Semester I 2018, Industri Minuman Tumbuh 8,41%

foto: doc Kemenperin

Pasardana.id - Industri minuman di dalam negeri mampu tumbuh 8,41% pada semester I tahun 2018. Kinerja positif ini tentu memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

”Industri makanan dan minuman menjadi salah satu prioritas kami dalam implementasi industri 4.0. Salah satunya yang sudah kelihatan seperti Coca-Cola Amatil Indonesia, efisiensinya sudah mendekati 98%,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam rilisnya, Jumat (27/7/2018).

Menperin meyakini, industri makanan dan minuman nasional masih memiliki potensi pertumbuhan yang cukup baik karena didukung oleh sumber daya alam yang berlimpah dan permintaan domestik yang besar. ”Laju pertumbuhan sektor industri makanan dan minuman pada triwulan I tahun 2018 mencapai 12,70% dan berkontribusi hingga 35,39% terhadap PDB industri non-migas,” ungkapnya.

Sementara itu, Kemenperin memproyeksi, produk minuman ringan akan terus tumbuh seiring dengan kebutuhan masyarakat modern yang menginginkan produk minuman yang praktis dibawa, aman atau higienis, harganya terjangkau, dan memiliki nilai tambah. Industri minuman ringan meliputi produsen air minuman dalam kemasan, minuman berkarbonasi, minuman teh siap saji, minuman jus dan sari buah,  minuman kopi dan susu, serta minuman isotonic (sport dan energy).

Kemenperin mencatat, hingga tahun 2016, jumlah industri minuman ringan mencapai 335 unit usaha dengan kapasitas produksi sebesar 4,7 juta ton per tahun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 48 ribu orang. Sedangkan, nilai ekspornya berada di angka US$83 juta dan nilai investasi tembus Rp12,2 triliun.

Industri makanan dan minuman di dalam negeri tidak hanya didominasi perusahaan besar, tetapi juga cukup banyak sektor industri kecil dan menengah (IKM). Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih yang turut mendampingi Menperin ketika meninjau pabrik PT Coca-Cola Indonesia di Bali, mengatakan, IKM makanan dan minuman mempunyai andil signifikan terhadap kemajuan ekonomi nasional.

“IKM makanan dan minuman berkontribusi sebesar 40% terhadap PDB sektor IKM secara keseluruhan, dan mampu menyerap tenga kerja hingga 42,5% dari total pekerja di sektor IKM,” ungkapnya.

Oleh karena itu, IKM makanan dan minuman menjadi salah satu sektor prioritas dalam penerapan program e-Smart IKM seiring implementasi industri 4.0 di Tanah Air. Hingga bulan Mei 2018, jumlah pelaku IKM yang telah mengikuti Workshop e-Smart IKM berjumlah 2430 IKM, dan lebih dari 30% peserta berasal dari pelaku IKM makanan dan minuman.

“Melalui program e-smart IKM, kami ajarkan mereka mengenai caranya jualan online,” jelas Gati. Dalam pelaksanaannya, Kemenperin telah menggandeng lima marketplace dalam negeri, yakni Bukalapak, Tokopedia, Shopee, Blanja.com dan Blibli. “Marketplace itu diantaranya sudah unicorn,” imbuhnya.

Gati menambahkan, perlunya IKM nasional memasuki ekonomi digital atau industri 4.0, karena diyakini akan meningkatkan produktivitas dan kemampuan ekspor sehingga struktur perekonomian menjadi lebih baik. Sejalan upaya tersebut, salah satu langkah strategis yang telah dilakukan pemerintah saat ini, di antaranya adalah memberikan insentif dan kemudahan perizinan guna menggerakkan investasi.

“Untuk memasuki industry 4.0, kita bangun lebih dahulu ekosistemnya. Jadi ke depannya, buyer dan produsen akan langsung terkoneksi,” ujarnya.