ANALIS MARKET (05/11/2019) : Pasar Obligasi Masih Berpeluang untuk Menguat

foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, ternyata koreksi di pasar obligasi masih ababil, namun disatu sisi masih menunjukkan potensi penguatan!

Ditengah tengah kehadiran lelang yang akan dihelat hari ini, justru harga obligasi mengalami kenaikkan, sesuatu yang tidak biasa mengingat menjelang lelang biasanya pasar mencoba untuk menurunkan harga obligasi, agar mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi pada saat lelang.

Namun sisi positifnya adalah, bahwa ini merupakan sisi optimisme pasar terhadap pasar obligasi Indonesia. Memang sejauh ini kalau kita bandingkan capital inflow antara saham dan obligasi, pasar obligasi masih mencatatkan kenaikkan yang cukup signifikan kalau kita bandingkan dengan saham.

Hadirnya lelang seri terbaru yaitu FR 83, akan membuat dirinya menjadi primadona hari ini, dan bukan tidak mungkin total penawaran yang masuk akan berkisar IDR 45 – 55 T.

Adapun sentiment yang menjadi sorotan pelaku pasar hari ini akan kita awali dari;

1.China Meninjau Lokasi Penandatangan Kesepakatan di Amerika

Semakin dekat, Semakin nyata! Namun marilah kita berharap hal itu menjadi kenyataan. Saat ini Presiden Xi Jinping sedang meninjau lokasi di Amerika untuk mencari tempat dimana kesepakatan bisa ditandatangani. Para pejabat di China justru berharap bahwa Presiden Xi justru dapat melakukan perjalanan ke Amerika sebagai bagian dari kunjungan kenegaraan dan dapat menandatangani kesepakatan itu di Amerika. Perdana Menteri China, Li Keqiang pada hari Senin kemarin telah bertemu dengan delegasi Amerika termasuk penasihat keamanan Nasional Robert O’Brien dan Sekretaris Perdagangan Amerika, Wilbur Ross pada pertemuan puncak regional di Bangkok. Sebelum bertemu dengan Li, Ross mengatakan bahwa jika perjanjian Amerika dan China selesai, maka akan dilakukan penandatanganan di suatu tempat di Amerika. Tentu hal ini memberikan signal positif, bahwa tanpa Chili sekalipun, Amerika dan China akan bertemu. Opsi beberapa tempat dari Amerika juga sudah diberikan, sejauh ini China masih belum memberikan rekomendasi tempat bagi Amerika, namun tampaknya Presiden Xi dapat berkunjung ke Amerika seperti yang dikatakan sebelumnya. Sentimen ini memberikan sedikit aura perdamaian yang kian semakin nyata, karena konflik ini telah berlangsung selama 18 bulan dan telah melibatkan hampir $500 miliar barang dari Amerika dan China. Sejauh ini, China merasa senang dengan kemajuan yang dibuat dalam perundingan, dan tidak hanya itu saja, meskipun China memiliki peluru baru dari WTO atas dimenangkannya sanksi terhadap Amerika, tapi tampaknya China akan menunda penerapan sanksi tersebut terhadap Amerika. Hal ini tentu merupakan salah satu sisi yang positif, bahwa China menginginkan kesepakatan yang lebih besar, lebih dalam terhadap Amerika. Namun permintaan China yang meminta untuk menunda kenaikkan tarif pada tanggal 15 Desember sejauh ini masih belum direspon oleh Amerika. Ross mengatakan bahwa tahap lebih lanjut pembahasan tersebut akan tergantung pada hal hal yang melibatkan undang undang pihak China dan mekanisme penegakan hukum. Dan tampaknya hal itu tidak terlihat pada kesepakatan tahap pertama. Satu sisi yang harus diingat adalah, China tidak akan mengubah undang undangnya hanya karena permintaan Amerika. Well, kita berdoa saja bahwa kesepakatan tahap pertama ini dapat segera diselesaikan, karena tahap pertama ini merupakan salah satu tahap yang sangat penting, karena kesepakatan pertama ini memiliki cakupan sebesar 60% dari seluruh kesepakatan.

2.India Keluar Dari Kesepakatan Perdagangan 15 Negara Tahun Depan

Pada akhirnya India memutuskan untuk tidak bergabung dengan perjanjian perdagangan yang mencakup sebagian besar wilayah Asia yang dimana kesepakatan tersebut melibatkan dukungan China tahun depan. India menyampaikan keputusannya untuk keluar dari RCEP. RCEP atau yang kita kenal sebagai Regional Comprehensive Economic Partnership merupakan perjanjian perdagangan bebas regional wilayah Asia. RCEP sendiri beranggotakan lebih besar yang dimana didukung oleh China, Jepang, India, Korea Selatan, Australia, dan Selandia baru serta 10 Negara anggota Asean. Namun pada akhirnya Perdana Menteri India, Narendra Modi mengatakan bahwa mereka akan keluar dari perjanjian RCEP tersebut. Narenda khawatir akan dampak yang ditimbulkan terhadap kehidupan dan mata pencaharian semua orang di India, terutama kelas yang rentan. India telah berpartisipasi dengan niat yang baik dalam diskusi RCEP dan bernegosiasi dengan sangat keras disertai dengan pandangan yang jelas tentang kepentingan India. Dan kami mengambil keputusan yang tepat untuk kepentingan Nasional. Keluarnya India dari kesepakatan menghilangkan tantangan terbesar pada pakta RCEP yang dimana tadinya dengan hadirnya India dapat menjadi 1/3 ekonomi global. India membuat keputusan pun dimenit menit terakhir. Disatu sisi China terus berupaya untuk mempercepat kesepakatan karena China kian menghadapi perlambatan pertumbuhan akibat perang dagang dengan Amerika. Sejauh ini dari pihak Amerika tampaknya mereka sedikit meremehkan pentingnya RCEP, dengan ketidakhadiran Trump dalam pertemuan tahunan untuk tahun keduanya berturut turut. China mengatakan bahwa 15 Negara yang sepakat dapat bergerak maju terlebih dahulu, dan India masih akan diberikan kesempatan kapanpun mereka siap untuk bergabung.

“Kami merekomendasikan wait and see pada hari ini, dan fokus untuk mengikuti lelang,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Selasa (05/11/2019).