Dorong Ekonomi Domestik, OJK Akan Perpanjang Program Restrukturisasi Kredit

Foto : istimewa

Pasardana.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah merumuskan formula perpanjangan program restrukturisasi kredit tidak hanya untuk perbankan, tapi juga perusahaan pembiayaan (multifinance).

Program ini dinilai mampu untuk mendorong ekonomi domestik sebagaimana diperkirakan belum akan pulih dari pandemi Covid-19 hingga akhir tahun ini.

"Kebijakan restrukturisasi mungkin akan kami perpanjang baik untuk perbankan dan pembiayaan, karena pemulihan ekonomi kita ini akan sangat bergantung pada pemulihan kesehatan masyarakat," ujar Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK, Bambang W Budiawan di Jakarta, Rabu (12/8/2020).

Sebagaimana hasil monitoring OJK hingga 20 Juli 2020, progres penerapan program restrukturisasi kredit yang sudah dilakukan industri perbankan mencapai sebanyak Rp784,36 triliun.

Keringanan kredit ini diberikan kepada 6,73 juta nasabah yang terdampak pandemi covid-19.

Dari jumlah itu, sebanyak Rp330,27 triliun di antaranya diberikan kepada 5,38 juta debitur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Sementara, sebanyak 1,34 juta debitur lainnya merupakan debitur non-UMKM dengan total saldo pokok plafon pinjaman perjanjian kredit (baki debet) yang direstrukturisasi senilai Rp454,09 triliun.

Regulator juga mencatat restrukturisasi pinjaman yang telah dilakukan perusahaan pembiayaan.

Hingga 11 Agustus 2020, total pengajuan permohonan restrukturisasi terhadap debitur 182 perusahaan pembiayaan sebanyak 4,82 juta kontrak dengan total outstanding pokok sebesar Rp150,43 triliun dan bunga sebesar Rp38,03 triliun.

Dari kontrak tersebut, jumlah permohonannya masih dalam proses sebanyak 350.140 dengan total outstanding pokok Rp16,34 triliun dan bunga sebesar Rp3,90 triliun.

"Kontrak yang disetujui perusahaan pembiayaan untuk dilakukan restrukturisasi sebanyak 4.187.726 kontrak dengan total outstanding pokok Rp124,34 triliun dan bunga Rp31,73 triliun," kata Bambang.

Sementara itu, lanjutnya, kontrak yang permohonannya tidak sesuai dengan kriteria sebanyak 285.405 kontrak dengan total outstanding pokok sebesar Rp9,75 triliun dan bunga sebesar Rp2,4 triliun.

Bambang menuturkan langkah restrukturisasi tersebut harus dilakukan demi menjaga tidak terjadi lonjakan rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) secara masif.

Namun, kata dia, restrukturisasi tersebut sejatinya bukanlah solusi terakhir, karena setelahnya ada permasalahan likuiditas dan solvabilitas yang mengintai multifinance.

Di tengah pengetatan likuiditas yang dialami bank sebagai sumber pendanaan terbesar bagi mutifinance, tentunya multifinance harus mencari alternatif pendanaan lain.

"Selain dari ada restrukturisasi juga dari sisi cashflow akan susah bertumbuh kalau cashflow-nya masih kering akan sulit bagi bisnis mereka. Apalagi perusahaan pembiayaan ini 89 persen pendanaan dari pinjaman," ujarnya.

Untuk diketahui, kebijakan restrukturisasi kredit di industri perbankan tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020. Sementara POJK Nomor 14 /POJK.05/2020 menjadi dasar pelaksanaan restrukturisasi kredit di perusahaan pembiayaan.

Dalam dua ketentuan ini, perbankan dan perusahaan leasing dapat menerapkan kebijakan stimulus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai dengan 31 Maret 2021.