ANALIS MARKET (21/12/2021) : IHSG Memiliki Peluang Bergerak Melemah
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pada perdagangan hari Senin, 20/12/2021 kemarin, IHSG ditutup melemah 54 poin atau 0,83% menjadi 6.547. Sektor industrial, concumer cyclicals, basic materials, financials, infrastructures, consumer con cylicals, transportation & logistics, energy, dan properties & real estate bergerak negatif dan mendominasi penurunan IHSG kali ini. Adapun investor asing di seluruh pasar membukukan pembelian bersih Rp543 miliar.
“Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak melemah dan ditradingkan pada 6.485 – 6.580,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (21/12/2021).
Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;
1.CHINA BERGERAK!
Akhirnya setelah sekian lama dinantikan, perbankan di China kembali menurunkan biaya pinjaman untuk pertama kalinya dalam kurun waktu 20 tahun terakhir yang dimana itu artinya, China mengakui adanya perlambatan dalam pemulihan perekonomiannya yang dimana oleh sebab itu China memberikan lebih banyak dukungan dan stimulus moneter untuk perekonomian yang dimana kian mengalami perlemahan khususnya di sector property dan konsumsi swasta. Tingkat suku bunga pinjaman 1y, turun dari sebelumnya 3.85% menjadi 3.8%. Tingkat suku bunga pinjaman yang mengalami penurunan hanya terjadi pada rentang waktu 1 tahun, untuk rentang waktu 5 tahun, tidak berubah tetap di 4.65%. Pemotongan itu terjadi ketika Bank Sentral dan Pemerintah China sepakat berkolaborasi untuk memberikan dukungan terhadap perekonomian dengan mengikuti keputusan Bank Sentral China pada awal bulan ini untuk memotong jumlah uang tunai atau giro wajib minimum pada perbankan. Hal ini menyebabkan terciptanya likuiditas senilai 1.2 triliun yuan atau $188 miliar. Hal ini juga menunjukkan bahwa perusahan dapat memberikan pinjaman dengan tingkat bunga yang lebih murah dan memberikan kebijakan yang lebih longgar untuk memberikan stabilitas ekonomi pada tahun 2022 mendatang. Meskipun ini bukanlah tingkat suku bunga kebijakan, namun hal ini tentu merupakan sebuah kabar baik khususnya bagi para Perusahaan yang melakukan peminjaman. Meskipun secara persentase penurunan terlihat kecil, namun hal tersebut mampu menurunkan pembayaran beban bunga secara keseluruhan sebesar 80 miliar yuan per tahun mulai dari tahun depan. Yang terjadi saat ini adalah bahwa ternyata Bank Sentral China siap untuk melakukan apapun untuk menjaga proses pemulihan ekonomi untuk tetap berjalan, termasuk apabila memang memungkinan untuk melakukan pemotongan lebih lanjut pada giro wajib minimum pada perbankan serta puncaknya adalah penurunan tingkat suku bunga kebijakan utama. Bank Sentral China sendiri berjanji untuk terus mengeluarkan reformasi tingkat suku bunga dan memandu cost of fund terkait dengan pembiayaan Perusahaan secara keseluruhan menjadi lebih rendah. Saat ini kami melihat bahwa signal ini bukanlah signal biasa, ini signal luar biasa yang dimana pada akhirnya Bank Sentral dan Pemerintah China mengakui bahwa pelemahan ini akan terus berlanjut apabila mereka tidak melakukan apa apa. Besar harapannya bahwa pemotongan akan terus terjadi baik suku bunga pinjaman maupun tingkat suku bunga utama. Apakah berhenti sampai disitu? Tidak pemirsa. Bank Sentral China juga akan memberikan dukungan terhadap perekonomian dengan cara yang lain yaitu dengan mendukung para developer property yang bekualitas yang dimana akan melakukan pembelian proyek real estate dari perusahaan perusahaan besar yang mengalami kesulitan. Tentu hal ini menjadi kabar baik, bahwa mereka semua tidak berpangku tangan dan berdiam diri terhadap perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini. Dan tidak menutup kemungkinan pada bulan January mendatang atau pada tahun 2022 banyak kejutan kejutan yang terjadi terhadap Bank Sentral China dalam memberikan dukungan stimulus tergantung sejauh mana perekonomian China terus menerus mengalami pelemahan. Namun tentu, yang harus diingat adalah blue print ekonomi China yang pernah diberikan sebelumnya, diharapkan dapat menjadi acuan kemana arah dari perekonomian dan dukungan untuk mendorong konsumsi untuk mengalami peningkatan. Kami terkadang berfikur, kemanakah arah dual circulation yang dulu digadang gadang mampu meningkatkan konsumsi? Saat ini penjualan ritel pun terus mengalami pelemahan hingga 3.9% pada bulan November, karena hampir masyarakat di China lebih banyak berdiam di rumah akibat kemunculan virus baru. Tidak hanya itu saja, pergeseran kebijakan China yang dilakukan saat ini sangat berbeda dengan kebijakan yang diambil oleh The Fed. Dan tampaknya perbedaan tersebut akan muncul pada tahun 2022 mendatang, dimana Amerika akan melakukan pengetatan yang lebih cepat, dan China akan melakukan pelonggaran dimana keduanya bertolak belakang. Sebelumnya China dan Amerika menjadi lokomotif pemulihan dunia yang dimana keduanya memimpin pemulihan, namun tampaknya China harus sedikit gigit jari dengan mundur kebelakang. Tingkat suku bunga Amerika yang apabila mengalami kenaikkan nantinya akan mengurangi permintaan di Amerika, sementara di posisi China, akan lebih banyak meredam gejolak pelemahan ekonomi bukan merangsang atau menstimulus perekonomian di China. Pertumbuhan antara kedua perekonomian tersebut mulai konvergen jika Amerika mengikuti perlambatan China pada tahun 2022 mendatang. Sejauh ini poros Bank Sentral membawa risiko dan memiliki implikasi potensial terkait dengan fund flow. Kekuatan mata uang China, Yuan, akan diuji apabila The Fed menaikkan tingkat suku bunganya yang mendorong Dollar menguat. Pergeseran perubahan kebijakan akan menggeser ekspektasi. Implikasi langsungnya akan terlihat pada pergerakan valuta asing antara Yuan dan Dollar nantinya. Well, apapun itu tampaknya China dan Amerika tidak lagi beriringan dalam fase pemulihan, karena pemulihan seperti apapun itu, selama tidak konsistensi dan berkelanjutan, maka itu semua akan berlalu seperti debu.
2.OMICRON... TERNYATA...
Pelaku pasar mencermati dampak dari varian omicron terhadap prospek pemulihan ekonomi di tahun depan. Hingga saat ini Kementrian Perhubungan belum mengubah aturan perjalanan seiring masuknya varian Omicron di Indonesia. Terkait dengan ketentuan syarat perjalanan di semua moda transportasi, baik dalam negeri maupun internasional di masa Pandemi Covid-19, Kemenhub merujuk pada Instruksi Dalam Negeri maupun Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19, dan selalu menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang ada sesuai dengan dinamika perkembangan kondisi dan situasi di lapangan. Kementerian Perhubungan terus melakukan pengawasan terhadap penerapan protokol kesehatan, khususnya bagi para pelaku perjalanan untuk semua moda transportasi. Pengetatan pengawasan dilakukan untuk perjalanan domestik dan internasional. Selain itu, Kementerian Perhubungan meminta semua operator transportasi memastikan penerapan protokol kesehatan di simpul-simpul angkutan umum dilaksanakan dengan baik. Pada lain sisi, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menyampaikan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan mencapai 3.5% hingga 4%. Pada tahun depan, pandemic masih menjadi tantangan terhadap pemulihan ekonomi. Pemerintah mencatat, vaksinasi saat ini telah mencapai lebih dari 70% untuk dosis pertama dan lebih dari 50% untuk dosis kedua, dan vaksinasi untuk lansia serta sudah dimulainya vaksinasi untuk anak. Berbagai kebijakan moneter maupun keuangan juga tetap akomodatif, mempertimbangkan berbagai potensi risiko maupun faktor ketidakpastian yang masih sangat tinggi, termasuk kemungkinan adanya penyebaran varian-varian baru Covid-19. Kami melihat pertumbuhan ekonomi masih sangat bergantung pada penanganan pandemic, sehingga apabila pengendalian dari jumlah kasus baru tidak dapat dikendalikan seperti pada kuartal III, kepercayaan diri dari investor maupun masyarakat dapat kembali melemah. Saat ini di luar negeri sendiri, tampaknya pelaku pasar dan investor mulai terlihat cemas akibat meningkatnya penyebaran varian Omicron di Amerika yang dimana mengalami kenaikkan lebih dari 156.000 kasus baru di laporkan, dan Omicron sendiri sudah ditemukan di 43 negara bagian dari 50 negara bagian di Amerika dan sudah hampir 90 negara yang mengalami kasus Omicron. Dow Jones Industrial Average turun 433,28 poin menjadi 34.932,16, mengikuti oleh kerugian di Boeing , Goldman Sachs dan American Express . S&P 500 turun 1,1% menjadi 4.568,02 dan Nasdaq Composite yang berfokus pada teknologi turun 1,2% menjadi 14.980,94. S&P 500 sendiri sudah turun lebih dari 3% dalam kurun waktu 3 hari terakhir. Hal ini yang membuat kekhawatiran akan ancaman lockdown kembali hadir di pasar. Risiko lockdown merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh Inggris dan Belanda, meskipun mereka sendiri akan mempertimbangkannya setidaknya hingga 14 January mendatang. Negara negara di Eropa tampaknya juga mulai cemas terkait dengan Omicron, sehingga pembahasan mengenai lockdown mulai muncul kepermukaan. Hal inilah yang membuat volatilitas index VIX mengalami kenaikkan ke level tertingginya dalam kurun waktu 2 minggu terakhir. Meskipun kami yakin, kita akan terus belajar untuk tidak mengulang luka yang sama. Penurunan saham diikuti dengan kenaikkan harga obligasi yang dimana hal ini memberikan indikasi bahwa pelaku pasar dan investor mulai kembali masuk ke dalam asset yang memiliki kategori aman untuk sementara waktu meskipun dalam jumlah yang terbatas. Apakah cukup sampai disitu? Oh tentu tidak, Senator Demokrat, Joe Manchin bertingkah dengan tidak akan memberikan dukungan terhadap Presiden Biden terkait dengan program stimulusnya sebesar $2 triliun yang dimana Joe Manchin akan balik badan. Manchin hanya ingin program yang lebih ringan dari RUU Pajak dan pengeluaran ketika Kongres kembali beraktivitas pada bulan January. White House sendiri terus menekan Manchin dengan mengatakan bahwa dirinya mengingkari untuk membantu Biden karena Manchin merupakan bagian dari Demokrat yang seharusnya memiliki komitment untuk mendukung Biden. Sebetulnya ada apa sih dengan sih Joe Manchin? Kita lihat, apakah Manchin bisa menjadi Hot Topic atau tidak, besok.

