ANALIS MARKET (21/12/2021) : Pasar Obligasi Berpotensi Menguat Terbatas
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi mendapatkan angin segar.
Loh, dari mana angin segar itu kawan? Ternyata dari musuh kita yaitu Omicron.
Lho kok bisa? Ternyata Omicron ini mampu mengubah persepsi pelaku pasar dan investor untuk mulai kembali menaruh hati dan investasinya dalam pasar obligasi.
Dan fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di Amerika yang dimana penurunan saham mampu mendorong kenaikkan harga obligasi. Meningkatnya kasus Omicron membuat pelaku pasar dan investor mulai menaruh porsi terhadap investasi obligasi sebagai bagian dari mitigasi risiko.
Namun masalahnya, apakah selamanya?
Tidak juga pemirsa, karena kami melihat secara trend ini sudah terlihat dan dapat dipastikan bahwa penurunan obligasi secara harga masih akan terjadi.
Mungkin fenomena itu akan terhapus apabila ditemukan vaksinasi baru atau Omicron ternyata tidak membawa dampak yang signifikan terhadap pemulihan ekonomi global.
Kami juga cemas terkait dengan pemulihan ekonomi yang kian melambat di China yang tentu saja sedikit banyak akan terdampak terhadap pemulihan ekonomi kita.
Oleh sebab itu, kami melihat bahwa letupan letupan kecil mungkin akan memberikan angin terhadap pergerakan pasar obligasi, namun ingat hal itu hanya terjadi sementara alih alih menjadi alasan yang baik untuk menjual.
“Pagi ini pasar obligasi diperkirakan akan dibuka menguat dengan potensi menguat terbatas. Kami merekomendasikan jual,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (21/12/2021).
Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;
1.CHINA BERGERAK!
Akhirnya setelah sekian lama dinantikan, perbankan di China kembali menurunkan biaya pinjaman untuk pertama kalinya dalam kurun waktu 20 tahun terakhir yang dimana itu artinya, China mengakui adanya perlambatan dalam pemulihan perekonomiannya yang dimana oleh sebab itu China memberikan lebih banyak dukungan dan stimulus moneter untuk perekonomian yang dimana kian mengalami perlemahan khususnya di sector property dan konsumsi swasta. Tingkat suku bunga pinjaman 1y, turun dari sebelumnya 3.85% menjadi 3.8%. Tingkat suku bunga pinjaman yang mengalami penurunan hanya terjadi pada rentang waktu 1 tahun, untuk rentang waktu 5 tahun, tidak berubah tetap di 4.65%. Pemotongan itu terjadi ketika Bank Sentral dan Pemerintah China sepakat berkolaborasi untuk memberikan dukungan terhadap perekonomian dengan mengikuti keputusan Bank Sentral China pada awal bulan ini untuk memotong jumlah uang tunai atau giro wajib minimum pada perbankan. Hal ini menyebabkan terciptanya likuiditas senilai 1.2 triliun yuan atau $188 miliar. Hal ini juga menunjukkan bahwa perusahan dapat memberikan pinjaman dengan tingkat bunga yang lebih murah dan memberikan kebijakan yang lebih longgar untuk memberikan stabilitas ekonomi pada tahun 2022 mendatang. Meskipun ini bukanlah tingkat suku bunga kebijakan, namun hal ini tentu merupakan sebuah kabar baik khususnya bagi para Perusahaan yang melakukan peminjaman. Meskipun secara persentase penurunan terlihat kecil, namun hal tersebut mampu menurunkan pembayaran beban bunga secara keseluruhan sebesar 80 miliar yuan per tahun mulai dari tahun depan. Yang terjadi saat ini adalah bahwa ternyata Bank Sentral China siap untuk melakukan apapun untuk menjaga proses pemulihan ekonomi untuk tetap berjalan, termasuk apabila memang memungkinan untuk melakukan pemotongan lebih lanjut pada giro wajib minimum pada perbankan serta puncaknya adalah penurunan tingkat suku bunga kebijakan utama. Bank Sentral China sendiri berjanji untuk terus mengeluarkan reformasi tingkat suku bunga dan memandu cost of fund terkait dengan pembiayaan Perusahaan secara keseluruhan menjadi lebih rendah. Saat ini kami melihat bahwa signal ini bukanlah signal biasa, ini signal luar biasa yang dimana pada akhirnya Bank Sentral dan Pemerintah China mengakui bahwa pelemahan ini akan terus berlanjut apabila mereka tidak melakukan apa apa. Besar harapannya bahwa pemotongan akan terus terjadi baik suku bunga pinjaman maupun tingkat suku bunga utama. Apakah berhenti sampai disitu? Tidak pemirsa. Bank Sentral China juga akan memberikan dukungan terhadap perekonomian dengan cara yang lain yaitu dengan mendukung para developer property yang bekualitas yang dimana akan melakukan pembelian proyek real estate dari perusahaan perusahaan besar yang mengalami kesulitan. Tentu hal ini menjadi kabar baik, bahwa mereka semua tidak berpangku tangan dan berdiam diri terhadap perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini. Dan tidak menutup kemungkinan pada bulan January mendatang atau pada tahun 2022 banyak kejutan kejutan yang terjadi terhadap Bank Sentral China dalam memberikan dukungan stimulus tergantung sejauh mana perekonomian China terus menerus mengalami pelemahan. Namun tentu, yang harus diingat adalah blue print ekonomi China yang pernah diberikan sebelumnya, diharapkan dapat menjadi acuan kemana arah dari perekonomian dan dukungan untuk mendorong konsumsi untuk mengalami peningkatan. Kami terkadang berfikur, kemanakah arah dual circulation yang dulu digadang gadang mampu meningkatkan konsumsi? Saat ini penjualan ritel pun terus mengalami pelemahan hingga 3.9% pada bulan November, karena hampir masyarakat di China lebih banyak berdiam di rumah akibat kemunculan virus baru. Tidak hanya itu saja, pergeseran kebijakan China yang dilakukan saat ini sangat berbeda dengan kebijakan yang diambil oleh The Fed. Dan tampaknya perbedaan tersebut akan muncul pada tahun 2022 mendatang, dimana Amerika akan melakukan pengetatan yang lebih cepat, dan China akan melakukan pelonggaran dimana keduanya bertolak belakang. Sebelumnya China dan Amerika menjadi lokomotif pemulihan dunia yang dimana keduanya memimpin pemulihan, namun tampaknya China harus sedikit gigit jari dengan mundur kebelakang. Tingkat suku bunga Amerika yang apabila mengalami kenaikkan nantinya akan mengurangi permintaan di Amerika, sementara di posisi China, akan lebih banyak meredam gejolak pelemahan ekonomi bukan merangsang atau menstimulus perekonomian di China. Pertumbuhan antara kedua perekonomian tersebut mulai konvergen jika Amerika mengikuti perlambatan China pada tahun 2022 mendatang. Sejauh ini poros Bank Sentral membawa risiko dan memiliki implikasi potensial terkait dengan fund flow. Kekuatan mata uang China, Yuan, akan diuji apabila The Fed menaikkan tingkat suku bunganya yang mendorong Dollar menguat. Pergeseran perubahan kebijakan akan menggeser ekspektasi. Implikasi langsungnya akan terlihat pada pergerakan valuta asing antara Yuan dan Dollar nantinya. Well, apapun itu tampaknya China dan Amerika tidak lagi beriringan dalam fase pemulihan, karena pemulihan seperti apapun itu, selama tidak konsistensi dan berkelanjutan, maka itu semua akan berlalu seperti debu.

