Marak Bisnis Bodong Berlabel Syariah, ALAMI Paparkan Pentingnya Literasi Investasi di Masyarakat

foto: doc ALAMI
foto: doc ALAMI

Pasardana.id - Kisah korban investasi tanpa riba atau yang marak dipromosikan sebagai investasi syariah terus bergulir dengan berbagai macam versi.

Kasus investasi berbalut syariah Kampoeng Kurma yang baru-baru ini terjadi cukup menyita perhatian masyarakat, termasuk para pelaku bisnis.

ALAMI sebagai pelaku bisnis peer to peer (P2P) financing syariah turut merasa prihatin atas kejadian yang menimpa para korban. Tidak tanggung-tanggung, kerugian masyarakat atas investasi tersebut mencapai miliaran rupiah.

ALAMI juga menyayangkan tindakan oknum yang dengan mudah menjual nama “syariah” sebagai media promosi.

“Tidak semua investasi syariah itu bodong, namun harus kami akui bahwa menjalankan bisnis syariah itu tidaklah mudah. Tidak sekedar memasang kata syariah atau dipromosikan oleh tokoh-tokoh Muslim lantas menjadikan bisnis apapun syariah. Harus ada penilaian dan pengakuan dari lembaga-lembaga resmi,” tutur CEO ALAMI Dima Djani, Selasa (17/12/2019).

Menurutnya, oknum yang menggunakan emblem syariah, bebas riba dan lain sebagainya, menarget masyarakat yang tergiur dengan imbal hasil tinggi namun masih peka terhadap unsur syariat.

Karenanya, penggunaan kata “investasi syariah” dianggap bisa memuluskan jalan dan pengambilan keputusan calon investor.

“Hal inilah yang membuat banyak masyarakat terjebak. Di satu sisi mereka ingin imbal hasil tinggi, di sisi lain ada endorsement dan iklan-iklan menarik yang menekankan kata-kata syariah. Padahal, masih banyak aspek yang harus dinilai untuk memastikan bahwa apakah penawaran tersebut betul-betul skema investasi, dan kedua, sudahkah mengikuti jalur legalitas yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Syariah Nasional-MUI,” tambah Dima.

Pada kesempatan yang berbeda, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menuturkan, investasi yang membawa-bawa label agama harus dipandang dengan sangat hati-hati bagi masyarakat.

Menurutnya, setiap investasi yang berspekulasi maka jatuhnya akan menjadi judi. Anwar mengingatkan Islam mengatur dengan ketat syarat jual beli, salah satunya adalah barang yang ditawarkan harus jelas bentuk dan lokasinya.

Dima menyatakan khawatir bahwa dengan kasus ini, reputasi perusahaan investasi syariah yang dengan susah payah dibangun akan tercoreng.

“Perusahaan berbasis syariah memiliki tantangan sendiri dalam membangun citra positif di tengah penerimaan masyarakat Indonesia yang notabene masih belum memandang perusahaan atau instansi ekonomi syariah sebagai pilihan utama. Hal ini justru semakin membuat jalan kami makin menantang untuk melakukan edukasi dan sosialisasi terhadap layanan kami,” kata Dima.

Karenanya, Dima berharap, perlu ada pendekatan khusus untuk mengedukasi masyarakat tentang konsep keuangan syariah, baik itu berupa simpanan maupun investasi. 

Masyarakat perlu memahami secara utuh pentingnya konsep syariah agar terhindar dari persoalan riba atau penetapan bunga secara sepihak.

Dalam konsep investasi, calon investor pun harus mengenal adanya praktik gharar (ketidakjelasan akad), tadlis (tidak transparan), maysir (ketidakjelasan tujuan/spekulasi), dharar (bahaya), zhulm (kerugian salah satu pihak), dan haram. 

“Jadi sebelum memutuskan untuk berinvestasi, mengetahui besaran imbal hasil saja belum cukup. Masyarakat perlu dibekali dengan pemahaman bahwa setiap investasi pasti mengandung risiko,” tutur Dima.

Meskipun dunia investasi syariah sedang dilanda kabar miring, Dima menganggap bahwa ini merupakan tindakan dari oknum dan tidak semua bisnis berbasis syariah patut dipandang sebagai investasi  bodong.

“Kami optimis perusahaan investasi berbasis syariah di Indonesia mematuhi amanat yang telah diberikan oleh investor. Isu Kampoeng Kurma baiknya dijadikan pelajaran dalam menjadi calon investor yang lebih bijaksana. Selalu pastikan perusahaan yang menawarkan produk investasi apapun telah tercatat dan terdaftar di OJK. Pengecekan bisa dilakukan dengan mengunjungi website perusahaan atau situs resmi OJK. Setelah itu, periksa perizinan perusahaan dan kesesuaian prosedur di OJK dan DSN MUI sebagai kualifikasi kelayakan. Dan apabila terjadi kejanggalan, segera laporkan kepada OJK sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan investigasi lebih lanjut,” tutup Dima.

Sejak resmi terdaftar di OJK pada bulan Mei 2019, ALAMI terus berupaya melakukan sosialisasi tentang proses bisnis pembiayaan P2P berbasis syariah.

Tercatat sejak bulan November 2019 ALAMI telah menyalurkan dana sebesar Rp70 miliar, dengan Tingkat Keberhasilan 90 (TKB90) menunjukan angka 100%.