Temukan Dua Bias Biang Rugi Investor, Hans Kwee Raih Doktor Keuangan

foto : istimewa

Pasardana.id - Regulator Pasar Modal perlu mewajibkan Perusahaan Sekuritas dan pelaku jasa keuangan melakukan pendidikan secara rutin berkesinambungan kepada nasabahnya, guna memahami risiko dan menghindari dua bias utama, yakni bias disposisi efek dan break even effect.

Pandangan itu menjadi kesimpulan pengamat pasar modal, Hans Kwee dalam disertasi berjudul ‘Analisis Faktor Diversifikasi, Frekuensi dan Rata Rata Nilai Perdagangan Terhadap Bias Perilaku Keuangan Disposition Effect dan Break Even Effect Pelaku Pasar Modal Indonesia” pada program Doktor Ilmu Ekonomi, Universitas Trisakti, Senin (18/7/2022).

Ia beralasan, dengan pendidikan yang rutin, investor memiliki bekal yang cukup dalam bertransaksi sehingga berpeluang mendapatkan keuntungan yang maksimal dari pasar modal.

Hal itu akan meningkatkan konsumsi dan menimbulkan minat masyarakat menjadi investor.

“Pada gilirannya, jumlah investor lokal akan semakin banyak. Dana yang diinvestasikan pada pasar modal juga meningkat dan akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” jelas dia.

Pada sisi lain, kata dia, pendidikan rutin kepada investor juga akan memberi nilai tambah bagi perusahaan sekuritas tempat investor bernaung.

Pasalnya, investor yang mengalami keuntungan maksimal dalam temuannya akan lebih aktif bertransaksi.

Hal itu dibuktikan dengan naiknya frekuensi dan nilai transaksi sehingga perusahaan sekuritas akan lebih banyak mendapat biaya jasa transaksi.

“Tapi sebaliknya, dalam temuan kami, investor yang mengalami kerugian cenderung menunggu sahamnya naik kembali,” kata dia.

Melihat hasil temuan itu, dia menyarankan, perusahaan sekuritas perlu memahami faktor penyebab kerugian investasi yang didominasi oleh dua faktor.

Pertama, bias efek disposisi, yakni kecenderungan pelaku pasar menjual saham untung lebih cepat dan menahan saham rugi lebih lama. Teori ini dikembangkan oleh H Shefrin dan Statman pada tahun 1984.

“Bias ini akan menyebabkan portofolio saham investor akan dipenuhi saham-saham rugi, akibatnya, nilai transaksi dan frekuensi investor itu turun,” jelas dia.

Ia menambahkan, bias itu akan diperburuk bias break-even effect, akibatnya rugi investor akan kian dalam.

Bias ini terjadi ketika investor sedang mengalami kerugian tapi ingin keluar pasar tanpa mengalami kerugian melalui beli tambahan saham rugi agar harga rata rata tidak rugi, tapi nyatanya saham itu kembali  turun.

“Manajemen perusahaan efek perlu membuat pelatihan psikolog transaksi dan kebiasan transaksi agar terhindar dari bias disposisi efek dan break even effect,” kata dia.

Ia melanjutkan, investor juga perlu dibekali dengan manajemen dana dan risiko manajemen, agar dapat menentukan jual dan beli.

Pada sisi lain, dia meminta perusahaan sekuritas menyediakan fasilitas permintaan jual beli secara otomatis seperti fitur jual rugi untuk membatasi kerugian pada wahana perdagangan secara daring.

“Perlu edukasi secara rutin agar investor terbiasa memanfaatkan fitur otomatis seperti cut loss sehingga tidak terjebak dalam efek disposisi,” pinta dia.

Dengan paparan itu, Yohanis Hans Kwee meraih gelar Doktor dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,96.