ANALIS MARKET (31/3/2020) : Pelaku Pasar Cenderung Wait and See, Pasar Obligasi Diproyeksi Bergerak Variatif
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, para pelaku pasar dan investor menahan diri kemarin untuk mengikuti lelang yang diadakan esok hari oleh Pemerintah.
Apalagi lelang yang diadakan hari ini, merupakan lelang obligasi konvesional, yang dimana tentu peminatnya sangat sangat banyak.
“Namun banyak atau tidaknya, tentu ini yang kami khawatirkan. Tentu kami berharap bahwa lelang yang diadakan oleh Pemerintah hari ini mendatangkan total penawaran diatas IDR 50 T, karena hal ini menunjukkan bahwa para pelaku pasar dan investor masih menaruh harapan bagi pasar obligasi dalam Negeri,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (31/3/2020).
Ditambahkan, sejauh mata memandang, kami melihat ada kemungkinan yang cukup besar pada lelang hari ini untuk mendatangkan total penawaran yang lebih besar, namun situasi dan kondisi saat inilah yang membuat para pelaku pasar cenderung untuk wait and see terlebih dahulu.
Apalagi ada rencana karantina wilayah yang meskipun masih simpang siur, namun anginnya berhembus lebih kencang daripada biasanya untuk terjadinya karantina wilayah.
Keputusan apapun yang akan diambil oleh Pemerintah, tentu akan membuat para pelaku pasar dan investor menunggu terlebih dahulu saat ini, apalagi potensi untuk terjadinya karantina wilayah cukup besar.
Hal ini mungkin akan menjadi ganjalan tersendiri bagi para pelaku pasar dan investor pada lelang esok hari.
Lebih lanjut analis Pilarmas menilai, diperdagangan Selasa (31/3) pagi ini, pasar obligasi akan dibuka bervariatif, cenderung wait and see sampai dengan lelang usai.
Adapun cerita hari ini akan kita mulai dari;
1.PBOC MELONGGARKAN
Bank Sentral China pada akhirnya memangkas tingkat suku bunga pinjaman bank dengan jumlah terbesar sejak 2015 silam karena pada akhirnya pejabat berwenang terus meningkatkan tanggapan dan respon terhadap memburuknya perekonomian yang diakibatkan oleh adanya wabah virus corona. Bank Sentral China memangkas tingkat suku bunga pada 7 Day repurchase agreement menjadi 2.2% dari sebelumnya 2.4%, dimana hal itu memberikan suntikkan sebesar 50 miliar yuan atau $7.1 miliar ke dalam system perbankan. Bank Sentral mengatakan akan selalu menjaga tingkat likuiditas yang cukup untuk membantu perekonomian riil. Pemangkasan kebijakan PBOC sejak bulan February silam sejalan dengan janji yang disampaikan oleh Partai Komunis untuk memberikan dukungan ekonomi dengan meningkatkan penjualan utang Negara, karena permintaan domestic dan internasional terus mengalami penurunan karena wabah. Langkah langkah yang dilakukan oleh PBOC akhir akhir ini pada akhirnya sama dengan yang sudah dilakukan oleh Bank Sentral di belahan dunia lainnya untuk melonggarkan kebijakan yang mendorong perekonomian untuk tumbuh. China akan terus meningkatkan deficit fiscal, menerbitkan obligasi khusus dan memberikan arahan kepada Pemerintah Daerah untuk menjual lebih banyak obligasi infrastructure sebagai bagian dari paket stimulus untuk menstabilkan perekonomian. Dalam pernyataannya, Bank Sentral China menyampaikan bahwa akan terus melakukan koordinasi yang lebih baik dalam membuat kebijakan global, sambil terus menjaga likuiditas yang cukup untuk membantu ekonomi riil dan memantau resiko inflasi. Sejauh ini kami melihat China cukup ketat dalam membuat kelonggaran kebijakan, hal ini yang membuat China memiliki amunisi yang lebih banyak ketimbang Bank Sentral lainnya dalam memberikan stimulus perekonomian.
2.BANK SENTRAL INDONESIA
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 akan lebih rendah dari pada tahun 2019. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan menjadi lebih rendah yakni berkisar 4,2- 4,6%. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh penurunan sisi permintaan dan penawaran, termasuk pengaruh disrupsi sisi produksi dan menurunnya keyakinan. risiko berlanjutnya penyebaran Covid-19 dalam jangka waktu lebih lama dan wilayah yang lebih luas dapat menyebabkan pertumbuhan PDB dan volume perdagangan dunia makin melambat. Hal tersebut dapat kembali menimbulkan koreksi terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia. Terhambatnya mobilitas pelaku ekonomi dilakukan sejalan dengan upaya penanganan Covid-19 di banyak negara, termasuk di Indonesia. Hal ini tentu menurunkan kinerja perekonomian dari sektor pariwisata, perdagangan, manufaktur, dan kemudian merambat sektor lainnya. Kami melihat kondisi tersebut akan memberikan dampak penurunan kinerja ekspor barang dan jasa, serta membuat konsumsi swasta dan investasi menjadi lebih rendah. Ketidakpastian pasar keuangan juga meninggi yang dipicu prospek perekonomian global yang menurun sehingga memengaruhi penanaman modal, termasuk aliran modal jangka pendek ke negara berkembang. Sehingga kondisi tersebut memberikan tekanan kepada mata uang dunia, termasuk rupiah. Dengan perkembangan sampai Maret 2020, Bank Indonesia merevisi kembali prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi 4,2-4,6%. Defisit transaksi berjalan diprakirakan berada pada kisaran 2,5-3,0% dari PDB 2020. Sementara itu, inflasi 2020 diprakirakan terkendali dalam sasaran 3,0±1%.
“Kami tentu saja merekomendasikan ikuti lelang hari ini, dengan terfokus kepada obligasi jangka pendek, namun jangan lupa sertakan obligasi jangka panjang dengan porsi minimal,” jelas analis Pilarmas.

