Harga Minyak Dunia Masih Berpotensi Naik Terus
Pasardana.id - Pada pekan kemarin, harga minyak dunia mengalami kenaikan yang cukup signifikan yang disebabkan karena mulai longgar-nya kebijakan dari beberapa negara seperti di Amerika Serikat dan Spanyol sehingga konsumsi energi di negara tersebut mengalami kenaikan.
Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan mengungkapkan, jika tidak ada gelombang kedua serangan virus covid-19 ini, maka bisa dipastikan ekonomi global akan kembali tumbuh.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah ataupun badan usaha tidak menurunkan harga BBM merupakan langkah yang tepat.
”Harga minyak dunia saya kira akan terus merangkak naik karena sudah banyak negara yang melonggarkan kebijakan terkait dengan covid-19 ini, sehingga aktivitas kembali berjalan dengan kondisi yang new normal,” beber Mamit, dilansir dari siaran pers, Senin (11/5).
Mamit berpendapat bahwa keputusan OPEC+ untuk memangkas produksi sebesar 9,7 juta BOPD awal bulan Mei 2020 mendapatkan respond positif dari pasar dimana akan dilanjutkan dengan pemotongan sebesar 7,7 juta BOPD dari Juni-Desember 2020.
“Dengan demikian, kebutuhan akan meningkat, di sisi lain supply sedikit berkurang sehingga harga akan terus terkerek," lanjutnya.
Menurutnya, seharusnya desakan untuk menurunkan harga BBM bisa berkurang jika melihat kondisi secara obyektif.
"Terkait dengan harga BBM saya kira kita harus melihat secara komprehensif terutama untuk Pertamina. Tidak bisa dipisahkan dari sisi Hulu, Hilir maupun untuk Refinery, semua saling kesinambungan,” ujar Mamit.
Selain itu, berdasarkan historisnya Pertamina tidak bisa serta merta menaikan harga BBM ketika harga minyak dunia mengalami kenaikan.
"Harga BBM jenis Premium dan Solar tidak pernah mengalami kenaikan sejak tahun 2016. Padahal dalam kurun waktu 2016 sampai 2020 harga minyak dunia pernah menyentuh di level USD70-USD80 per barrelnya,” terangnya.
Mamit menyampaikan, dengan masih diperpanjangnya PSBB hampir diseluruh wilayah Indonesia maka konsumsi BBM akan tetap mengalami penurunan.
”Penurunan konsumsi hampir mencapai 30% di bulan April sebesar 65.678 KL dari bulan sebelumnya 93.558 KL dan saya perkirakan untuk bulan Mei tidak akan jauh berbeda. Jadi, dampaknya jika diturunkan tidak akan terlalu signifikan,” papar dia.
Dia menambahkan bahwa tidak bisa membandingkan harga BBM kita dengan negara lain karena dari sisi geografis saja sudah berbeda.
"Infrastruktur penyaluran BBM saja sudah beda dan panjang sekali untuk di Indonesia karena kita adalah negara kepulauan dan semua wilayah terutama yang masuk ke 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) harus tetap mendapatkan BBM," ungkapnya.
Meskipun demikian, menurut Mamit, harga BBM di Indonesia bukan yang paling mahal di ASEAN dimana masih lebih murah dari Thailand, Filipina dan Singapore berdasarkan data dari globalpetrol.com.
Adapun, kenaikan harga minyak dunia ini merupakan kabar baik bagi industri migas nasional terutama di sektor Hulu.
”Kenaikan ini setidaknya memberikan harapan bagi indutsri Hulu migas nasional terkait dengan investasi mereka. Kegiatan pengeboran baik explorasi maupun pengembangan bisa berjalan kembali dengan demikian produksi migas kita bisa terjaga dan akhirnya PNBP sektor migas bisa terjaga,” terangnya.
Sementara, efek dari menurunnya PNBP sektor migas bisa sangat berpengaruh terhadap APBN negara dimana Migas menyumbang di atas 50% untuk PNBP sektor energy.
Selain itu, menurut Mamit kenaikan harga ini setidaknya bisa menjaga target investasi di sektor migas sebesar USD13,8 Miliar tidak terlalu anjlok dan mengurangi kekhawatiran akan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
”Meskipun target investasi migas saya yakin tidak akan tercapai karena harga minyak masih di bawah yang diharapkan tapi setidaknya kegiatan di sektor hulu masih tetap berjalan dengan berbagai effisiensi yang dilakukan," pungkas Mamit.

