ANALIS MARKET (15/12/2020) : IHSG Berpeluang Bergerak Menguat
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pada perdagangan hari Senin, 14/12/2020 IHSG ditutup menguat 74 poin atau 1.25% menjadi 6.012. Sektor perdagangan, pertambangan, industri konsumsi, infrastruktur, industri dasar, keuangan, aneka industri bergerak positif dan menjadi kontributor terbesar pada kenaikan IHSG kemarin. Investor asing mencatatkan penjualan bersih sebesar 135 triliun rupiah.
Adapun cerita hari ini akan kita awali dari;
1.SUNTIKAN KEBIJAKAN
Pekan ini pertemuan The Fed akan menjadi sorotan Bank Sentral di seluruh dunia terkait dengan aksi yang akan dilakukan dan stimulus yang akan diberikan kepada perekonomian Amerika yang dimana saat ini masih tengah menderita akibat tekanan dari corona. Kami melihat ada beberapa hal yang akan dilakukan oleh The Fed, yaitu terkait rencana pembelian asset dengan berpatok terhadap data lapangan pekerjaan dan inflasi serta mengubah tempo dan komposisi pembelian obligasi. Namun tidak hanya itu saja, kebijakan non moneter akan menjadi salah satu yang amat sangat dinantikan, karena kami melihat The Fed tidak akan memangkas tingkat suku bunga kembali hingga negative. The Fed akan melakukan segalanya, kecuali memangkas tingkat suku bunga karena hal tersebut berpotensi menciptakan fraud bagi pasar keuangan di Amerika. Sejauh ini, FOMC diperkirakan akan memperpanjang jatuh tempo dari rata rata pembelian obligasi yang sedang berlangsung saat ini hingga 2021 mendatang karena untuk membantu proses pemulihan perekonomian dengan kehadiran vaksin, maka The Fed wajib mengawal proses tersebut. Vaksin dari sisi kesehatan, dan The Fed dari kebijakan moneter. Kami juga sangat menantikan kebijakan berikutnya untuk tahun 2021 mendatang terkait dengan apa yang akan dilakukan The Fed selanjutnya, meskipun kami percaya bahwa bulan January nanti ketika Biden di lantik, seharusnya stimulus fiscal dapat diberikan untuk menopang perekonomian Amerika bersama dengan kebijakan moneter. Akan menjadi sangat teramat sulit apabila ternyata The Fed tidak mendapatkan bantuan dari stimulus fiscal tersebut, karena tidak mungkin apabila pemulihan perekonomian bersandar kepada The Fed sendirian. Sejauh ini The Fed masih membeli $80 miliar / bulan dalam bentuk Treasury dan $40 miliar / bulan dalam bentuk efek yang berbasiskan hipotek yang masuk ke dalam program yang dibuat untuk menekan biaya pinjaman untuk rumah tangga dan bisnis yang terkena dampak dari wabah virus corona. Untuk mendorong pemulihan lebih cepat lagi pada tahun 2021 mendatang, kami melihat ada potensi The Fed akan meningkatkan secara nilai jumlah pembelian yang sejauh ini senilai $120 miliar / bulan untuk menopang perekonomian dengan catatan apabila pemerintah belum memberikan stimulus fiscal. Kehadiran stimulus fiscal sangat membantu kebijakan moneter saat ini, karena sehebat apapun kebijakan moneter, tidak akan mampu menopang semuanya karena ada beberapa hal yang tidak dapat dilakukan oleh kebijakan moneter. Oleh sebab itu, semakin sedikit kebijakan fiscal, semakin banyak kebijakan moneter. Semakin banyak kebijakan moneter, semakin tinggi resiko yang diemban oleh Bank Sentral. Berdasarkan risalah bulan lalu, para pejabat juga mengatakan bahwa mereka akan membuat keputusan berdasarkan situasi dan kondisi perekonomian, oleh sebab itu diharapkan dengan kehadiran vaksin hal ini akan menambah cara pandang The Fed dalam membuat keputusan. Sejauh ini The Fed merasa cukup untuk apa yang mereka lakukan dengan beberapa program kebijakan untuk menopang perekonomian, namun The Fed akan terus beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang ada. Harapan selanjutnya apa? Dengan kehadiran Yellen sebagai Menteri Keuangan, tentu harapannya adalah bauran kebijakan fiscal dan moneter diperkuat, apalagi Yellen merupakan seseorang yang focus terhadap inflasi dan pengangguran sehingga tentu hal ini akan menjadi ikatan tidak terlihat antara Powell, Yellen, dan perekonomian Amerika. Nah, hal yang sama juga dilakukan oleh Bank Sentral Australia untuk melakukan segalanya untuk menopang perekonomian Australia yang dimana pada akhirnya Bank Sentral Australia tersebut akan memperpanjang program Quantitative Easing dengan melakukan pembelian kembali obligasi pemeirntah senilai A$100 miliar atau senilai $75.4 miliar selama kurun waktu 6 bulan kedepan ketika paket program yang ada saat ini berakhir. Sejauh ini Bank Sentral Australia juga masih terus memperhatikan biaya atas kenaikkan tingkat suku bunga obligasi Australia yang dimana diperkirakan akanmengalami kenaikkan tahun depan. Dengan adanya pembelian obligasi pemerintah, sontak obligasi pemerintah Australia mengalami pergerakan lebih tinggi. Program yang akan diberikan oleh Bank Sentral Australia ini akan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu A$70 miliar dalam bentuk surat berharga federal dan A$30 miliar dalam bentuk efek negara termasuk negara bagian. Pada tahun 2022 mendatang Bank Sentral Australia akan mengurangi QE mereka menjadi A$50 miliar dalam kurun waktu per 6 bulan dan akan dibagi menjadi 2 tahap, dan secara bertahap Bank Sentral Australia akan menaikkan suku bunga ke depannya. Sejauh ini, neraca Bank Sentral Australia berada pada 16% dibandingkan dengan GDP dengan potensi mengalami kenaikkan sebanyak 30% dengan adanya QE tambahan tersebut. Sebagai informasi, neraca The Fed saat ini 36% dengan GDP, Canada 24%, dan Bank Sentral Eropa 60%. Kekuatan Bank Sentral memang memiliki amunisi tidak terbatas, namun apabila terus menerus diberikan, mungkin hanya tinggal menunggu waktu hingga semua tak bersisa. Oleh sebab itu kehadiran pemerintah sangat dibutuhkan saat ini untuk menopang perekonomian.
2.SEBUAH HARAPAN DITOPANG OLEH KEYAKINAN
Setelah terkontraksi 5,32% pada triwulan II 2020 sebagai dampak dari pandemi Covid-19, saat ini ekonomi Indonesia telah menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan. Ekonomi Indonesia sempat menghadapi tantangan saat pandemi Covid-19 yang berdampak pada capital outflow serta depresiasi nilai tukar rupiah di atas Rp 16.500 per USD. Dengan berbagai kebijakan, nilai tukar rupiah kembali menguat ke Rp 14.000 per USD di awal Desember 2020, sementara IHSG beranjak ke level 6.000. Perbaikan pasar saham dan penguatan nilai tukar rupiah menjadi gambaran dari keyakinan tinggi untuk berlanjutnya pemulihan ekonomi Indonesia di triwulan IV 2020. Selain itu, stabilitas makroekonomi juga tercermin dari tingkat inflasi yang stabil, defisit neraca berjalan yang rendah, dan cadangan devisa yang tinggi ikut memberikan trigger bagi penguatan pasar keuangan. Dengan berbagai perkembangan tersebut, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia direvisi dengan cepat. Lembaga internasional lain seperti Bank Dunia hingga Organization for Economic Co-operation and Development juga memperkirakan terjadinya resesi dunia, dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar -5,2% dan -4,5% pada 2020. Rencana Kerja Pemerintah 2021 dengan tema “Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial” yang disusun oleh Bappenas menjadikan 2021 sebagai tahun untuk mengejar target pembangunan jangka menengah dan panjang. Kami melihat hal tersebut menjadi salah satu strategi yang diusung untuk mendorong perbaikan mesin penggerak ekonomi yaitu industri, pariwisata, dan investasi untuk penyerapan tenaga kerja serta menggerakkan usaha-usaha lain yang terkait. Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan mencapai 5% pada 2021. Dengan target pertumbuhan ekonomi tersebut, Pendapatan Nasional Bruto per kapita, menggunakan Atlas Method diharapkan mampu meningkat dan mencapai US$ 4.190 hingga 4.330 per kapita di tahun depan. Dari kacamata PDB pengeluaran, di 2021 mendatang, pertumbuhan ekonomi bertumpu pada akselerasi investasi dengan target peningkatan 6,4%. Untuk tahun depan, pemerintah menyiapkan lima langkah untuk meningkatkan investasi, yakni finalisasi Rancangan Undang-Undang terkait Ketentuan dan Fasilitasi Perpajakan, pemberian fasilitas kemudahan akses pinjaman perbankan, pemberian fasilitasi investasi seperti percepatan perizinan berusaha di kementerian, lembaga, dan daerah melalui sistem Online Single Submission terintegrasi, pemberian kemudahan untuk investasi berorientasi ekspor, hingga kemudahan dalam pemenuhan bahan baku dalam negeri dan ekspor. Target peningkatan ekspor barang dan jasa diprediksi sebesar 4,5% pada 2021, hal tersebut didorong naiknya permintaan ekspor Indonesia akibat pulihnya aktivitas ekonomi dunia.
“Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak menguat dan ditradingkan pada level 5.912 – 6.075,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (15/12/2020).

