Pasar IPO Asia Tenggara Kembali Menguat, Ditopang Sektor Real Estat, Jasa Keuangan, dan Konsumer

Photo detail — Kiri ke kanan: Mr WONG Kar Choon, Capital Markets Services Partner, Deloitte Malaysia; Ms TAY Hwee Ling, Capital Markets Services Leader, Deloitte Southeast Asia; Mr Ken KHOO, Capital Markets Services Director, Deloitte Malaysia; Mr Trinh BUI, Capital Markets Services Partner, Deloitte Vietnam.

Pasardana.id - Laporan terbaru Deloitte menunjukkan bahwa pasar penawaran umum perdana (Initial Public Offering atau IPO) di Asia Tenggara kembali menguat. 

Hingga pertengahan November 2025, terdapat 102 IPO di enam bursa utama Asia Tenggara (Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina) dengan total penghimpunan dana sekitar US$ 5,6 miliar atau sekitar Rp 93,3 triliun. 

Meskipun jumlah IPO menurun, total dana yang dihimpun di kawasan ini justru tumbuh 53% dalam 10,5 bulan pertama 2025 dibandingkan dengan periode yang sama di 2024, didorong oleh ukuran transaksi yang lebih besar, pergeseran dinamika sektor, serta kinerja pasar yang stabil di Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia.

Peningkatan jumlah IPO bernilai tinggi di sektor data real estat, jasa keuangan, dan konsumer menjadi pendorong utama kenaikan total dana terhimpun pada 2025. 

Sebagai perbandingan, US$3,7 miliar (Rp 61,67 triliun) dihimpun dari 136 IPO pada 2024 dan US$5,8 miliar (Rp 96,67 triliun) dari 163 IPO pada 2023. 

Terjadi pergeseran dalam ukuran IPO dan dinamika sektoral, dengan pasar kini lebih menekankan pada perusahaan yang memiliki ketahanan lebih kuat. 

Rata-rata nilai transaksi IPO meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan 2024, naik dari sekitar US$27 (Rp 450 miliar) juta menjadi US$55 juta (Rp 916 miliar), didorong oleh kehadiran beberapa IPO berskala besar yang menjadi blockbuster.

Terdapat empat IPO dari Singapura, Vietnam, dan Filipina yang masing-masing menghimpun lebih dari US$500 juta (Rp 8,3 triliun), serta 11 IPO di Asia Tenggara yang mencatat market capitalization di atas US$1 miliar (Rp 16,67 triliun).

Secara umum, pasar IPO Asia Tenggara menunjukkan pertumbuhan dengan ritme yang beragam sepanjang 10,5 bulan pertama 2025. 

Salah satu tren yang paling menonjol adalah meningkatnya IPO yang didukung oleh Private Equity, yang menjadi katalis stabilnya arus modal dan besarnya minat investor. 

Untuk 2026, Deloitte memperkirakan minat investor akan tetap positif, seiring semakin banyaknya peluang baru yang muncul di pasar.

Singapura dan Vietnam memimpin besaran nilai IPO

Singapura menempati posisi teratas pasar IPO Asia Tenggara berdasarkan nilai dana terhimpun, dengan sembilan IPO yang mengumpulkan US$1,6 miliar atau Rp 26,67 triliun. dalam 10,5 bulan pertama tahun ini. 

Kinerja ini didorong oleh dua IPO Real Estate Investment Trust (REIT) berskala besar — NTT DC REIT dan Centurion Accommodation REIT — yang diuntungkan oleh reformasi regulasi yang memperbaiki sentimen pasar.

Didorong oleh dua transaksi besar tersebut, masing-masing bernilai lebih dari US$500 juta dan secara kolektif menyumbang 88% dari total dana terhimpun, pasar IPO Singapura mencatat perolehan tertinggi sejak 2019.

Pasar modal Singapura menunjukkan pemulihan dan pertumbuhan yang konsisten, didukung oleh meningkatnya tren pencatatan IPO di bursa utama serta dua secondary listing — China Medical System Holdings Limited dan AvePoint Inc. 

Kinerja pasca-IPO juga terlihat kuat, dengan kenaikan harga saham pada hari pertama sebesar 12% dan kenaikan tahun berjalan sekitar 29%. 

“Pemulihan pasar Singapura terdorong oleh reformasi regulasi dan IPO berskala besar, yang menandai kembalinya kepercayaan investor serta meningkatnya minat dari investor regional dan global. Pasar IPO Singapura pada 2025 ditandai oleh jumlah pencatatan yang lebih sedikit, namun dengan nilai transaksi yang jauh lebih besar, serta minat kuat dari investor institusional dan internasional. Rekomendasi yang dibuat oleh equities market review group di bawah Monetary Authority of Singapore (MAS) bertujuan mendorong Singapura menuju periode regulasi yang lebih berbasis pengungkapan, selaras dengan pasar maju lainnya. Reformasi pro-bisnis dan berbagai langkah yang diusulkan kelompok tersebut — termasuk Equity Market Development Programme senilai S$5 miliar — juga terus memperkuat likuiditas dan kinerja pasar. Upaya ini menambah kedalaman pasar IPO Singapura dan semakin menegaskan posisi SGX sebagai motor pemulihan pasar modal di Asia Tenggara,” beber Tay Hwee Ling, Capital Markets Services Leader, Deloitte Southeast Asia dalam keterangan tertulis, Selasa (18/11).

Hwee Ling menambahkan, ‘Ke depan, minat investor diperkirakan tetap kuat, didukung oleh pipeline IPO REIT dan Business Trust yang terus bertambah, serta potensi IPO lintas negara — termasuk Perusahaan dari negara Asia Tenggara lain yang mempertimbangkan pencatatan di Singapura.”

Di sisi lain, Vietnam mencatat dua IPO besar di sektor keuangan — Techcom Securities Joint Stock Company dan VP Bank Securities — yang secara kolektif berhasil menghimpun dana sebesar US$1 miliar (Rp 16,67 triliun). 

Pencapaian ini membuka jalan bagi siklus pertumbuhan baru bagi pasar IPO Vietnam setelah bertahun-tahun mengalami stagnasi sejak 2018.

“Pasar IPO Vietnam  omest memasuki siklus baru dengan deretan rencana penawaran berkualitas tinggi di sektor keuangan, real estat, ritel, pertanian, dan teknologi. Kebangkitan ini didorong oleh pertumbuhan makroekonomi yang solid, serta didukung oleh kebijakan moneter yang akomodatif dan pengelolaan nilai tukar yang fleksibel. Klasifikasi baru Vietnam sebagai Secondary Emerging Market yang akan berlaku pada September 2026 menjadi tonggak penting yang diperkirakan akan membuka aliran modal asing yang signifikan dan semakin memperkuat optimisme investor,” ujar Trinh Bui, Capital Markets Services Partner, Deloitte Vietnam.

“Di pusat transformasi ini terdapat serangkaian reformasi regulasi yang luas untuk memodernisasi pasar modal Vietnam. Pemerintah  omest meningkatkan transparansi, memperbarui infrastruktur, dan menyederhanakan prosedur listing untuk menciptakan ekosistem yang lebih efisien dan ramah investor. Langkah-langkah strategis ini mendorong masuknya arus modal yang lebih kuat sekaligus menempatkan Vietnam sebagai salah satu pasar berkembang paling menarik di Asia bagi investor  omestic maupun internasional,” tambah Trinh.

Malaysia dan Indonesia memimpin volume IPO

Sementara itu, Malaysia memimpin dari sisi jumlah banyaknya IPO, dengan 48 IPO yang menghimpun US$1,1 miliar atau Rp 18,33 triliun — sebagian besar melalui ACE Market. 

Meskipun mengalami penurunan di total dana IPO terhimpun, market capitalization IPO, dan jumlah pencatatan IPO, Malaysia tetap on track untuk mencapai target 60 IPO di akhir tahun ini. 

Kinerja ini didorong oleh kepercayaan investor yang tetap solid serta pipeline perusahaan yang terus bertambah untuk menghimpun modal melalui bursa saham.

Sektor produk industri dan konsumer tetap memberika performa terbaik, dengan THMY Holdings Berhad dan Oriental Kopi Holdings Berhad mencatat debut yang kuat dan kenaikan harga pada hari pertama sebesar 193,55% dan 98,86%.

Malaysia juga mencatat secondary listing pertama dari UMS Integration Ltd, perusahaan yang sebelumnya telah tercatat di SGX. 

Selain itu, Cuckoo International (MAL) Berhad — anak perusahaan dari Cuckoo Holdings Co Ltd yang terdaftar di Korea — turut melantai di bursa Malaysia.

“Pipeline IPO Malaysia sangat beragam, dengan aktivitas signifikan di sektor barang consumer (consumer goods), produk industri, serta energi dan sumber daya, berkat dukungan insentif pemerintah dan meningkatnya minat investor. Meski terdapat ketidakpastian geopolitik, tarif perdagangan yang berdampak pada perusahaan yang berorientasi ekspor, serta tekanan pada supply chain, perusahaan-perusahaan konsumer yang sudah mapan tetap menjadi tulang punggung pasar IPO dan lanskap ekonomi Malaysia. Pasar IPO Malaysia pada 2025 ditandai oleh keberagaman sektor yang kuat, sentimen investor yang positif, dan lingkungan regulasi yang mendukung, menjadikannya pasar modal yang tangguh sekaligus tujuan yang menarik bagi IPO di Kawasan Asia Tenggara,” terang Wong Kar Choon, Capital Markets Services Partner, Deloitte Malaysia.

Adapun di Indonesia, terdapat 24 IPO dengan total dana yang dihimpun sebesar US$ 921 juta (Rp 15,35 triliun). 

Sektor energi dan sumber daya menjadi penyumbang dana terbesar, dengan aktivitas IPO mencakup perusahaan minyak dan gas, energi terbarukan, serta jasa penunjang pertambangan. 

Kinerja ini terutama didorong oleh pencatatan PT Merdeka Gold Resource Tbk dan PT Chandra Data Investasi Tbk, yang masing-masing menghimpun US$279 juta (Rp 4,65 triliun) dan US$144 juta (Rp 2,4 triliun).

Posisi berikutnya ditempati sektor real estat, didukung oleh pencatatan PT Bangun Kosambi Sukses Tbk, perusahaan yang berafiliasi dengan Agung Sedayu Group, salah satu pengembang properti terintegrasi terbesar di Indonesia. Sektor konsumer berada di peringkat ketiga, dipimpin oleh pencatatan PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk.

“Aktivitas IPO di Indonesia didorong oleh sektor industri, energi, konsumer, dan layanan kesehatan, dengan preferensi investor yang kuat terhadap perusahaan yang memiliki fundamental kuat, prospek jangka panjang, dan dukungan pemerintah. Sektor infrastruktur dan energi, khususnya energi terbarukan,  juga mencatat peningkatan minat seiring meningkatnya pipeline proyek strategis Indonesia dan percepatan transisi menuju energi bersih,” jelas Tay Hwee Ling, Capital Markets Services Leade, Deloitte Southeast Asia.

Hwee Ling menambahkan, “Meskipun sentimen pasar menguat setelah pemilu, investor tetap berhati-hati di tengah tekanan makroekonomi seperti penurunan harga komoditas, ketegangan perdagangan global, dan penyesuaian tenaga kerja. Pipeline IPO pada kuartal IV 2025 mencakup perusahaan teknologi, logistik, dan jasa keuangan, yang diperkirakan menarik minat besar apabila mereka mampu menunjukkan profitabilitas dan ketahanan yang jelas.”

Meningkatnya IPO hasil dukungan Private Equity (PE)

Keterlibatan Private Equity (PE) dalam pasar IPO Asia Tenggara meningkat lebih dari dua kali lipat dalam sembilan bulan pertama 2025, mendorong kenaikan rata-rata ukuran transaksi dan memperkuat kepercayaan pasar. 

Lonjakan ini berkontribusi pada peningkatan 54% dana yang dihimpun, meskipun jumlah IPO secara keseluruhan menurun. 

Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang didukung PE umumnya berukuran lebih besar dan betapa perusahaan lebih matang menargetkan IPO sebagai exit strategy investasi.

Tren ini menunjukkan pergeseran preferensi yang kuat ke arah kualitas, bukan sekadar kuantitas, dengan investor PE dan institusi kini memainkan peran yang makin besar dalam mendorong pertumbuhan pasar modal di Asia Tenggara.

Kenaikan ini juga mencerminkan meningkatnya kepercayaan investor serta membaiknya iklim exit bagi para investor PE di Kawasan Asia Tenggara. 

Aktivitas PE terlihat paling menonjol di sektor infrastruktur digital (REIT dan pusat data), kesehatan, ritel konsumer, dan teknologi, mencerminkan tren ekonomi dan investasi Asia Tenggara yang bergerak menuju pertumbuhan berbasis teknologi dan aset riil.

Penggalangan dana PE di Asia Tenggara juga tetap stabil, dengan alokasi modal yang signifikan untuk memperkuat portofolio perusahaan agar siap IPO. 

Hal ini mendorong terbentuknya pipeline exit yang kuat menjelang 2026.

Regional outlook

“Tren IPO di kawasan Asia Tenggara sepanjang 2025 menunjukkan pemulihan yang berfokus pada nilai (value), sector leadership dari sektor konsumer, real estat, dan teknologi, serta munculnya Singapura sebagai destinasi IPO high profile berkat kebijakan regulasi yang lebih ramah pasar dan sejumlah listing besar. Meski minat terhadap listing berskala besar mulai meningkat, sentimen pasar masih cenderung berhati-hati. Calon emiten terus memantau kondisi pasar modal untuk mencari waktu dan valuasi yang lebih menguntungkan, sehingga ukuran penawaran yang diajukan cenderung lebih kecil dan lebih strategis,” jelas Tay Hwee Ling, Capital Markets Services Leader, Deloitte Southeast Asia.

Momentum positif mulai terbentuk di pasar IPO, didorong oleh tren pencatatan yang lebih sedikit namun berukuran lebih besar dan berkualitas lebih tinggi. 

Malaysia dan Indonesia memimpin pertumbuhan dari sisi volume dan nilai, sementara Singapura mendominasi dari sisi penghimpunan dana IPO berskala besar. 

Vietnam secara bertahap membangun ekosistem IPO-nya dan menunjukkan perkembangan yang stabil. 

Sementara itu, Thailand mencatat serangkaian IPO berukuran kecil sepanjang tahun, dengan pengecualian Mr. DIY Holding (Thailand) Public Company Limited yang berhasil menghimpun dana IPO sebesar US$174 juta (Rp 2,9 triliun). 

Kinerja pasar di Thailand turut tertekan oleh ketidakpastian politik domestik, tingginya utang rumah tangga, volatilitas pasar internasional, serta perubahan pada regulasi penghimpunan dana.

Terlepas dari ketidakpastian geopolitik dan makroekonomi, pasar regional tetap tangguh, ditopang oleh reformasi regulasi, diversifikasi sektor, dan meningkatnya kepercayaan investor. 

Sektor real estat mendominasi dengan kontribusi 33% dari total dana IPO, disusul oleh sektor energi & sumber daya dan sektor keuangan. 
Sektor industri yang terkait dengan mobilitas dan infrastruktur energi mulai menunjukkan momentum seiring tren reshoring rantai pasok. 

IPO di sektor kesehatan dan teknologi juga menarik perhatian besar dari investor, didukung oleh keterlibatan PE dan investor institusional.

Ekosistem yang kokoh ini menunjukkan bahwa Asia Tenggara tetap menjadi kawasan yang menarik untuk penghimpunan dana di pasar publik pada 2025 dan seterusnya.

Menatap 2026, Hwee Ling mengatakan, “Seiring membaiknya kondisi pasar, para calon emiten terus mencermati perkembangan pasar modal untuk menemukan momentum yang tepat agar dapat memaksimalkan valuasi dan memanfaatkan permintaan likuiditas yang selama ini tertahan yang akan memungkinkan investor dan pemegang saham membuka value yang selama ini belum terealisasi.”