Kegiatan Usaha Pertambangan Yang Melanggar Bakal Kena Denda Administratif

Foto : istimewa

Pasardana.id – Kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan pada komoditas tertentu yang terbukti melakukan prelanggaran, akan mendapatkan denda administratif.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025 yang menjadi dasar penindakan pertambangan nikel, bauksit, timah, dan batubara di wilayah hutan.

Adapun penerapan aturan tersebut resmi diberlakukan oleh Kementerian ESDM, sebagai tindak lanjut Pasal 43A Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2025 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif dan penerimaan negara bukan pajak dari denda di bidang kehutanan.

Langkah tersebut memperkuat agenda pemerintah dalam menertibkan kawasan hutan dari praktik tambang ilegal maupun pelaku berizin yang melakukan pelanggaran.

"Perhitungan penetapan denda administratif atas kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan dalam Keputusan ini didasarkan hasil kesepakatan rapat Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan untuk kegiatan usaha pertambangan," bunyi salah satu pasal Kepmen tersebut dikutip pada Rabu (10/12), di Jakarta.

Penerapan tarif denda disiapkan sebagai instrument penegakan hukum untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolahan sumber daya alam.

Dimana, kebijakan ini diarahkan untuk menanggulangi kerugian negara serta dampak lingkungan yang muncul akibat operasi pertambangan yang tidak sesuai ketentuan.

Besaran denda administratif pun ditetapkan berdasarkan kesepakatan lembaga terkait, dengan tarif tertinggi untuk pelanggaran pertambangan nikel yang mencapai Rp 6,5 miliar per hektare.

Sedangkan, komoditas bauksit dikenakan denda Rp 1,7 miliar per hektare, timah sebesar Rp 1,2 miliar per hektare, dan batubara Rp 354 juta per hektare.

Seluruh denda akan ditagih oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) serta dicatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak sektor energi dan mineral.

Dan aturan yang berlaku sejak 1 Desember 2025, menjadi dasar Satgas PKH dalam melaksanakan penindakan di lapangan. Kerangka penegakan disusun melalui koordinasi dengan Kejaksaan agar proses penilaian dan pencatatan pelanggaran dapat dilakukan secara terukur.

Sebagai informasi, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan komitmen pemerintah untuk menindak pelanggar kaidah pertambangan ketika aktivitas tersebut merugikan masyarakat.

"Kalau seandainya kita mendapatkan dalam evaluasi mereka melanggar, tidak tertib, maka tidak segan-segan kita akan melakukan tindakan sesuai aturan," ujar Bahlil, saat ia mengunjungi warga terdampak bencana hidrometeorologi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Pemerintah menyiapkan kebijakan itu untuk memperkuat penegakan hukum di kawasan hutan serta menekan kerusakan lingkungan akibat praktik pertambangan yang menyimpang. 

Dengan adanya peraturan tersebut, diharapkan dapat memberi kejelasan bagi penindakan dan mendorong pelaku usaha menerapkan praktik pertambangan yang tertib.