Pertumbuhan Ekonomi 2018 Diprakirakan Dikisaran Bawah 5,0 - 5,4%
Pasardana.id – Bank Indonesia (BI) menilai, pertumbuhan ekonomi 2018 diprakirakan berada pada kisaran bawah 5,0 - 5,4%.
Dalam penjelasannya, Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara menyebutkan beberapa faktor yang mendasari penilaian tersebut, yaitu; pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2018 tidak sekuat perkiraan, terutama dipengaruhi penurunan ekspor neto.
Adapun konsumsi tetap baik didukung daya beli yang terjaga dan belanja terkait pemilu serta keyakinan konsumen yang tetap tinggi.
Sedangkan investasi masih tumbuh cukup tinggi ditopang baik investasi bangunan, terkait proyek infrastruktur dan properti, maupun investasi nonbangunan.
“Namun, kenaikan pertumbuhan ekspor tidak sekuat proyeksi, di tengah impor yang tumbuh tinggi. Pertumbuhan ekspor lebih terbatas disebabkan kinerja ekspor komoditas andalan, seperti pertanian dan pertambangan, yang tidak sekuat prakiraan. Sementara itu, impor tumbuh tinggi sejalan dengan permintaan domestik, meskipun pertumbuhan impor bulanan telah menunjukkan perlambatan,” jelas Mirza di Gedung BI, Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Meski demikian, inflasi masih terkendali pada level yang rendah dan stabil. Indeks Harga Konsumen mengalami deflasi sebesar 0,18% (mtm) pada September 2018, lebih dalam dibandingkan dengan deflasi bulan lalu sebesar 0,05% (mtm).
Deflasi tersebut terutama bersumber dari deflasi kelompok volatile food, sedangkan inflasi inti melambat dan inflasi kelompok administered prices tercatat stabil.
Dengan perkembangan tersebut, inflasi secara tahunan mencapai 2,88% (yoy), menurun dari 3,20% (yoy) pada bulan sebelumnya. Kelompok volatile food mencatat deflasi seiring berlanjutnya koreksi harga beberapa komoditas pangan. Sementara itu, inflasi inti melambat dari 0,30% (mtm) pada bulan Agustus 2018 menjadi 0,28% (mtm) pada September 2018.
Terkendalinya inflasi inti hingga September 2018 tidak terlepas dari konsistensi kebijakan Bank Indonesia dalam mengarahkan ekspektasi inflasi, termasuk dalam menjaga pergerakan nilai tukar. Ke depan, inflasi diprakirakan tetap berada pada sasaran inflasi 2018, yaitu 3,5±1% (yoy).
“Bank Indonesia dan Pemerintah akan terus memperkuat koordinasi kebijakan dalam pengendalian inflasi sehingga inflasi tetap terjaga pada level yang rendah dan stabil,” jelasnya.
Sementara dari faktor eksternal, diperkiraan pertumbuhan ekonomi global lebih rendah dari proyeksi semula disertai ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Di satu sisi, ekonomi AS diprakirakan makin kuat didukung permintaan domestik yang kemudian menyebabkan ekspektasi inflasi AS tetap tinggi dan akan direspons the Fed dengan tetap menaikkan suku bunga kebijakannya.
Namun di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Eropa dan negara-negara emerging markets, termasuk Tiongkok, diprakirakan lebih rendah dari proyeksi semula, yang pada gilirannya menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi secara global.
Penurunan proyeksi ekonomi dunia juga dipengaruhi ketegangan hubungan dagang antara AS dan negara lain yang kemudian menurunkan volume perdagangan dunia.
Harga komoditas ekspor Indonesia tumbuh lebih lambat, di tengah harga minyak dunia yang terus meningkat.
Sementara itu, ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi juga mendorong investor global menempatkan dananya di aset-aset yang dianggap aman, khususnya di AS.
Berbagai perkembangan tersebut pada gilirannya mengakibatkan dolar AS terus menguat dan akhirnya membuat tren pelemahan banyak mata uang negara berkembang berlanjut.
"Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2018 diprakirakan berada pada kisaran bawah 5,0-5,4%," tandas Mirza.

