Banyaknya Pekerjaan Rumah Ditengah Suka Cita Perayaan Ulang Tahun OJK
Pasardana.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merayakan Hari Ulang Tahun yang ke-8 dengan tekad untuk meningkatkan kontribusinya bagi perekonomian nasional dan peran inklusi bagi kesejahteraan masyarakat.
“OJK harus dapat berkontribusi lebih untuk merespon cita-cita dan upaya besar Pemerintah untuk mewujudkan Indonesia yang lebih maju dan sejahtera,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam upacara peringatan HUT OJK ke-8 di Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (22/11).
Lebih lanjut, Wimboh juga menyebutkan bahwa OJK harus berperan lebih aktif dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan serta memastikan terjaganya perlindungan konsumen dan masyarakat yang akan membuka lebar kesempatan masyarakat meningkatkan kesejahteraannya.
Namun, ditengah suasana suka cita perayaan hari jadinya tersebut, menarik untuk disimak bahwa baru-baru ini, beragam masalah/kasus menimpa sektor financial yang menurut sebagian kalangan menilai bahwa kinerja pengawasan OJK tidak optimal, khususnya pada penanganan kasus Jiwasraya, Bumiputera dan Bank Muamalat.
Bahkan yang terbaru adalah adanya kasus pemeriksaan atas perusahaan manager investasi (MI), PT Narada Aset Manajemen terkait gagal bayar dua reksa dana milik Narada Aset Manajemen oleh agen penjual reksa dana (APERD) senilai Rp 177,78 miliar.
Padahal, jika merujuk pada UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang disahkan oleh DPR RI pada tanggal 27 Oktober 2011 lalu, menyebutkan bahwa OJK memiliki tugas dan wewenang meliputi microprudential, yakni; pengaturan pengawasan, manajemen risiko dan penindakan (administratif) terhadap kegiatan perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank (IKNB).
“Tentu saja sangat wajar jika kemudian sebagian kalangan mempertanyakan kinerja OJK terkait banyaknya kasus yang menimpa sektor keuangan akhir-akhir ini. Hal ini tentu saja menjadi pekerjaan rumah (PR) baru buat OJK untuk segera dicarikan solusi komprehensif dari permasalahan yang terjadi,” jelas Analis Market Pasardana.id, Arief Budiman di Jakarta, Jumat (22/11).
Lebih lanjut Arief menilai, bahwa untuk menyelesaikan masing-masing dari PR yang dihadapi OJK tersebut, tidak bisa diputuskan hanya dengan mengeluarkan satu peraturan (POJK) saja. Pasalnya, masing-masing kasus memiliki dimensi permasalahannya sendiri-sendiri.
“Meski OJK merupakan lembaga superbody, yang memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan, membuat regulasi sampai penjatuhan sanksi di sektor jasa keuangan, namun untuk memecahkan setiap masalah dan menawarkan solusi yang tepat dari permasalahan yang ada, tetap perlu berkoordinasi dengan semua pihak, termasuk dengan lembaga keuangan lain serta pihak terkait lainnya,” jelas Arief.
Lebih rinci, Arief mencontohkan, apa yang dialami Narada tentu tak lepas dari komposisi aset (saham) yang menjadi underlying portfolionya.
Oleh sebab itu, menurut Arief, perlu adanya pengawasan serta sosialisasi lebih giat lagi perihal “racikan” aset dalam portofolio suatu reksa dana.
“Jangan sampai manajer investasi selaku pihak yang paling vital dalam pengelolaan reksa dana, justru memasukkan saham-saham gorengan yang memiliki fluktuasi harga yang sangat tinggi. Tentu diperlukan alasan dan pertimbangan matang dari seorang manajer investasi dalam pemilihan saham-saham yang akan dibelinya,” imbuh Arief.
Kemudian, lanjut Arief, manajer investasi juga perlu memperhatikan batasan-batasan investasi sesuai yang diatur lembaga berwenang, seperti yang tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 23 /POJK.04/2016 Tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.
Di sisi lain, jelas Arief, untuk kasus yang menimpa Narada semestinya dijadikan pelajaran pula untuk investor, yakni untuk lebih berhati-hati sebelum memutuskan membeli suatu produk reksa dana.
“Investor perlu memahami profil risiko dan tujuan keuangannya, sehingga dapat memilih jenis reksa dana yang sesuai dengannya,” jelas Arief.
Sementara itu, dengan munculnya banyak kasus di sektor keuangan baru-baru ini, kalangan wakil rakyat di DPR RI pun bereaksi dengan mengusulkan untuk membentuk Badan Khusus Pengawas OJK.
Menurut Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno, pembentukan Badan Pengawas OJK tersebut tentu berbeda dengan badan pengawas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk untuk check and balance.
“Tapi, Badan Khusus Bentukan Komisi XI DPR RI ini dibentuk karena kinerja pengawasan OJK yang kurang optimal,” tegasnya.
Tak tanggung-tanggung, untuk merealisasikan badan pengawas OJK tersebut, DPR bakal merevisi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
“Nanti akan diusulkan oleh Komisi XI kepada Badan Legislatif untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024,” tegasnya lagi.
Meski begitu, Hendrawan menyebut, pembahasan revisi UU OJK tersebut masih menunggu kesepakatan bersama di Komisi XI DPR RI agar dapat diajukan.
Dengan begitu, revisi tersebut kemungkinan baru akan menjadi RUU Prioritas pada tahun 2021.

