Bank Dunia Menurunkan Proyeksi Pertumbuhan Dunia Sebesar 0,5 Persen

foto : istimewa

Pasardana.id - Kekhawatiran memburuknya perekonomian dunia tampak semakin nyata setelah Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan dunia sebesar setengah persen.

Meskipun demikian, diperkirakan ekonomi Indonesia tetap bertahan. Dalam laporan terbarunya, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,1% pada tahun 2016 dan 5,3% pada 2017. Angka ini tidak berubah dari proyeksi Indonesia Economic Quarterly edisi Maret 2016.

Namun, yang perlu diperhatikan adalah pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih rendah dari perkiraan ini, dapat berdampak pada pemulihan ekonomi Indonesia.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Keuangan, Selasa (21/6/2016), disebutkan bahwa serangkaian kebijakan yang pro-aktif, telah membantu bertahannya ekonomi Indonesia, termasuk kebijakan moneter yang penuh kehati-hatian, bertambahnya investasi infrastruktur oleh pemerintah, dan reformasi kebijakan untuk memperkuat iklim investasi.

Lebih lanjut disebutkan, dalam laporan Bank Dunia ini disebutkan bahwa, konsumsi masyarakat diperkirakan akan lebih kuat. Pertumbuhan akan bergantung pada investasi swasta, yang menyambut baik serangkaian paket kebijakan ekonomi akhir-akhir ini. Ekspor dan impor keduanya melemah, baik dalam volume maupun nilai pada kuartal I-2016. Namun, impor turun lebih cepat dari ekspor dan telah membantu memperkecil defisit anggaran menjadi 2,1% PDB.

Sementara itu, inflasi pada bulan Mei sebesar 3,3% (yoy) dianggap relatif rendah, karena tingginya inflasi harga pangan kurang menonjol. Salah satu sebab tingginya inflasi harga pangan domestik adalah proteksionisme perdagangan.

Sebelumnya, Bank Indonesia menurunkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,50%, dengan suku bunga Deposit Facility turun sebesar 25 bps menjadi 4,50% dan Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 7,00%. Bank Indonesia juga memutuskan BI 7-day (Reverse) Repo Rate turun 25 bps dari 5,50% menjadi sebesar 5,25%. Hal ini dilakukan untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi di kuartal kedepannya.

Adapun di bidang makroprudensial, Bank Indonesia melakukan pelonggaran kebijakan makroprudensial dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, melalui : (i) Relaksasi ketentuan Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to Value Ratio (FTV) kredit/pembiayaan properti untuk Rumah Tapak, Rumah Susun, dan Ruko/Rukan sebagaimana terlampir, dan (ii) Memperlonggar kredit/pembiayaan melalui mekanisme inden dengan pengaturan pencairan kredit/pembiayaan bertahap sesuai progress pembangunan untuk Rumah Tapak, Rumah Susun, dan Ruko/Rukan sampai dengan fasilitas kredit/pembiayaan kedua.

Selain itu, untuk mendorong kredit perbankan, Bank Indonesia juga menaikkan batas bawah Loan to Funding Ratio terkait Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78% menjadi 80%, dengan batas atas tetap sebesar 92%. Ketentuan di bidang makroprudensial tersebut mulai diberlakukan pada Agustus 2016.