Pengembang Diminta Tingkatkan Kepercayaan Konsumen
Pasardana.id - Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) meminta pemberian perlindungan konsumen diutamakan pengembang. Diyakini, langkah ini akan meningkatkan kepercayaan konsumen berujung pertumbuhan industri property.
"Sektor properti juga harus dibenahi terkait dengan perlindungan konsumen," kata Doni Hartono, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perbanas di Jakarta, kemarin.
Dijelaskan, kenakalan yang dilakukan pengembang bagi pembangunan perumahan dapat ditindak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Ini bisa dilakukan dengan regulasi yang ada.
“Kami meminta pemerintah membuat regulasi yang dapat menopang pertumbuhan sektor properti," jelasnya.
Asal tahu saja, sampai saat ini sektor properti masih mempunyai pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah dan para pelaku industri properti yang terkait didalamnya.
Dalam hal ini, terkait backlog (kekurangan kebutuhan rumah) dan terkendalanya program sejuta rumah yang telah digulirkan pemerintah.
Adapun realisasi program satu juta rumah tahun 2016 mencapai 805.169. Rinciannya adalah pembangunan rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) mencapai angka 569.382 unit sedangkan rumah non MBR terbangun sebanyak 235.787 unit.
Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2015 lalu di mana capaiannya hanya sekitar 699.770 unit.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lana Winayanti mengatakan, program rumah murah masih memiliki banyak kendala.
"Masih banyak kendala di antaranya rendahnya daya beli calon konsumen dan proses penyesuaian yang lambat terutama di lingkungan rusun di mana perlu mediasi antara pengembang dan penghuni," ungkap Lana.
Selain itu, yang menjadi masalah utama dalam pembangunan rumah murah bagi MBR adalah mahalnya harga lahan di wilayah perkotaan. Sehingga pembangunan rumah murah hanya bisa dilakukan di pinggiran kawasan DKI Jakarta.
"Lainnya, belum ada alokasi perumahan lahan khusus untuk MBR dan rencana tata ruang, harga tanah yang sangat mahal, dan ketersediaan tanah berkurang khususnya MBR di perkotaan, dan sulitnya pembebasan sertifikasi tanah, belum terinregrasi penyediaan PSU," paparnya.

