Alasan Pemerintah Kenakan Bea Masuk Barang Impor Sebesar Rp42 Ribu

Foto : istimewa

Pasardana.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani memungut bea masuk (de minimis) untuk impor barang kiriman yang bernilai minimal US$3 atau Rp42 ribu (asumsi kurs Rp14 ribu per dolar AS).

Sebelumnya, bea masuk sebesar 7,5 persen dikenakan untuk nilai impor barang kiriman paling kecil US$75 atau Rp1,05 juta. 

Menyikapi hal tersebut, Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi mengungkapkan penyesuaian de minimis value sebesar USD3 dengan mempertimbangkan nilai impor yang sering di-declare dalam pemberitahuan impor barang kiriman sebesar USD3,8 per CN.

"Kementerian Keuangan melakukan penyesuaian nilai pembebasan (de minimis) atas barang kiriman dari sebelumnya USD75 menjadi USD3 per kiriman (consignment note) untuk bea masuk," katanya di Kementerian Keuangan, Jakarta, belum lama ini.

Heru menjelaskan, khusus untuk produk tas, sepatu, dan garmen tetap diberikan batas ambang bawah atau de minimis sampai dengan USD3. Hal ini demi menjawab keresahan sentra pengrajin tas dan sepatu yang banyak gulung tikar akibat produk Tiongkok.

Sementara kiriman barang di atas USD3 akan diberikan tarif normal (MFN) yaitu, bea masuk tas 15- 20 persen, sepatu 25-30 persen, produk tekstil 15-25 persen. Adapun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tetap 10 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) 7,5-10 persen.

"Pemerintah juga memperhatikan masukan khusus yang disampaikan oleh pengrajin dan produsen barang-barang yang banyak digemari dan banjir dari luar negeri yang mengakibatkan produk mereka tidak laku seperti tas, sepatu, dan garmen," terangnya.

Lebih lanjut Heru mengungkapkan, selama ini mayoritas impor barang kiriman yang tercatat pada dokumen pengiriman barang (CN) nilainya di bawah US$75 dolar AS yaitu sekitar 98,65 persen.

Dari sisi nilai, barang-barang yang bebas bea masuk itu mendominasi sebesar 83,88 persen.

"Itulah kenapa pengusaha ini banyak berikan masukan kepada kami bahwa mereka sendiri dalam operasionalnya mereka merasakan persaingan yang ketat," ujarnya.

Meski demikian, pungutan pajak dalam rangka impor masih diberlakukan normal atau tidak ada batas ambang bawah. Kebijakan ini juga akan diiringi dengan ketentuan impor barang e-commerce dengan menggandeng platform marketplace untuk bersinergi dengan bea cukai dalam rangka transparansi.

"Skema ini akan memungkinkan platform marketplace mengalirkan data transaksi e-commerce ke sistem Bea Cukai secara online sehingga mampu menghilangkan praktik under invoice dan mengurangi missdeclaration dalam pemberitahuan barang kiriman," tutup Heru.

Pemerintah juga membuat rasionalisasi tarif dari semula total ± 27,5-37,5 persen (Bea Masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh 10 persen dengan NPWP atau PPh 20 persen tanpa NPWP) menjadi ± 17,5 persen (Bea Masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, PPh nol persen).

Adapun kegiatan e-commerce melalui barang kiriman di Tanah Air mencapai 49,69 juta paket pada 2019. Angka ini meningkat tajam dari sebelumnya yang hanya sebesar 19,57 juta paket pada 2018 dan 6,1 juta paket pada 2017.