ANALIS MARKET (12/8/2020) : Pasar Obligasi Berpotensi Bergerak Melemah

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi pada perdagangan Selasa (11/8) kemarin, kembali mencatatkan kenaikkan meskipun terbatas.

Sesuai yang sudah di prediksikan kemarin total penawaran mengalami kejutan karena mendatangkan total penawaran sebesar lebih dari IDR 100 T, dan kami berharap bahwa kenaikkan harga dapat lebih tinggi dari yang seharusnya.

Namun apa yang terjadi kemarin pun cukup membuat kita semua terpengeranah dan terpesona, meskipun total serapan masih IDR 22 T.

Padahal kami cukup berharap banyak bahwa pemerintah setidaknya menyerap di atas IDR 25 T.

Namun tenyata harapannya ketinggian, tapi tidaklah buruk berharap ditengah situasi dan kondisi seperti ini.

Yang membuat kami sedih adalah meskipun total penawaran yang masuk lebih besar dan dimenangkan lebih dari target indikatifnya, Rupiah masih belum mendapatkan suntikan kekuatan.

Hal ini yang memberikan kami keyakinan bahwa meskipun lelang pemerintah hari ini memberikan kejutan namun lebih kepada investor local yang bermain bukan asing.

Memang sih cukup wajar investor asing masih belum tertarik, ditengah situasi dan kondisi seperti sekarang ini.

Namun sisi baiknya besok mungkin pasar akan ramai karena adanya seri baru yang di perdagangkan.

Jadi pertanyaannya adalah apakah tingkat kupon yang diberikan kepada kedua obligasi seri terbaru kemarin termasuk menarik? Ini pertanyaan yang mudah dijawab tapi sulit untuk diungkapkan.

Tentu apabila kita mau bandingkan dengan seri obligasi acuan yang saat ini, tentu kami lebih memilih obligasi acuan saat ini yang dimana memberikan kupon yang lebih tinggi.

Memang benar, pemerintah memberikan kupon rendah seperti ini karena mengantisipasi adanya penurunan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia ke depannya, tapi kan nanti.

Kalau sekarang ya untuk menjaga daya tarik investor alangkah sebaiknya menurut kami diberikan kupon yang setidaknya cukup bersaing.

Kita ambil contoh obligasi berdurasi 5y saja, antara FR 86 dan FR 81 memiliki perbedaan kupon hampir 1%. Yang masih lumayan adalah obligasi berdurasi 10y yang berbeda 50 bps, dan kami melihat pelaku pasar dan investor masih akan mentolerasi hal tersebut.

Namun, ya kami menyakini bahwa pemerintah memiliki pertimbangan tersendiri terkait hal tersebut, disatu sisi tentu hal tersebut memberikan keringanan beban bunga yang harus dibayarkan, namun disatu sisi dengan rendahnya kupon akan membuat harga obligasi memiliki tingkat yang volatilitas lebih tinggi daripada biasa.

Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Rabu (12/8) pagi ini, pasar obligasi akan dibuka bervariasi dengan potensi melemah. Karena, secara teknikal analisa potensi pelemahan sangat terbuka lebar meskipun tidak menutup kemungkinan pasar obligasi akan mengalami penguatan.

Adapun cerita hari ini yang menjadi sorotan pelaku pasar, adalah;

1.CHINA DIBUANG, AMERIKA KUSAYANG

Seperti lagu dangdut yang sedang dinyanyikan oleh India pemirsa. Lho kok India menyanyi lagu abang sayang? Pasalnya nih, akhir akhir ini sejak bentrokan antara tentara India dengan China beberapa waktu lalu, India mulai membuka hati terhadap Amerika, duilee. India melakukan hal tersebut tidak lain dan tidak bukan untuk menjaga kepentingan nasionalnya setelah hubungannya dengan China semakin renggang. India akan terus mencoba untuk membangun dan memperkuat kemitraan secara strategis dengan Amerika. Sejauh ini kami melihat bentrokan yang terjadi antara India dan China merupakan salah satu titik balik India bahwa mungkin sudah saatnya untuk mulai membuka diri terhadap Amerika. Selain itu juga, India dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir mulai membatasi investasi India di China. Tentu hal ini membuat hubungan antara China dengan India kian memburuk, ditambah lagi hubungannya dengan Amerika kian mesra. Tidak hanya itu saja, India juga sedang melakukan Dialog terkait dengan keamanan yang tergabung dalam Quadrilateral Security Dialogue, yang dimana merupakan dialog strategi antara Amerika, India, Jepang, dan Australia. Dialog tersebut merupakan salah satu upaya untuk memajukan Indo – Pasific yang bebas, terbuka, dan inklusif. Kami melihat tentu saja China kian cemburu, pasalnya hubungan China dengan Amerika dan Australia juga sedang dalam situasi yang terpuruk dan kedua negara tersebut tergabung dalam kelompok Quad. Sejauh ini India mulai focus untuk membangun kemitraan strategis bersama Amerika yang akan meningkatkan otonomi strategis India, karena India tidak begitu mendapatkan banyak hal dari China. Bhatia sendiri seorang Mantan Duta Besar India untuk Myanmar dan Meksiko mengatakan bahwa kita mungkin akan melihat babak baru dari India yang akan mulai mencoba untuk meningkatkan kapasitas ekonominya. Namun apakah lantas China ditinggalkan begitu saja? Tentu tidak. Karena sejauh ini China masih merupakan mitra dagang terbesar India, dan cukup banyak investor dari China yang berinvestasi di perusahaan start up milik India. Oleh sebab itu se-empet apapun India terhadap China, India tetap akan berusaha untuk menjaga hubungannya dengan China. Ya seperti itulah hubungan mereka saat ini, namun tentu kami berharap situasi dan kondisi saat ini tetap dalam keadaan yang terkontrol, karena apabila tidak bisa dikendalikan maka kedepannya berpotensi untuk merusak hubungan bilateral dan semakin membuat pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat. Apalagi India salah satu negara yang cukup terdampak akibat pandemic virus corona.

2.ARE YOU OKAY, SINGAPORE?

Cukup sedih sebetulnya melihat pertumbuhan ekonomi Singapore kemarin pada akhirnya mengalami penurunan yang sangat dalam dibandingkan yang kami perkirakan, yang itu artinya pemulihan ekonomi di Singapore pun tampaknya harus lebih lama daripada yang kami bayangkan. Pertumbuhan ekonomi yang mengalami penurunan sebanyak -42.9% YoY di kuartal kedua kemarin menjadi sesuatu yang menyakitkan bagi perekonomian Asia secara keseluruhan. Apa yang kami sampaikan seolah dipertegas oleh Menteri Perdagangan dan Perindustrian, Chan Chun Sing yang mengatakan bahwa pemulihan akan memakan waktu yang lebih lama, dan tampaknya proses tersebut tidak akan berjalan dengan mulus. Lockdown yang dilakukan sebelumnya telah membuat bisnis ritel dan pariwisata mengalami penurunan terdalam, sementara itu akibat permintaan yang lemah dari global maka membuat ekspor Singapore pun mengalami penurunan. Meskipun sejauh ini kami melihat bahwa perekonomian telah dibuka kembali dan memberikan harapan yang lebih pasti dengan diikuti oleh stimulus yang nilainya hampir 19% dari GDP, namun kami masih melihat prospek yang tidak pasti terkait dengan pemulihan ekonomi dan itu artinya ketika tekanan perekonomian masih berlanjut maka berpotensi terjadinya pemangkasan tenaga kerja. Perekonomian Singapore yang sudah berada dalam posisi resesi secara teknis akan kembali mengalami penurunan sebanyak 7% dari sebelumnya 5% pada tahun 2020. Kementrian juga mengatakan bahwa prospek perekonomian Singapore memang mulai menunjukkan pelemahan pada bulan may, yang dimana permintaan global terus mengalami pelemahan dan membuat sector sector seperti transportasi dan retail mengalami penurunan. Tidak hanya itu saja, kontraksi juga terjadi pada industry utama Singapore yaitu, manufacture sejauh ini turun 31.7% secara YoY pada kuartal kedua, dan konstruksi turun 97.1%. Wakil Direktur Pelaksana Bank Sentral, Edward Robinson mengatakan bahwa Singapore telah melonggarkan kebijakan moneter yang belum pernah dilakukan sebelumnya, dan hal tersebut sudah dimulai pada bulan Maret lalu, dan diperkirakan akan kembali mengambil kebijakan pada bulan October mendatang. Prospek ekspor kedepannya kami perkirakan juga akan membaik seiring dengan kembali dibukanya aktivitas perekonomian secara global yang dimana hal tersebut tentu akan membantu perekonomian Singapore untuk dapat pulih meskipun secara perlahan.

“Menyikapi beragam kondisi tersebut diatas, kami merekomendasikan wait and see dengan potensi beli apabila pergerakan melebihi 50 bps. Hati-hati karena secara teknikal analisa pasar obligasi menunjukkan tanda-tanda penurunan,” jelas analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Rabu (12/8/2020).