ANALIS MARKET (07/9/2020) : Pasar Obligasi Berpotensi Menguat Terbatas

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi mulai mencoba untuk melakukan penguatan di hampir semua seri obligasi acuan kecuali 15y.

Namun demikian, kami melihat bahwa cepat atau lambat, obligasi 15y juga pasti akan mengalami penguatan.

Seperti yang sudah kami sampaikan sebelumnya, bahwa pasar obligasi pasti akan mengalami penurunan imbal hasil ketika obligasi 10y sudah hampir menyentuh 7%.

Hal ini dilakukan untuk menjaga daya tarik tingkat suku bunga dan obligasi, agar keduanya tetap harmonis.

Pernyataan Powell yang tidak akan mengubah tingkat suku bunga hingga 2021, atau bahkan yang lebih extreme lagi hingga 2022, tentu menimbulkan sebuah indikasi bahwa tingkat suku bunga Bank Sentral di seluruh dunia pun juga pasti akan melakukan hal yang sama. Tentu, tidak terkecuali Indonesia.

Pertanyaannya adalah, tingkat suku bunga yang rendah itu untuk apa sih? Untuk mendorong dan memberikan stimulus terhadap perekonomian dengan penyaluran kredit.

Tentu kami berharap bahwa kredit yang disalurkan saat ini masih memberikan bunga yang rasional agar bisnis UMKM dapat bertahan dan kembali bangkit. Jangan sampai kisah beberapa waktu tahun yang lalu terulang kembali, dimana tingkat suku bunga rendah, tapi tingkat suku bunga kredit tingginya bukan main. Hal ini yang membuat pertumbuhan ekonomi kita ya gitu gitu aja.

Tidak hanya itu saja, ketika dana murah tersedia di pasar, yang dimana mendorong imbal hasil obligasi pemerintah untuk mengalami penurunan, kami juga berharap bahwa hal tersebut dapat digunakan sebagai momentum bagi Perusahaan Swasta untuk menerbitkan obligasi untuk mencukupi kebutuhan permodalan dan ekspansi, karena imbal hasil obligasi pemerintah saat ini tentu mampu mendorong Perusahaan Swasta memberikan kupon yang lebih rendah dari biasanya. Kebutuhan likuiditas pun dapat terpenuhi dengan penerbitan obligasi.

Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Senin (07/9) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka menguat dengan potensi menguat terbatas, adanya lelang obligasi konvensional esok hari (08/9), akan menjadi salah satu cerita yang menarik untuk dilalui.

Adapun gossip di awal pekan akan kita awali dari;

1.PESAN OM POWELL

Jerome Powell, sang penguasa Bank Central Amerika mengatakan bahwa data pengangguran Amerika pada bulan Agustus lalu positif, namun bukan berarti pemulihan ekonomi Amerika sudah dimulai. Pemulihan ekonomi akibat virus corona masih jauh dari yang dibayangkan, dan tingkat suku bunga rendah masih akan berada di sana untuk waktu yang sangat lama. Pemulihan masih akan terus berlanjut, laporan data pekerjaan bulan Agustus cukup bagus, namun untuk mengembalikan ke posisi tingkat pekerjaan penuh, kami harus dapat mengendalikan virusnya! Sejauh ini mungkin akselerasi dalam perbaikan dan pemulihan mengalami perlambatan, namun perbaikan masih terus berlanjut, dan di pasar tenaga kerja setidaknya dapat berjalan dengan tingkat kecepatan yang dapat kami harapkan. Powell memberikan pernyataan setelah beberapa saat data pekerjaan dikeluarkan yang dimana terus membaik dalam kurun waktu 4 bulan terakhir sejak dari puncaknya pada bulan April 2020 lalu. Cukup senang melihat angka pengangguran mengalami penurunan dibawah 10% yang itu artinya bahwa penurunan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Amerika sudah tidak lagi mengandalkan stimulus, namun sudah mulai kembali bekerja yang dimana itu artinya dapat mendorong perekonomian untuk kembali berjalan. Powell memberikan saran untuk lebih banyak dorongan stimulus untuk membantu usaha kecil dan para pengangguran yang dimana mereka merupakan yang paling terkena dampak dari virus corona. Anggota Parlement hingga hari ini masih menemui jalan buntu terkait dengan diskusi stimulus yang akan diberikan. Demokrat ingin memberikan bantuan yang lebih besar, di satu sisi Republik menginginkan nilai yang lebih kecil yang dimana saat ini keinginan Republik sama dengan keinginan dari White House. Powell mengatakan bahwa kita tidak boleh membiarkan masyarakat kehilangan semua yang mereka miliki hingga diusir. Hal tersebut juga tidak akan membantu mengurangi penyebaran Covid. Saya pikir kita harus melakukan semua yang kita bisa sebagai sebuah negara untuk menjaga masyarakat kita, saya tidak mengatakan hal tersebut untuk membuat semuanya terasa lebih baik, namun merupakan hal yang terpenting untuk menjaga masyarakat kita. Saya akan terus melakukan yang bisa dilakukan oleh The Fed untuk dapat membantu ekonomi untuk dapat bertahan. Memang dibutuhkan waktu untuk pulih, dan kami akan terus melakukan apa yang dapat kami lakukan dan kami akan melakukan lebih banyak dan akan lebih banyak lagi sesuai dengan kebutuhan. Powell juga menyampaikan sekaligus memperkuat pernyataan terkait dengan tingkat suku bunga yang dimana dirinya mengatakan bahwa perekonomian akan membutuhkan tingkat suku bunga rendah dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mendukung kegiatan perekonomian, dan mungkin akan dinilai kembali dalam beberapa tahun mendatang. Pada pertemuan pada bulan Juni lalu kalau kita ingat, 17 para pembuat kebijakan The Fed memberikan proyeksi bahwa tingkat suku bunga The Fed akan tetap mendekati nol hingga tahun depan, dan ada 2 pejabat yang melihat bahwa hal tersebut tidak akan berubah hingga 2022, wah lama banget pemirsa. Para pejabat tersebut akan memberikan proyeksi secara kuartalan pada pertemuan yang akan di helat pada tanggal 15 – 16 September, termasuk untuk memberikan proyeksi pertama untuk tahun 2023. Sejauh ini kami melihat bahwa apa yang disampaikan The Fed akan menjadi gambaran besar untuk tingkat suku bunga di seluruh dunia kedepannya. Sebagai kiblat Bank Sentral di seluruh dunia, tentu hal ini memberikan indikasi bahwa kita pun juga akan mengalami tingkat suku bunga rendah hingga tahun depan, yang dimana hal tersebut merupakan salah satu point yang cukup positif, karena perekonomian Indonesia juga membutuhkan stimulus melalui penyaluran kredit agar perekonomian dapat berjalan. Pertanyaannya adalah ketika stimulus di gelontorkan, ekonomi mulai berjalan, namun daya beli tidak ada, apakah perekonomian akan tetap bertahan? Kami tetap memiliki pendirian bahwa pengendalian virus harus dilakukan terlebih dahulu, sama seperti yang Om Powell katakan. Untuk memberikan ketenangan dan keyakinan bagi masyarakat agar daya beli mengalami kenaikkan yang ujung ujungnya akan mendorong perekonomian untuk dapat mengalami kenaikkan. The Fed juga beberapa minggu lalu memberikan strategi baru terkait dengan kebijakan moneter yang dimana dapat mendorong inflasi yang dimana sebelumnya target inflasi 2% menjadi rata rata inflasi 2%. Kerangka kerja baru tersebut dibuat untuk rentang waktu 1.5 tahun yang dimana semakin memberikan keyakinan kepada pelaku pasar dan investor bahwa The Fed akan menjalankan kebijakan moneter yang Ultra Ekspansif. Para pembuat kebijakan mengatakan bahwa mereka tidak akan terburu buru untuk membangun kerangka kerja dengan memberikan rincian yang lebih detail terkait dengan rencana tingkat suku bunga, yang disebut sebut sebagai pedoman masa depan. Namun yang menarik adalah, Powell tidak mau mengkomentari pasar saham yang dimana saat ini sering dikatakan bahwa pasar saham mengalami bubble akibat kebijakan super longgar dari The Fed. Powell hanya mengatakan bahwa kaitan antara tingkat suku bunga rendah dan ketidakstabilan keuangan secara umum, tidak selalu memiliki hubungan seperti yang dipikirkan banyak orang. Tingkat suku bunga rendah diseluruh dunia bukan berarti menyebabkan harga asset menjadi berlebihan, seperti saham misalnya.

2.WELEH WELEH

Pergerakan nilai tukar rupiah yang tertekan dalam satu pekan ini dinilai terdampak dari kekhawatiran pelaku pasar terhadap skema kerja BI dan pemerintah ke depan dimana adanya revisi Undang-Undang yang nantinya dapat menjadikan BI tidak independent lagi. Revisi Undang-undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia dan wacana pembentukan Dewan Moneter dinilai dapat memberikan celah pada berlanjutnya monetisasi utang yang telah disepakati pemerintah dan BI. Sebagaimana diketahui, defisit APBN harus diperlebar tahun ini sejalan dengan kebutuhan pembiayaan yang meningkat untuk penanganan dampak dari pandemi Covid-19. Pemerintah dan BI menyepakati Surat Keputusan Bersama (SKB) pertama, dimana Bank Indonesia dapat membeli surat berharga negara (SBN) langsung di pasar perdana, sesuai dengan mekanisme pasar. Kemudian, pemerintah dan BI kembali menyepakati SKB kedua yang lebih dikenal dengan skema burden sharing. Berdasarkan skema ini, BI akan menanggung seluruh pembiayaan yang bersifat public goods dan menanggung sebagian bunga pembiayaan untuk nonpublic goods. Kami melihat ada peluang apabila SKB tetap berlanjut di tahun berikutnya akan menimbulkan dampak yang besar pada tekanan inflasi ke depannya, sementara pada saat yang sama BI harus dihadapkan pada keputusan independennya dalam menaikkan suku bunga acuan. Selain itu, wacana pembentukan Dewan Moneter, kami menilai bahwa Dewan Moneter yang dipimpin Menteri Keuangan, akan memainkan peran utama dan instruktif dalam pengaturan kebijakan moneter. Pasalnya, pemerintah dapat mengirim lebih dari satu menteri ke pertemuan Komite Kebijakan Moneter BI, dengan hak tidak hanya untuk berbicara tetapi juga memberikan suara. Meski RUU BI masih belum final dan tidak semua perubahan yang diusulkan akan dimuat, namun sejauh ini telah menimbulkan kekhawatiran di pasar terkait dengan dampak RUU terhadap independensi BI dan stabilitas makroekonomi Indonesia. Seperti yang sudah kami sampaikan sebelumnya, daripada mengubah apa yang sudah ada dan baik adanya, lebih baik memfokuskan terhadap dengan kekuatan Bank Indonesia sebagai penjaga stabilitas. Dan dari sisi pemerintah, diharapkan lebih focus terhadap penyerapan anggaran dan kebijakan fiscal. Memang benar bahwa Bank Indonesia membutuhkan perubahan untuk menjawab tantangan di masa depan, namun sekarang menurut kami, bukan saat yang tepat untuk mengubah hal tersebut di tengah masa pandemic, meskipun Bapak Presiden Jokowi mengatakan bahwa Bank Sentral akan tetap independent. Namun spekulasi yang timbul saat ini, membuat pasar tidak nyaman dan mengalami koreksi yang cukup dalam. Bangsa ini membutuhkan hal hal yang lebih penting daripada hanya sekedar membahas independensi Bank Indonesia yang kami lihat sudah baik adanya. Apakah ada kepentingan ditengah corona? Biar pemirsa yang menjawabnya.

“Kami merekomendasikan wait and see terkait perdagangan hari ini dan focus terhadap lelang esok hari,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Senin (09/7/2020).