ANALIS MARKET (14/5/2020) : Pasar Obligasi Variatif, Aksi Beli Dengan Volume Terbatas Direkomendasikan

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi masih terus melanjutkan kenaikkan secara harga, seperti yang disampaikan kemarin bahwa, bekalnya cukup berguna ditengah situasi dan kondisi saat ini.

Pelaku pasar dan investor masih menaruh rasa optimis, meskipun pemerintah pada akhirnya memberikan restu untuk pelebaran current account deficit yang sebelumnya berada di batas 3%, dapat bergeser hingga 5%.

Ditengah penerimaan pajak yang kian seret, tentu harus ada pendapatan lainnya untuk mengimbangi deficit tersebut, dan tidak menutup kemungkinan, pemerintah akan mengeluarkan utang kembali.

Namun, seperti yang kami sampaikan beberapa waktu lalu, ketika supply bertambah, tentu akan mempengaruhi tingkat kupon yang berlaku karena tentu kupon akan mengalami kenaikkan untuk menarik minat investor.

Memang benar, ada bank-bank besar yang sudah di berikan keleluasaan untuk dapat menyerap surat utang, agar kenaikkan kupon tidak terlalu tinggi. Tapi tetap saja beban bunga akan mengalami kenaikkan, ketika beban bunga bunga mengalami kenaikkan, maka hal tersebut akan mempengaruhi kualitas dari apbn itu sendiri.

Yang menjadi pertanyaan adalah, ketika investor asing belum menunjukkan minat untuk kembali, apakah bisa investor lokal bermain sendiri? Yang mana menurut kami justru ini menjadi sebuah kesempatan baik untuk mengurangi exposure asing dalam kepemilikkan obligasi dalam negeri.

Himbauan lembaga keuangan non bank harus memiliki minimal 30% surat utang merupakan salah satu langkah yang bagus sebelumnya, dan bisa kembali di galakkan agar dominasi pemain lokal kian bertambah dan mengurangi tingkat volatilitas obligasi dalam negeri.

Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Kamis (14/5) pagi ini, pasar obligasi masih akan mengalami penguatan dengan potensi menguat. Sejauh mana obligasi menguat, sejauh itu pula Rupiah akan terefleksi untuk mengalami penguatan.

“Kami tentu berharap bahwa OJK dan para regulator juga mulai memikirkan untuk memberikan keringanan kepada emiten yang menerbitkan surat utang, agar probabilitas gagal bayar dari masing masing emiten dapat berkurang, hal ini penting agar jangan menimbulkan dampak sistemik,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Kamis (14/5/2020).

Adapun cerita di hari Kamis ini akan kita awali dari;

1.PERINGATAN POWELL

Powell kemarin kembali memberikan sebuah peringatan, sebuah tanda mengenai perekonomian Amerika yang akan menghadapi tingkat resiko yang belum pernah terjadi sebelumnya jika pembuat kebijakan baik fiscal maupun moneter tidak dapat mengikuti resiko yang ditimbulkan oleh wabah virus corona. Hal tersebut membuat Powell kembali memberikan sebuah ide untuk melakukan penurunan tingkat suku bunga hingga ke wilayah negative. Pemulihan yang akan memakan waktu, disamping menunggu momentum, akan membuat masalah yang sebelumnya hanya bermain di likuiditas jangka pendek akan berubah menjadi resiko solvabilitas. Powell dan rekan rekannya mengatakan bahwa FOMC telah mengambil langkah yang dramatis untuk memberikan perlindungan terhadap ekonomi Amerika selama wabah virus corona. The Fed sejauh ini telah memangkas tingkat suku bunga hampir mendekati nol, meluncurkan pembelian obligasi secara terbuka, dan mulai memberikan program pinjaman darurat karena pengangguran Amerika mengalami peningkatan yang sangat signifikan sejak depresi hebat tahun 1930 an. Sejauh ini pelaku pasar dan investor mulai bertaruh bahwa The Fed ada indikasi untuk mempertimbangkan penurunan tingkat suku bunga hingga ke area negative, meskipun Powell sebetulnya enggan untuk memberikan spekulasi tersebut, namun dirinya memberikan indikasi bahwa tidak menutup kemungkinan bahwa hal itu dapat terjadi di masa depan. Pandangan komite tentang tingkat suku bunga negative sejauh ini tidak berubah dan tidak menjadi sebuah pilihan, namun untuk saat ini kami tidak ada pikiran untuk mengarah kesana imbuh Powell. Dirinya juga mengatakan bahwa sejauh ini kami akan terus menggunakan tools yang tersedia, untuk saat ini. Sebelumnya Trump telah mengatakan bahwa Powell telah melakukan pekerjaan dengan baik, khususnya dalam beberapa bulan terakhir, namun saya tidak setuju dengan Powell mengenai satu hal, dan itu adalah tingkat suku bunga negative. Tampaknya perseteruan antara Trump dan Powell tidak akan pernah usai, karena Trump tidak pernah puas atas apa yang dilakukan oleh The Fed, bahkan setelah The Fed memangkas tingkat suku bunga hingga ke area mendekati nol. Yang membuat market merah merona adalah ketika The Fed dalam pidatonya kemarin memberikan penjelasan mengenai scenario yang cukup mengkhawatirkan yang akan ditimbulkan oleh kebangkrutan massal, dan tingkat penggangguran yang mengalami kenaikkan lebih tinggi lagi. Dan hal ini menuntut para pembuat kebijakan untuk berbuat lebih banyak lagi untuk mencegah hal tersebut terjadi. Powell juga memperingatkan terkait dengan pengangguran, bahwa dalam jangka panjang, pengangguran dapat membuat sebuah keluarga memiliki utang yang sangat besar. Usaha kecil dan menengah di seluruh negeri akan menghilang dan tentu saja hal ini akan menekan perekonomian, sehingga akan membatasi kekuatan untuk pemulihan di waktu yang akan datang. Powell menutup pidatonya dengan mengatakan bahwa Bank Sentral akan terus menggunakan tools yang tersedia semaksimal mungkin sampai krisis berlalu dan pemulihan ekonomi dapat berjalan dengan baik, sekalipun harus terus memberikan pinjaman yang dimana pinjaman tersebut tidak menghasilkan uang. Kami melihat ada itikad baik dari The Fed untuk terus mendorong perekonomian karena The Fed melihat resiko yang tidak terukur di masa depan apabila situasi dan kondisi saat ini terus berlanjut. Namun tingkat suku bunga negative, kami pikir hanya masalah waktu saja. Tekanan terus berlanjut menurut kami hingga hari ini, karena Goldman Sachs Group juga menyampaikan perkiraannya kemarin bahwa tingkat pengangguran akan mencapi puncaknya hingga 25%, angka ini mengalami kenaikkan dari sebelumnya yang berada di 15%, sehingga saat ini pasar saham dinilai terlalu tinggi sejak kasus bubble 1999.

2.INDIA BERAKSI

Perdana Menteri Narendra Modi menyampaikan dalam pidatonya pada hari Selasa kemarin bahwa India akan menyediakan paket kebijakan tersebut sebesar 20 triliun rupee atau $266 miliar, hal tersebut merupakan sebuah langkah yang akan dilakukan oleh Pemerintah India dalam bentuk bauran kebijakan fiscal dan moneter untuk menjaga perekonomian India dari wabah virus corona. Paket kebijakan tersebut setara dengan 10% dari GDP India, dan akan diberikan kepada orang yang kehilangan pekerjaan dan sector bisnis yang mengalami penurunan akibat penutupan yang dilakukan Pemerintah India beberapa waktu lalu. Pada bulan Maret lalu, pemerintah juga telah mengatakan bahwa mereka telah menyediakan 1.7 triliun rupee atau $2.6 miliar dalam bentuk bantuan tunai langsung yang diikuti dengan beberapa langkah yang akan dilakukan untuk menjaga ketahanan pangan, terutama untuk kalangan orang yang tidak mampu. Modi mengatakan bahwa paket tersebut akan di sampaikan secara detail dalam beberapa hari mendatang. Paket tersebut akan terfokus untuk melayani industry perumahan, perusahaan kecil dan menengah, buruh, serta industry yang membutuhkan. Pengumuman tersebut menjadi sebuah sentiment positif karena paket tersebut juga mencakup 6.5 triliun rupee dari Bank Sentral India dan paket pertama di bulan Maret lalu, sehingga akan menambah stimulus sebelumnya sebsar 13.5 triliun rupee. Kalau kita mundur kebelakang, Fitch sempat mengatakan bahwa peringkat India berpotensi untuk berada di bawah tekanan apabila prospek fiscal terus memburuk. Namun judul stimulus merupakan penggairah pasar saat ini sehingga kami melihat bahwa ini akan menjadi sentiment positif, meskipun kami belum bisa mengukur seberapa jauh efektivitas dari stimulus tersebut. Tidak ketinggalan Modi akan melakukan reformasi di bidang pertanahan dan ketenagakerjaan yang dimana bertujuan untuk membuat India lebih kompetitif dan menjadi salah satu pemain besar dalam rantai pasokan global, yang sebelumnya China menunjukkan dominasinya. Sehingga India bisa mengambil beberapa bagian kue, dan menjadi negara pilihan dalam rantai pasokan global. Hal ini dilakukan karena biasanya para pebisnis lebih cenderung memilih Vietnam, Thailand, dan Bangladesh daripada India karena di India membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membeli tanah untuk keperluan pabrik yang diikuti dengan kesulitan undang undang perburuhan dan biaya pinjamanan yang lebih tinggi. Tentu reformasi ini merupakan bagian dari program Made in India sehingga menarik investasi dan bisnis di masa depan. Tentu kita berharap bahwa Made in Indonesia juga dapat digaungkan, meskipun entah itu kapan. Kami melihat India akan mencoba bertahan meskipun badai menerpa, hanya saja sama seperti Indonesia, bauran kebijakan tersebut di harapkan dapat diterima oleh masyarakat yang memang sangat membutuhkan serta bergerak cepat untuk mengurangi dampak virus corona. Atas berita luar biasa dasyat ini, saham saham di India menggeliat dan mengalami kenaikkan tertinggi dalam kurun waktu 2 minggu terakhir. Index S&P BSE Sensex naik hamper 2.5%, nifty 50 juga naik 2.5%. Sungguh luar biasa, kami berharap tentu sentiment positif ini dapat memberikan angin kepada negara yang lain, karena biasanya sentiment ini bersifat sementara saja. Apa focus selanjutnya? Menantikan rincian paket stimulus tersebut dengan lebih detail.

“Menyikapi beragam kondisi tersebut diatas, kami merekomendasikan beli dengan hati hati dan volume terbatas hari ini,” sebut analis Pilarmas.