Membedah Kebijakan BEI Soal ‘Backdoor Listing’: Fleksibilitas di Tengah Kehati-hatian Regulator
Pasardana.id – Aksi korporasi backdoor listing (akuisisi perusahaan tercatat oleh investor strategis) semakin marak terjadi di pasar modal Indonesia, terutama di tengah tren penurunan jumlah Penawaran Umum Perdana Saham (Initial Public Offering - IPO).
Fenomena ini memicu perdebatan mengenai fleksibilitas yang diberikan Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku regulator pasar modal dan potensi dampaknya terhadap perlindungan investor.
BEI: Bukan Hal Tabu, Asal Prospektif
BEI sendiri menyatakan tidak melarang mekanisme ini selama tindakan korporasi yang dilakukan memenuhi persyaratan dan prinsip keterbukaan informasi.
Namun otoritas bursa juga menegaskan sikap selektif untuk melindungi integritas pasar dan pemegang saham minoritas.
Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna di Gedung BEI, Jakarta, Senin (08/12).
“Backdoor listing bukanlah sesuatu yang terlarang atau tabu di pasar modal Indonesia. BEI bersikap netral terhadap mekanisme pencatatan, baik melalui IPO langsung maupun melalui aksi korporasi pengambilalihan perusahaan publik yang sudah tercatat,” ujar Nyoman.
Menurut Nyoman, prinsip utama bagi BEI adalah keterbukaan informasi dan nilai tambah yang dibawa oleh perusahaan yang masuk, terlepas dari jalurnya.
Dijelaskan, BEI membuka pintu bagi perusahaan manapun untuk masuk, selama memenuhi dua prasyarat penting:
-Transparansi: Pihak yang masuk harus jelas dan mematuhi semua peraturan yang berlaku, termasuk prinsip keterbukaan informasi yang ketat layaknya proses IPO; dan
-Nilai Tambah: Aksi korporasi tersebut diharapkan membawa dampak positif dan atribusi balik kepada pemegang saham perusahaan yang diakuisisi (perusahaan cangkang).
Lebih lanjut Nyoman menekankan, bahwa BEI akan bersikap selektif dalam menilai setiap proposal backdoor listing untuk memastikan perlindungan investor tetap terjaga.
Proses ini melibatkan kajian mendalam terhadap kelayakan dan prospek bisnis entitas baru tersebut.
Pengaruh Terhadap Kinerja Pasar Modal
Dari sisi BEI, backdoor listing dapat dipandang positif sebagai jalur alternatif bagi perusahaan besar atau grup usaha yang ingin segera melantai di bursa, terutama di saat momentum pasar sedang tepat untuk ekspansi.
Hal ini dapat meningkatkan kedalaman pasar dan diversifikasi instrumen investasi.
Namun, BEI tidak mengatur secara spesifik mengenai backdoor listing, melainkan mengacu pada peraturan pengambilalihan perusahaan tercatat yang sudah ada.
Sementara itu, di kalangan analis pasar modal, pandangan terhadap backdoor listing cenderung lebih hati-hati.
Meskipun diakui sebagai metode yang sah secara hukum, aksi ini sering kali menimbulkan pertanyaan seputar keterbukaan informasi yang mungkin tidak sejelas proses IPO pada umumnya.
Seorang pengamat pasar modal, Reza Priyambada, mengingatkan, “Backdoor listing tidak dilarang, tetapi jangan sampai merugikan investor maupun negara.”
Pernyataan ini merefleksikan keprihatinan bahwa jalan pintas memasuki bursa harus tetap menjaga prinsip keterbukaan dan fairness.
Analisis Potensi Risiko dan Perlindungan Investor
Di sisi lain, terdapat beberapa poin yang perlu dicermati, terkait potensi risiko dan perlindungan investor yaitu;
-Risiko bagi Investor Eksisting: Jika perusahaan cangkang yang diakuisisi adalah perusahaan yang tidak aktif (dormant) atau bermasalah, investor yang sudah ada berpotensi mengalami kerugian jika perusahaan baru tidak membawa perbaikan signifikan atau terjadi penurunan harga saham pasca-akuisisi.
-Spekulasi Pasar: Aksi ini sering memicu spekulasi harga saham perusahaan cangkang di pasar, yang bisa menciptakan volatilitas tinggi dan berisiko bagi investor ritel yang kurang informasi.
-Kredibilitas Proses: Analis menekankan pentingnya pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI untuk memastikan proses ini tidak menjadi "jalan pintas" yang mengabaikan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance - GCG).
Terlepas dari pro dan kontra, backdoor listing — atau lebih tepatnya rangkaian aksi korporasi yang mempercepat jalan perusahaan ke status tercatat — bukanlah praktik ilegal dan dapat memberi manfaat bila dijalankan dengan tata kelola yang baik.
Adapun BEI menaruh perhatian dengan bersikap selektif dan menekankan persyaratan keterbukaan dan bukti kemampuan pengendali baru.
Namun tanpa penguatan regulasi dan implementasi perlindungan investor yang ketat, fenomena ini bisa meningkatkan volatilitas dan menimbulkan risiko signifikan bagi pemegang saham minoritas dan integritas pasar.
Oleh karena itu, Pengawasan yang selektif dan penegakan prinsip keterbukaan informasi yang ketat dari regulator menjadi kunci agar aksi korporasi ini benar-benar berdampak positif bagi kinerja pasar modal secara keseluruhan, seperti yang diharapkan oleh BEI.

