ANALIS MARKET (17/9/2019) : Harga Obligasi Berpotensi Melemah Terbatas
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pasar obligasi mengalami penurunan harga kembali ditengah-tengah potensi penguatan yang akan terjadi kemarin (16/9).
Ditengah-tengah tingginya situasi dan kondisi politik Timur Tengah, para pelaku pasar dan investor mulai meminta imbal hasil yang lebih tinggi kemarin.
Arab Saudi masih tengah menyelidiki siapa yang menyerang fasilitas minyak tersebut yang membuat produksi minyak Aramco menjadi berkurang hampir 50%.
Ketegangan inilah yang membuat para pelaku pasar dan investor juga menahan diri, padahal semestinya pekan ini merupakan pekan yang positif, dimana hal baik mungkin saja terjadi, baik dari FOMC meeting maupun dari Rapat Dewan Gubernur Indonesia yang akan berlangsung pada tanggal 19 September nanti.
“Kami melihat bahwa, kalau sampai issue dari Timur Tengah lebih besar dari pada issue mengenai pemangkasan, tentu impact positif akan hilang, dan akan berganti negative. Justru ketika tensi politik berkembang liar, emas akan mulai menggeliat,” jelas analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (17/9/2019).
Lebih lanjut, analis Pilarmas menyebutkan, diperdagangan Selasa (17/9) pagi ini, pasar obligasi diperkirakan akan dibuka melemah dengan potensi melemah terbatas. Pelemahan ini datang dari adanya tanda tanda tensi yang akan kembali meningkat.
Sementara itu, investor menyoroti beberapa sentiment, yang di awali dengan berita dari Arab Saudi.
Pada penyelidikan Arab Saudi, temuan awal mereka menunjukkan bahwa drone yang digunakan dalam penyerangan tersebut merupakan senjata milik Iran. Namun Arab Saudi tidak serta merta langsung menyalahkan Iran dalam hal tersebut. Investigasi yang masih berlangsung lewat puing puing yang berserakan memperlihatkan bahwa senjata itu milik Iran.
Arab Saudi juga mengatakan bahwa serangan itu tidak diluncurkan dari Yaman, dan tentu saja hal ini bertentangan dengan klaim yang disampaikan oleh pemberontak Houthi yang dimana pemberontak tersebut didukung oleh Iran.
Donald Trump mengatakan bahwa Dia tidak akan terburu buru untuk menanggapi serangan yang sudah direncanakan dengan baik yang merusakkan industry minyak di Arab Saudi kemarin.
Trump menyampaikan bahwa, “Saya tidak ingin perang dengan siapapun, tetapi kami lebih siap dari siapa pun”. Kami memiliki banyak opsi, tetapi kami tidak melihat opsi itu sekarang. Itu adalah serangan yang sangat besar, namun kita harus mencari tahu terlebih dahulu siapa yang melakukannya.
Presiden Iran, Hassan Rouhani mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan respon timbal balik terhadap agresi yang terjadi di Yaman.
Juru bicara Kementrian Luar Negeri di Teheran segala macam tuduhan tidak akan dapat diterima dengan baik dan merupakan tuduhan yang tidak berdasar.
Rusia, sekutu Iran untuk Timur Tengah juga mengatakan bahwa semua Negara jangan terburu-buru untuk menyimpulkan siapa yang bertanggung jawab, hal ini disampaikan oleh juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov.
Meskipun tampaknya Amerika telah siap menyerang dengan mengatakan bahwa Amerika telah bersiap, “Locked and Loaded”, kapanpun dibutuhkan.
Marilah kita berharap yang terbaik, karena sebetulnya pekan ini merupakan pekan yang baik dimana ada pertemuan FOMC meeting dan RDGI yang berlangsung pada tanggal 19 September nanti.
Namun berbicara FOMC meeting pada pekan ini, tiba tiba ada ekspektasi yang muncul bahwa The Fed tidak akan memangkas tingkat suku bunganya, akibat dari kenaikkan harga energi akibat serangan yang terjadi di Arab Saudi, sehingga The Fed mungkin tidak akan terburu buru untuk memotong tingkat suku bunga.
Ditengah kenaikkan harga minyak sebesar 14%, mungkin akan mendorong inflasi di Amerika untuk mengalami kenaikkan, sehingga The Fed akan lebih cenderung untuk mengetatkan kebijakan.
Meskipun kami melihat bahwa dorongan inflasi dari harga minyak ke inflasi inti memberikan dampak yang kecil, namun kenaikkan harga secara keseluruhan dan dikombinasikan dengan pasar tenaga yang kuat, memberikan indikasi bahwa The Fed akan mempertimbangkan kembali penurunan tingkat suku bunganya.
Hal ini menjadi menarik, lantaran sebelumnya The Fed memiliki potensi yang lebih besar untuk menurunkan tingkat suku bunganya. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Kita jalan jalan ke China sebelum mengakhiri research kita di pagi hari ini. Perlambatan ekonomi China kian menjadi kenyataan dan dalam. Industrial production YoY kembali turun menjadi 4.4%, sebagai informasi ini merupakan yang terendah sejak 2012.
Begitupun dengan Retail Sales YoY yang mengalami penurunan kembali menjadi 5.6%. Kami berharap bagi Bank Sentral China melakukan secepatnya sebuah tindakan untuk memberikan stimulus terhadap perekonomiannya.
Dalam hal kebijakan dan alat, kami menyakini bahwa Bank Sentral China memiliki lebih dari cukup untuk menjaga pertumbuhan ekonominya.
Pertanyaannya sangat sederhana. Mau atau tidak China menggunakan semua perlengkapannya untuk memberikan stimulus terhadap perekonomiannya?
Tidak hanya itu saja, dengan diserangnya tempat produksi minyak di Arab kemarin, akan membuat China mengalami kesusahan akibat lonjakan harga minyak. Arab merupakan sumber tunggal terbesar dalam mengirimkan minyak ke China, yang dimana memasok sekitar 70% dari total permintaan.
Dan yang harus kita ingat juga adalah, Amerika punya cadangan minyak yang luar biasa untuk bisa mensupply kekurangan tersebut.
Pertanyaan lagi, akankah China meminta Amerika untuk mulai memasok minyak untuk menggantikan supply Arab Saudi, yang dimana perang dagang tengah terjadi saat ini?
Perlambatan ekonomi China juga disampaikan oleh Perdana Menteri China Li Keqiang yang mengatakan sangat sulit bagi perkeoomian China untuk tumbuh pada level 6% atau lebih.
Perlambatan ini ada karena tekanan tertentu yang dimana munculnya proteksionisme dan unilateralisme.
Semua sentiment telah berada di atas meja, tinggal mencermati sentiment mana yang akan memberikan pengaruh lebih besar.
“Kami merekomendasi wait and see hari ini,” jelas analis Pilarmas.

