Sentimen The Fed Dituding Jadi Katalis Pelemahan Rupiah
Pasardana.id – Depresiasi/pelemahan nilai tukar rupiah belakangan ini, dinilai karena sentimen pasar terkait dengan rencana The Fed yang akan melaksanakan FOMC Meeting pada tanggal 21 Maret 2018 mendatang.
Namun, pasca FOMC Meeting, rupiah diperkirakan bakal kembali ke level fundamentalnya.
Demikian disampaikan Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Doddy Zulverdi di Jakarta, Rabu (14/3/2018).
“Biasanya setelah pertemuan pasar akan sedikit wait and see, dan volatilitas masih akan terjadi. Namun, kami melihat tampaknya sebagian dari pasar keuangan itu sudah memperkirakan apa yang diputuskan The Fed tanggal 21 Maret mendatang,” ujar Doddy.
Asal tahu saja, dalam dua hari terakhir, mata uang rupiah mulai kembali menguat terhadap dolar AS.
Berdasarkan data JISDOR BI menunjukkan nilai tukar Rupiah pada Rabu (14/3) ini berada pada level Rp13.739 per dolar AS atau menguat dibanding Selasa (13/3) yang berada pada level Rp13.757 per dolar AS, juga lebih kuat dibandingkan Jumat (9/3) yang berada di level Rp13.794 per dolar AS.
Lebih lanjut, Doddy juga menegaskan bahwa BI akan hadir di pasar (intervensi) untuk menjaga rupiah tidak terlalu fluktuatif.
Hal ini tercermin dari total cadangan devisa yang menurun dari US$3,92 miliar pada Januari 2018 menjadi US$128,06 miliar di Februari 2018.
“Seperti asuransi saja. Kita akan mengisi kembali cadangan devisa ketika sudah tak intervensi lagi,” jelasnya.
Sementara itu, meski terjadi depresiasi nilai tukar rupiah belakangan ini, Doddy menilai tidak terlalu berdampak signifikan terhadap utang swasta.
Menurutnya, hal tersebut lantaran sudah banyaknya korporasi swasta yang mengikuti aturan BI terkait dengan kewajiban lindung nilai (hedging) minimal 25 persen.
“Hasil pantauan kami sudah lebih dari 90 persen perusahaan sudah comply dengan ketentuan tersebut, sehingga pelemahan rupiah ini tidak terlalu beresiko,” tandas Doddy.

