MoU Ekspor Listrik Bersih RI ke Singapura Diapresiasi MPR

Foto : istimewa

Pasardana.id - Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah Indonesia dan Singapura, terkait ekspor listrik bersih hingga penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage/CCS), pada Jumat (13/6) diapresiasi oleh Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno.

Sebagai informasi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait ekspor listrik bersih ke Singapura dengan kapasitas sebesar 3,4 gigawatt (GW) hingga 2035.

Selain menandatangani dua MoU, yakni ekspor listrik bersih dan pengembangan zona industri berkelanjutan, Bahlil bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kedua Bidang Perdagangan dan Industri Singapura, Tan See Leng juga menyepakati kerja sama penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS).

Menurut Eddy, kesepakatan kedua negara itu merupakan tonggak baru dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), serta ekonomi rendah karbon di Indonesia.

“Saya memberikan apresiasi kepada Pak Bahlil (Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia) dan jajaran Kementerian ESDM yang secara cepat menangkap peluang untuk pengembangan sektor energi terbarukan, serta low carbon business di Indonesia melalui ekspor listrik dan industri CCS. Penandatanganan MoU tersebut meneguhkan Indonesia sebagai negara yang serius melakukan dekarbonisasi terhadap perekonomiannya," kata Eddy dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (16/6).

Anggota Komisi XII DPR RI ini menilai, selain menyerap tenaga kerja, MoU tersebut juga menghasilkan devisa dan membangun industri panel surya hingga industri pendukung EBT lainnya.

Eddy menyebut kebutuhan listrik Singapura yang bersumber dari EBT sangatlah besar.

Adapun Indonesia merupakan negara yang memiliki kedekatan geografis dan sumber energi surya yang diperlukan oleh negara tetangga.

"Selain itu, sumber panas bumi di wilayah Sumatera Barat juga bisa dikembangkan untuk menambah pasokan listrik ke Singapura. Kesediaan negara jiran ini membeli sumber listrik EBT dengan tarif yang menjanjikan, tentu menarik bagi investor domestik kita," ujarnya.

Lebih lanjut, dia memandang potensi penyimpanan karbon Indonesia sebesar 600 gigaton yang menjadi terbesar di kawasan Asia, juga membuka peluang pendapatan negara dan penyerapan tenaga kerja.

Hal tersebut, lanjut dia, bersamaan dengan negara-negara seperti Singapura, Korea, Taiwan dan Jepang melakukan penyimpanan karbon hasil industrinya di Indonesia.

Menurut dia, teknologi CCS saat ini sudah teruji dan aman sehingga pengembangan industri CCS ke depannya juga akan membawa transfer teknologi kepada anak bangsa.

"Selain daripada itu, CCS merupakan low carbon business yang calon investornya cukup banyak, sehingga kelak akan meningkatkan porsi investasi asing ke Indonesia," ucapnya.

Di sisi lain, dia meyakini bahwa ekspor listrik ke luar negeri telah memperhitungkan kebutuhan domestik dalam negeri sehingga kegiatan pengiriman energi ke Singapura tidak akan mengganggu kebutuhan listrik nasional.

“Ke depannya, saya berharap bahwa sektor EBT akan semakin berkembang di Indonesia, dalam rangka mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang saat ini masih banyak diimpor, serta penguatan ketahanan energi nasional sejalan dengan Astacita pemerintahan Presiden Prabowo,” tukas dia.