DJP Jelaskan Kembali Soal Perpanjangan Dua Insentif Perpajakan
Pasardana.id - Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), memperpanjang dua insentif perpajakan.
Pertama, PMK Nomor 10 Tahun 2025 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah (DTP) dalam Rangka Stimulus Ekonomi Tahun Anggaran 2025 dan mulai berlaku sejak 4 Februari 2025.
Penerbitan PMK tersebut sebagai upaya meringankan beban pajak karyawan, meningkatkan daya beli, dan mendukung kesejahteraan pekerja.
Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan menjaga stabilitas perekonomian nasional.
Aturan ini merupakan tindak lanjut dari kenaikan tarif PPN sebesar 1 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.
“Penerbitan PMK ini merupakan wujud komitmen pemerintah untuk tetap menjaga daya beli masyarakat melalui paket-paket stimulus yang diberikan,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti, Jumat (14/3/2025).
Dengan insentif ini, pegawai tetap yang berpenghasilan bruto tidak lebih dari Rp10 juta per bulan dan pegawai tidak tetap dengan penghasilan hingga Rp500 ribu per hari di industri alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit akan menerima gaji tanpa potongan pajak.
Kebijakan tersebut mulai masa pajak Januari 2025 atau masa pajak bulan pertama bekerja di tahun 2025.
Melalui PMK Nomor 10 Tahun 2025 harapannya dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain itu, Pemerintah memperpanjang pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun yang Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk tahun anggaran 2025.
Ketentuan tersebut diatur melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 13 Tahun 2025 yang berlaku sejak 4 Februari 2025.
Perpanjangan insentif ini merupakan keberlanjutan kebijakan insentif PPN yang sebelumnya telah diberikan pada tahun 2023 dan 2024.
“Transaksi di bidang properti merupakan transaksi yang mempunyai multiplier effect yang besar terhadap sektor ekonomi yang lain. Sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat, pemberian insentif PPN ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan sektor ekonomi lainnya,” ujar Dwi.
Melalui penerbitan PMK-13/2025, penyerahan rumah tapak atau satuan rumah susun yang dilakukan mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2025 akan mendapatkan insentif PPN-DTP sebesar 100% atas PPN terutang dari bagian harga jual sampai dengan Rp2 miliar dengan harga jual paling tinggi Rp5 miliar.
Sedangkan penyerahan rumah tapak atau satuan rumah susun yang dilakukan mulai 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2025 akan mendapatkan insentif PPN-DTP sebesar 50% atas PPN terutang dari bagian harga jual sampai dengan Rp2 miliar dengan harga jual paling tinggi Rp5 miliar.
“Contohnya jika Tn.A membeli rumah seharga Rp2 miliar pada 14 Februari 2025, maka seluruh PPN-nya ditanggung Pemerintah. Contoh lain jika Ny.B membeli rumah seharga Rp2,5 miliar pada 15 Februari 2025, maka PPN yang harus ditanggung Ny.B adalah efektif 11% dikali Rp500 juta atau sebesar Rp55 juta,” tutur Dwi.

