Kasus Mama Khas Banjar, Menteri UMKM : Tanggung Jawab Atas Pembinaan dan Perlindungan

Foto : istimewa

Pasardana.id - Pemerintah secara tegas dan berkomitmen penuh atas tanggung jawabnya dalam melindungi pengusaha-pengusaha Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Tanah Air.

Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman menyatakan secara tegas, bahwa pihaknya bertanggung jawab atas kasus yang menimpa pengusaha UMKM, Firly Nurochim, pemilik Toko Mama Khas Banjar di Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel) yang telah dijatuhi sanksi karena menjual berbagai macam makanan beku, makanan kemasan dan minuman kemasan, namun tidak mencantumkan masa kedaluwarsa.

Menurutnya, Pemerintah bertanggung jawab dalam konteks pembinaan, pelindungan, keberlanjutan, dan lainnya demi pertumbuhan UMKM di Indonesia.

"Dalam konteks tersebut, penjatuhan sanksi pidana kepada pengusaha UMKM seperti terdakwa Firly, yang secara nyata telah berkontribusi pada ekonomi lokal dan menjalankan usaha dengan itikad baik, dipandang tidak sejalan dengan arah politik hukum nasional yang menekankan pemberdayaan dan pelindungan hukum bagi UMKM," katanya saat menghadiri persidangan sebagai Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) di Pengadilan Negeri Banjarbaru, Rabu (14/5).

Ia menambahkan, kehadiran negara ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM yang disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (Cipta Kerja).

Undang-Undang tersebut dijabarkan secara detail oleh Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

"Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 hadir sebagai upaya membangun ekosistem yang sehat, di mana pengusaha usaha mikro dan usaha kecil punya kesempatan yang setara untuk berkembang dan adanya pelindungan yang adil ketika berhadapan dengan hukum," ucap dia.

Maman menyampaikan, dengan adanya pelindungan hukum, maka pengusaha UMKM menjadi aman dan nyaman dalam melaksanakan usahanya serta mampu memberi dampak perekonomian yang sehat, berkelanjutan, dan inklusif.

Hal ini akan menciptakan efek domino yaitu produktivitas meningkat, daya saing naik, lapangan kerja tercipta, dan pada akhirnya berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

"Kami khawatir dengan diprosesnya Firly secara pidana, dapat berdampak secara simultan dan masif terhadap pengusaha UMKM lain. Pengusaha UMKM lain akan mengalami ketakutan dalam berusaha dan berdampak buruk terhadap pengembangan UMKM, yang kemudian menjadi kontraproduktif terhadap agenda dan tujuan pembangunan ekonomi nasional," ujar dia lagi.

Sementara itu, pihaknya juga tetap menghormati kewenangan aparat penegak hukum dalam menangani perkara ini.

Namun, imbuhnya, penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengedepankan sanksi pidana perlu dipertimbangkan ulang.

"Terima kasih yang Mulia, semoga hadirnya saya di dalam sidang yang terhormat ini tidak diterjemahkan sebagai bentuk intervensi hukum, dan tidak diterjemahkan sebagai bentuk untuk melakukan hal-hal di luar mekanisme persidangan. Sekali lagi itu semua menjadi keputusan yang mulia," tuturnya.

Dia berharap, apapun keputusannya pada sidang pengadilan Mama Khas Banjar, bisa menjadi pembelajaran yang sangat berharga bagi seluruh masyarakat Indonesia dan juga pemerintah.

Karena itu, dia juga tidak ingin jika momentum ini dijadikan sebagian pengusaha UMKM untuk membuat mereka menjadi lalai dan teledor dalam menyiapkan administrasi, kelengkapan dokumen, dan lain sebagainya.

Untuk diketahui sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Firly Nurachim selaku pelaku usaha yang menjual berbagai macam makanan beku, makanan kemasan dan minuman kemasan, namun tidak mencantumkan masa kedaluwarsa.

Untuk itu, JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarbaru mendakwa Firly dengan dakwaan pertama Pasal 62 ayat ( 1) Jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf g Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Kemudian dakwaan kedua, Pasal 62 ayat ( 1) Jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf i Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.