BI Sebut Beberapa Alasan Virtual Currency Dilarang
Pasardana.id - Bukan tanpa alasan jika Bank Indonesia (BI) melarang transaksi di dalam negeri menggunakan virtual currency, termasuk Bitcoin.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP), Eni V Panggabean menjelaskan, selain dikarenakan sesuai dengan undang-undang (UU) mata uang yang menyatakan alat pembayaran yang sah adalah rupiah, virtual currency termasuk Bitcoin dilarang karena memiliki risiko yang tinggi pada area sistem pembayaran, stabilitas sistem keuangan (SSK), Anti pencucian uang, dan pencegahan pendanaan terorisme (APU PPT).Â
“Tidak ada jaminan uang bisa ditukarkan dengan fiat money, apalagi dengan volatilitas harga yang tinggi. Siapa sih yang mau terus dalam volatilitas, kita kan butuh kestabilan," terang Eni di Gedung BI, Jakarta, Senin (15/1/2018).
Ditempat terpisah, Gubernur BI, Agus Martowardojo menjelaskan, uang virtual termasuk Bitcoin tidak memiliki otoritas atau pengawas. Selain itu, juga menjadi produk yang tidak memiliki perlindungan konsumen.
“Produknya rentan untuk transaksi pencucian uang dan pendanaan terorisme, selain itu penetapan harganya produk ini tidak memiliki underlying yang jelas. Sehingga kemungkinan berspekulasi harganya bisa naik tinggi dan turun cepat sekali," jelas Agus di Kemenko Maritim, Jakarta, Senin (15/1/2018).
Lebih lanjut, Agus juga menjelaskan, bahwa pihaknya sudah melakukan pengawasan di sejumlah tempat terkait perdagangan Bitcoin ini.
Menurutnya, penggunaan Bitcoin atau virtual currency lainnya biasa digunakan di daerah wisata.
“Ya karena sistemnya itu, mencoba untuk mempengaruhi perusahaan atau korporasi atau merchant dan pedagang untuk menawarkan dan melakukan transaksi seperti itu," tandas dia.
Â

