bank Sentral Thailand juga melihat bahwa perekonomian akan tumbuh 4.7% pada tahun 2023 mendatang. Lantas bagaimana dengan inflasi? Inflasi utama diperkirakan akan tetap berada di kisaran 1% - 3% pada tahun 2022 – 2023 mendatang, dan di proyeksikan sebesar 1.2% pada tahun 2021, proyeksi ini naik dari sebelumnya 1%. Dan untuk tahun 2022 naik dari sebelumnya 1.4% menjadi 1.7%, dan pada tahun 2023 menjadi 1.4%. Dari sisi pariwisata sendiri, Bank Sentral Thailand mengharapkan akan kedatangan turis sebesar 280.000 pengunjung pada tahun ini, naik dari sebelumnya 150.000. Untuk tahun 2022 mendatang, turis kembali diprediksi turun akibat karantina dan Omicron, dari sebelumnya 6 juta diperkirakan hanya akan berada di 5.6 juta. Namun Bank Sentral mengharapkan bahwa memasuki 2023, turis akan masuk sebesar 20 juta, tentu sesuatu yang harus kita aminkan. Apabila kita mendoakan yang terbaik bagi kawan kita, tentu Indonesia pun juga akan mendapatkan sesuatu yang baik sehingga semua menjadi lebih baik.
2.KEYAKINAN VS KECEMASAN
Efek dari tapering off saat ini menjadi focus pelaku pasar guna meminimalisir risiko fluktuasi pada pasar keuangan. Pemerintah melihat adanya potensi kebijakan percepatan tapering off dan kenaikan suku bunga acuan pada negara maju dapat memberikan hambatan pada pemulihan ekonomi dalam negeri. Dalam The Fed, bank sentral di Amerika Serikat telah mengumumkan akan mempercepat tapering, dengan mengurangi pembelian obligasi dari US$15 miliar menjadi US$30 miliar, akibat dari tekanan inflasi yang terus mengalami peningkatan di negara itu. Selain itu, the Fed juga memberi sinyal akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali pada tahun depan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa normalisasi kebijakan moneter di negara maju tentunya akan memberikan dampak secara global, terutama negara-negara yang sangat rentan. Dan ingat lho pemirsa, tidak terkecuali Indonesia yang dimana masih masuk dalam 10 negara rentan Taper Tantrum yang diterbitkan oleh Nomura Holding. Normalisasi kebijakan moneter di AS akan menimbulkan risiko penurunan arus modal masuk ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, serta akan menyebabkan depresiasi mata uang termasuk rupiah dan naiknya imbal hasil Surat berharga Negara (SBN) karena kenaikan US Treasury. Saat ini Argentina berada pada posisi yang sangat tidak aman dari sisi jumlah utang publik, inflasi, dan utang luar negeri. Oleh karena itu, kami melihat Argentina akan berada pada posisi yang sangat rentan. Di negara berkembang, Brazil dan Turki pun berada dalam kategori negara yang rentan akan kebijakan tapering the Fed, dari sisi neraca transaksi berjalan, kebijakan inflasi, dan utang luar negeri. Sementara, Kami melihat Indonesia masih berada pada posisi yang aman. Hal ini menggambarkan kemampuan Indonesia yang dianggap lebih memiliki kekuatan. Meski berada di posisi yang aman, pemerintah perlu mewaspadai kondisi global tersebut karena situasi ke depan, terutama penyesuaian kebijakan di negara maju dalam menghadapi kenaikan inflasi, akan menyebabkan meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Kita semua juga harus meningkatkan kewaspadaan yang berasal dari faktor non-Covid-19 yaitu penyesuaian kebijakan dan dinamika perekonomian global.

