Dirut RBMS Diduga Lakukan Insider Trading

foto : ilustrasi (ist)
foto : ilustrasi (ist)

Pasardana.id - Direktur Utama PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk (RBMS), Richard R Wiriahardja berpotensi terbukti melakukan insider trading. Untuk itu operator pasar modal akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan Bursa Efek Indonesia (BEI), Hamdi Hassyarbaini menyatakan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap transaksi yang dilakukan Richard sebelum mengumumkan akan melakukan right issue.

"Saya cek dulu, kalau benar dia lakukan itu, ya benar itu insader trading," kata di Jakarta, Jumat (8/12/2017).

Hamdi menambahkan, transaksi Richard tersebut dapat digolongkan memanfaatkan insider information. Tapi dia mengingatkan, BEI harus lebih duhulu membuktikan dugaan sementara tersebut.

"Kalau dia (Richard) melakukan insider trading, ya pelanggaran," tegas dia.

Untuk diketahui, dalam paparan publik atas permintaan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 7 Desember 2017, Richard R Wiriahardja mengaku telah melakukan pembelian 8000 lot beberapa waktu lalu disaat harga saham perusahaan yang dipimpinnya itu belum melambung.

"Saya memang melakukan pembelian 8000 lot dan setelah itu harga naik, makanya kami matengin rencana aksi korporasi berupa right issue," kata Richard kemarin.

Untuk diketahui, pada tanggal 30 November 2017 lalu, harga saham RBMS berada pada level harga Rp320 per saham. Padahal, akhir Oktober 2017 lalu, harga saham RBMS baru Rp94 per saham. Artinya dalam sebulan, harga saham RMBS naik 3,4 kali lipat.

Menyikapi hal ini, Richard R Wiriahardja mengaku tidak tahu persis kenapa saham perseroannya bisa meroket tajam.
"Nah itu saya enggak tahu, saya bilang bursa (BEI) buktikan aja kalo memang ada saya terlibat," kata Richard.

Sekedar mengingatkan, Pasal 95 UU Pasar Modal hanya menyatakan bahwa orang dalam dari emiten atau perusahaan publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas efek emiten atau perusahaan publik dimaksud dan perusahaan lain yang melakukan transaksi efek dengan emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan.

Lebih jauh, insider trading dikatakan terjadi apabila telah terpenuhi tiga unsur. Pertama, adanya orang dalam. Kedua, informasi orang dalam itu bersifat material dan belum dipublikasikan kepada publik. Ketiga, adanya transaksi perdagangan efek oleh orang dalam berdasarkan informasi tersebut.

Jika terbukti, maka sanksi pidana telah rinci disebutkan dalam pasal 104, yaitu bahwa setiap pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.