Emiten Diminta Jalankan Tata Kelola Terbaik Guna Jaga Kepercayaan Investor

Pasardana.id - Perusahaan tercatat atau emiten, diharapkan dapat mengelola perusahaannya secara lebih akuntabel, transparan dan bertanggung jawab, sehingga dapat memberikan jaminan rasa aman dan dapat menumbuhkan kepercayaan dari para investor maupun calon investor untuk menempatkan dananya pada perusahaan terbuka.
Untuk memitigasi risiko, regulator telah menerbitkan beberapa aturan mengenai serta inisiatif GCG (good corporate governance) dari beberapa lembaga nirlaba.
Menurut Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Mardiasmo, perusahaan-perusahaan publik maupun emiten (perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia) diharuskan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) sebagai suatu sistem nilai dan praktik terbaik yang sangat fundamental untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Bahkan, beberapa survei internasional juga menunjukkan, bahwa para investor institusi lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan yang memiliki tata kelola yang baik dan memandangnya sebagai salah satu kriteria kualitatif penentu, yang sama pentingnya dengan kinerja keuangan dan potensi pertumbuhan.
Ia melanjutkan, penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha.
Chairman Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD), Sigit Pramono mengatakan, penerapan GCG hendaknya dilakukan tidak sekedar memenuhi ketentuan otoritas atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, akan tetapi lebih didorong oleh kesadaran bahwa membangun tata kelola yang baik merupakan kunci penting untuk meningkatkan kinerja dan keunggulan daya saing berkelanjutan.
“Tata kelola keberlanjutan yang transparan dan mencapai kinerja yang terukur, penting diperhatikan oleh setiap pelaku bisnis. Oleh karena itu, setiap perusahaan perlu untuk menerapkan strategi keberlanjutan. Membangun tata kelola berkelanjutan merupakan tugas kita bersama,” kata Sigit.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hoesen mengatakan kondisi perekonomian Indonesia yang terimbas pandemi mulai menunjukkan pemulihan.
Aktivitas pasar modal pun mulai tumbuh positif.
Selama ini, lanjutnya, pemerintah bersama OJK berupaya mengatasi dampak pandemi Covid, menjaga pasar modal, lewat relaksasi bagi pelaku industri.
OJK mendukung PEN, membantu UMKM dan sejumlah inisiatif untuk menjaga persediaan dan kebutuhan.
OJK pun mendukung peningkatan partisipasi publik melalui IPO.
“Selain hal itu, upaya lain yang dilakukan OJK, melalui penerapan keuangan berkelanjutan yang merupakan bentuk dukungan OJK terhadap pemerintah,” ujar Hoesen.
Menurut Hoesen, OJK juga telah melahirkan peta jalan tahap II yakni Taksonomi Hijau Indonesia yang berisi daftar klasifikasi ekonomi hijau.
Saat ini, Indonesia telah memiliki obligasi terkait berkelanjutan dengan jumlah nilai sebesar Rp3,25 triliun atau USD 2,4 miliar.
“Pemerintah harus didukung pelaku sektor jasa keuangan dan industri di seluruh Indonesia, sehingga kita bisa bersama-sama mewujudkan komitmen Indonesia menerapkan pembangunan ekonomi berkelanjutan,” kata Hoesen.
Sementara itu, Kepala Divisi Layanan dan Pengembangan Perusahaan Tercatat (LPP) PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Saptono Adi Junarso mengatakan, bisnis saat ini menghadapi berbagai risiko yang sifatnya selain keuangan, yang berdampak signifikan terhadap performa keuangan.
Risiko tersebut di antaranya; risiko sosial, tata kelola, dan lingkungan.
“ESG merupakan standar yang digunakan untuk mengukur keberlanjutan yang marak digunakan perusahaan di berbagai negara,” ujar Saptono.
Ia mencontohkan, tren investasi ESG di Indonesia juga menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Pada 2016, BEI mencatat hanya ada 1 produk ESG di pasar modal. Namun demikian, pada 2021, telah ada 15 produk di pasar modal.
“Reksadana maupun ITF berbasis ESG tetap mendapat tempat di investor pasar modal di Indonesia,” kata Saptono.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (IDX: BBCA), Armand Wahyudi Hartono menegaskan, pihaknya telah menerapkan tata kelola berkelanjutan dalam menjalankan usahanya.
“Misalnya, limbah kartu debit maupun kredit para nasabah diolah menjadi paving block yang kemudian digunakan di sejumlah kantor cabang BCA. Tentu saja, proses daur ulang tersebut tetap memperhatikan keamanan data dan privasi nasabah melalui proses penyegelan limbah kartu. Responsible financing, responsible bank telah diterapkan BCA,” tandas Armand.