BRIS Diminta Selesaikan PR Sebelum Akuisisi UUS BTN
Pasardana.id - Rencana akuisisi Unit Usaha Syariah PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN Syariah) oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (IDX: BRIS) dinilai sulit terwujud dalam waktu dekat.
Sedikitnya, ada tiga faktor mengapa rencana akusisi BTN Syariah sulit diwujudkan, mulai dari kondisi internal hingga alasan jumlah saham publik yang masih minim.
Analis MNC Sekuritas, Tirta Gilang Citradi mengatakan, faktor pertama yang membuat BRIS sulit mengakusisi BTN Syariah karena, BRIS pun masih dalam tahap konsolidasi internal paska mergerraksasa antara BSM, BNI Syariah dan BRI Syariah.
Menurut Tirta, tantangan terberat BRIS paska merger adalah menyatukan tiga bank menjadi satu kekuatan, di mana budaya kerja, cara kerja dan pola pikir karyawan sudah pasti banyak perbedaan.
“Ambisi boleh saja setinggi langit, tapi internalisasi tidak segampang yang dibayangkan dan itu dapat mempengaruhi kinerja perseroan,” kata Tirta kepada media, Selasa (27/9/2022).
Ia melanjutkan, faktor keduanya, BRIS memiliki pekerjaan rumah (PR) yang tidak mudah dan mesti dilaksanakan segera, yakni menambah jumlah saham publik (free float) dan meningkatkan permodalan melalui penerbitan saham baru atau rights issue.
Pasalnya, porsi kepemilikan saham publik BRIS terdilusi hingga tersisa 7 persen. Sedangkan ketentuan Bursa Efek Indonesia mensyaratkan free float minimal sebesar 7,5 persen.
PT Bank Mandiri Tbk (IDX: BMRI) tercatat sebagai pemegang saham pengendali dengan porsi kepemilikan 50,83 persen, sementara PT Bank Negara Indonesia Tbk (IDX: BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (IDX: BBRI) berbagi kepemilikan dengan porsi masing masing 24,85 persen dan 17,25 persen.
“Untuk menambah free float, BRIS katanya akan rights issue akhir tahun ini atau awal tahun depan. Tapi, sejauh ini, BMRI sebagai pengendali BSI belum memberikan penjelasan yang clear terkait hal ini. Kesiapan BMRI menjadi sangat krusial, karena mereka harus siap injeksi dana cukup besar agar porsi kepemilikan sahamnya tidak terdilusi,” terang Tirta.
Ia menambahkan, sebaiknya BRIS fokus pada agenda free float melalui skema rights issue.
Setelah mengantongi tambahan modal, rasio kecukupan modal (CAR) BRIS baru akan terlihat lebih meyakinkan untuk tumbuh secara anorganik atau menampung UUS milik Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang kesulitan memenuhi ketentuan permodalan.
Per akhir Juni 2022, rasio kecukupan modal BSI berada di level 17 persen, atau di bawah rata-rata CAR industri perbankan sebesar 24,28 persen. Sedangkan non performing financing (NPF) sebesar 2,9 persen.
Alasan Ketiga, menurut dia, BBTN sedang melaksanakan rights issue dan karena itu membutuhkan dukungan luar biasa dari investor publik.
Mengacu ke prospektus awal, BBTN menargetkan dana sekitar Rp4,13 triliun dengan rincian Rp2,48 triliun berupa penyertaan modal negara (PMN), mewakili kepemilikan 60 persen saham pemerintah, sedangkan Rp1,65 triliun sisanya diharapkan dari investor publik selaku pemilik 40 persen saham.
“Di tengah upaya menggalang dana publik, sangat tidak mungkin BBTN melakukan manuver yang justru membingungkan investor publik. Apalagi, kalau sampai melepas unit bisnisnya ke pihak lain,” kata Tirta.
Lebih lanjut Tirta menegaskan, sebaiknya BRIS menyelesaikan dulu pekerjaan rumah (PR)-nya sendiri dan BTN fokus menuntaskan agenda rights issue.
“Setelah kedua agendanya rampung, silahkan ngobrol lagi soal akuisisi. Ini penting demi menjaga kepercayaan investor publik, baik terhadap BRIS maupun BBTN." pungkas dia.

