ANALIS MARKET (16/10/2019) : IHSG Berpeluang Bergerak Menguat dan Ditradingkan Pada Level 6.104 - 6.184
Pasardana.id – Riset harian Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, pada perdagangan hari Selasa, 15/10/2019 kemarin, IHSG ditutup menguat 31 poin atau 0,51% ke level 6.158. Sektor industri dasar bergerak positif dan menjadi kontributor terbesar pada kenaikan IHSG kemarin. Investor asing mencatatkan penjualan bersih sebesar 643 miliar rupiah.
Adapun sentiment yang menjadi sorotan pelaku pasar hari ini adalah;
1.IMF terus memangkas tingkat pertumbuhan global 2019
Dan ini merupakan pemangkasan yang ke 5 kalinya dalam tahun ini, IMF terus memangkas tingkat pertumbuhan global dari sebelumnya 3.2% menjadi 3%. Dan untuk tahun 2020 juga mengalami penurunan dari sebelumnya 3.5% menjadi 3.4%. Hal tersebut disampaikan dalam market outlook global kemarin. Pertumbuhan ini merupakan yang terlemah sejak tahun 2009 ketika ekonomi global mengalami pelemahan. Dengan perlambatan ekonomi global yang dihubungan dengan situasi dan kondisi pemulihan yang tidak pasti, prospek pertumbuhan global masih tetap beresiko. IMF juga menyampaikan bahwa tidak ada ruang untuk melakukan kesalahan dalam membuat kebijakan untuk secara kooperatif meningkatkan perdagangan dan meredakan ketegangan geopolitik. Tidak hanya itu saja, penurunan dalam pertumbuhan yang didorong oleh penurunan aktivitas manufacture dan perdagangan global, serta kenaikkan tarif yang lebih tinggi dan disertai dengan ketidakpastian kebijakan perdagangan yang berkepanjangan akan merusak investasi dan permintaan barang modal. Tahun 2020, meskipun masih melambat, tapi akan ditopang oleh ekspektasi kinerja yang lebih baik dari Brazil, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, dan Turki.
2.China menginginkan diskusi yang lebih banyak sebelum menandatangani kesepakatan fase pertama
Sejauh ini masih belum jelas, pembicaraan tersebut akan dilakukan dimana, mungkin di Washington atau di Beijing. China diperkirakan akan mengirimkan Liu He untuk menyelesaikan perjanjian fase pertama dari perjanjian perdagangan. Tidak itu saja, China juga menginginkan Amerika membatalkan kenaikkan tarif yang telah dijadwalkan pada bulan December. Tentu hal ini sesuatu yang belum disepakati sebelumnya. Namun demikian, Steven Mnuchin mengatakan bahwa Steven mengharapkan para pejabat dapat bekerja dalam beberapa minggu mendatang untuk menyiapkan fase pertama agar secapatnya bisa ditandatangani. Jika kesepakatan fase pertama tidak berhasil, maka Amerika akan mengenakan tarif pada tanggal 15 December nanti. Sejauh ini kami melihat hal ini akan memberikan pengaruh sedikit banyaknya terkait dengan kesepakatan yang akan ditanda tangani. Kami melihat meskipun ada jabat tangan disana kemarin, namun ini semua masih belum pasti karena tidak ada hitam diatas putih saat ini. Oleh sebab itu apapun bisa terjadi, focusnya adalah menjaga agar situasi dan kondisi tetap stabil sampai bulan November nanti.
3.Bullard mengatakan, Fed tengah bersiap untuk ordinary recession.
Presiden Bank Sentral The Fed St. Louis James Bullard mengatakan bahwa perdaganagn global dan resiko lainnya masih tetap tinggi untuk ekonomi Amerika yang mungkin akan melambat lebih dalam dari yang diperkirakan. Pada akhirnya The Fed dapat memilih untuk menyediakan akomodasi tambahan di masa depan, namun keputusan akan dibuat berdasarkan pertemuan demi pertemuan yang akan berlangsung. Hal ini disampaikan oleh Bullard dalam konfrensinya di London. Bullard tidak secara khusus membahas kesepakatan perdagangan yang telah dicapai oleh Amerika dan China, sebaliknya Bullard selalu mengatakan bahwa ketidakpastian mengenai perdagangan global masih akan terus berlangsung, dan berpotensi terjadi selama bertahun tahun. Resiko ancaman harian, maupun balasan dalam perang dagang atau pengumuman, dan penolakan kesepakatan sementara hanyalah manifestasi dari negosiasi yang sedang berlangsung dan manifestasi dari ketidakpastian rezim perdagangan. Namun ada sisi yang cukup menarik buat kami yang disampaikan oleh Bullard. The Fed memiliki opsi untuk memangkas tingkat suku bunga pinjaman menjadi nol, memulai kembali pembelian asset dan memberikan janji kebijakan yang mendukung. Namun yang membuatnya menjadi bias adalah Bullard ternyata salah satu pejabat yang suka galau, Bullard kembali mengatakan bahwa The Fed mungkin saja akan mulai menaikkan tingkat suku bunga lagi tahun depan.
4.Neraca Perdagangan September Masih Defisit Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan, neraca perdagangan Indonesia di September 2019 mengalami defisit tipis sebesar US$ 160 juta. Nilai ekspor RI masih lebih rendah ketimbang impor. Selanjutnya kepala Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan sepanjang Agustus-September 2019, harga komoditas terpantau berfluktuasi. Ada beberapa komoditas non migas yang alami peningkatan harga yang mempengaruhi nilai ekspor-impor. Barang seperti konsumsi mengalami kenaikan baik bulanan dan tahunan. Impor konsumsi meningkat karena kenaikan permintaan kendaraan seperti daging beku, mobil sport dan bahan kimia. Sedangkan untuk bahan baku terjadi penurunan impor karena permintaan yang turun. Komoditas yang turun salah satunya raw sugar dari Thailand. Dari sektor barang modal terjadi kenaikan dibandingkan bulan lalu dan penurunan jika dibandingkan tahun lalu. Adapun komoditas impor di kelompok ini adalah barang elektronik. Sentimen perang dagang juga turut mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Dari perkembangan apa yang terjadi selama Agustus - September 2019 dimana situasi perekonomian global masih diliputi ketidakpastian, perang dagang yang berlangsung kadang adem, kadang tidak menentu, dan harga komoditas yang berfluktuasi.
“Berdasarkan analisa teknikal, kami melihat saat ini IHSG memiliki peluang bergerak menguat dan ditradingkan pada level 6.104 - 6.184,” sebut analis Pilarmas dalam riset yang dirilis Rabu (16/10/2019).

