Perpres 113/2025 Jadi Titik Balik Efisiensi Industri Pupuk Nasional
Pasardana.id - Pemerintah resmi menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 6 Tahun 2025 mengenai Tata Kelola Pupuk Bersubsidi sebagai bagian dari reformasi tata kelola subsidi pupuk untuk memperkuat ketahanan pangan nasional dan keberlanjutan industri pupuk nasional.
Regulasi ini memberikan kerangka kebijakan yang lebih adaptif dalam pelaksanaan subsidi pupuk, sekaligus membuka ruang bagi peningkatan efisiensi, penguatan rantai pasok bahan baku, dan modernisasi industri pupuk nasional.
Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero), Yehezkiel Adiperwira, menyebutkan bahwa Pupuk Indonesia menyambut implementasi Perpres 113/2025 sebagai landasan strategis untuk mempercepat agenda transformasi yang selama ini telah dilakukan perusahaan.
“Sejak beberapa tahun terakhir, Pupuk Indonesia telah melakukan penyesuaian strategi dengan mempertimbangkan volatilitas harga bahan baku global serta kebutuhan akan peningkatan efisiensi operasional. Adanya Perpres 113/2025 memperkuat arah transformasi tersebut secara kebijakan,” ujar Yehezkiel, dalam keterangan pers, Kamis (18/12/2025).
Ia menjelaskan bahwa sebagian besar fasilitas produksi Pupuk Indonesia telah beroperasi hampir 50 tahun, sehingga konsumsi bahan baku terutama gas menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan standar global.
Sebagai contoh, pabrik di Pupuk Iskandar Muda (PIM) membutuhkan sekitar 54 MMBTU gas untuk memproduksi satu ton urea, sementara standar dunia berada di kisaran 23–25 MMBTU per ton.
Kondisi itu berdampak pada tingginya biaya produksi yang dihitung melalui skema subsidi cost plus, dimana seluruh biaya tersebut ditagihkan kepada Pemerintah.
“Melalui Perpres 113/2025, skema subsidi pupuk cost plus ditinggalkan. Subsidi kini menggunakan mekanisme marked-to-market (MTM), yang secara langsung mendorong efisiensi dan disiplin biaya di tingkat produsen,” jelas Yehezkiel.
Lebih lanjut Yehezkiel mengungkapkan bahwa Perpres 113/2025 berperan strategis sebagai titik keseimbangan antara keterjangkauan harga pupuk bagi petani dan keberlanjutan industri pupuk nasional.
Dalam skema baru itu, harga pupuk bersubsidi bagi petani tetap dijaga melalui kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET), sementara produsen didorong untuk meningkatkan efisiensi industri secara jangka panjang.
Sebelumnya, pada Desember 2025, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merilis Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2025 yang mencatat tantangan efisiensi proses produksi pupuk bersubsidi pada periode pemeriksaan 2022 hingga Semester I 2024.
Temuan itu menjadi bagian dari evaluasi menyeluruh dari kebijakan dan tata kelola pupuk subsidi yang berlaku pada periode tersebut.
Selain perubahan kebijakan, Yehezkiel menyebutkan bahwa Pupuk Indonesia juga akan terus melakukan berbagai langkah perbaikan secara internal, antara lain mengoperasikan pabrik pada mode paling optimal, melakukan rekonfigurasi proses produksi, mengamankan kontrak bahan baku jangka panjang, serta menjalankan program revamping untuk pabrik-pabrik tua.
Yehezkiel menambahkan bahwa Perpres 113/2025 secara berimbang juga memberikan ruang gerak terhadap kemampuan pendanaan perusahaan. Dalam skema baru, pembayaran subsidi untuk pengadaan bahan baku dilakukan sebelum realisasi pengadaan, dengan terlebih dahulu di-review oleh lembaga berwenang, sehingga mampu menurunkan beban bunga pembiayaan modal kerja.
“Dengan kombinasi kebijakan baru dan langkah perbaikan internal, tata kelola pupuk bersubsidi kini memasuki fase yang jauh lebih efisien dan berkelanjutan. Fokus kami adalah memastikan pupuk tersedia tepat waktu, tepat jumlah, dan terjangkau bagi petani, sekaligus menjaga akuntabilitas keuangan negara,” tutupnya.

